#part5
*Terkadang kita mati-matian menghindari sesuatu, tapi semesta selalu punya cara untuk mempertemukan*
"Tumben banget sepi sekali, biasanya gak sesepi ini," Alina menyusuri jalan dengan lebar sekitar 3.5meter sebelum ke jalan utama. Aduh batrenya habis, belum sempat nge charge handphone karena buru-buru tadi, baiklah aku cari angkot di jalan depan saja. Sebenarnya jarak jalan kecil ini ke jalan utama tidak begitu jauh hanya sekitar kurang dari 200 meter saja, jalan ini bisa dilalui mobil tentunya, terdapat beberapa rumah tempat kost atau penginapan tapi juga masih ada tanah atau kavling-kavling kosong, dan beberapa kavling kosong tersebut ditumbuhi semak ilalang. Kalau sudah di jalur utama jarak ke hotel tempat seminar kemarin juga tidak begitu jauh, bisa ditempuh dengan jalan kaki, Alina memilih tempat menginap yang lebih terjangkau biayanya.
Saat berjalan alina merasakan ada orang yang mengikuti, tadinya alina fikir mereka juga hanya sekedar lewat saja tapi sepertinya jalan mereka semakin dekat ke arahnya. Alina mempercepat langkahnya namun dua orang itu juga semakin cepat kemudian berlari dan menghadang Alina.
"Si-siapa kalian?! Mau apa?!"melihat dua orang berbadan besar Alina berhenti terkesiap. "Cepat serahkan uang, HP dan perhiasanmu! Cepat!!"ucap lelaki berambut gondrong penuh tato.
"Kalian salah orang! Aku tidak punya uang! Tolong biarkan aku pergi! Aku mau pulang!" Alina takut tapi mencoba untuk melawan, yang benar saja, uangnya memang ada tapi tinggal beberapa lembar untuk pegangan pulang, Handphone? Jelas itu barang yang sangat penting, apalagi emas, yang dipakai hanya sebuah cincin perkawinan berharga dari pernikahannya dengan Hendra.
"Sudah Bos, jangan banyak bicara lagi!" Laki-laki plontos dengan tindik di kupingnya mendekat ke lelaki gondrong yang ia panggil bos kemudian berbisik sesuatu yang membuat wajah bosnya berubah senang, mereka memudian tertawa bersama. Melihat gelagat mereka Alina jadi semakin takut, ia hendak mengambil kesempatan berlari dan minta tolong.
"Tolooongg!!!" Teriak Alina, "Hmmmpph..hmmmpph," Tiba-tiba mulut Alina dibekap dari belakang dan tangannya dicengkeram. Alina tidak tinggal diam ia melakukan perlawanan lagi dengan menyikut penuh tenaga perut pria botak itu seraya menginjak kakinya dengan keras dan mencoba segera berlari lagi.
"Tolongg!"namun pria gondrong yang satunya berhasil menarik paksa tangan Alina hingga Alina terjatuh dan membekap lagi mulut alina menggunakan kain dan juga mengikat tangannya.
"Cantiik... mau kemana?kamu bukan anak sini yaa, kasian, percuma minta tolong ini daerah kekuasaan kami, disini tidak akan ada yang menolongmu sebaiknya kamu layani kami dulu setelah itu akan kami lepaskan!"kata pria sangar itu sambil memegang dagu Alina. "Bangun!!" Preman itu memerintah Alina untuk berdiri. "Ayo kita bawa kesana!"katanya seraya menuding ke arah semak dan ilalang yang tinggi. Alina menangis ketakutan setengah mati ia berusaha berteriak tapi terbungkam,
"Ya Allah... tolong akuu!!!" Alina berteriak meski tak bisa mengeluarkan suara.
***"Ayo kita bawa kesana!"kata preman menuding ke arah semak dan ilalang yang tinggi. Alina menangis ketakutan setengah mati ia berusaha berteriak tapi terbungkam. Dalam keadaan seperti ini Alina hanya berpasrah kepada Tuhan, tiada yang bisa menolong selain dengan kuasa Nya.
"YaAllah... tolong akuu!!"Air mata mengalir deras di pipi Alina. Ketika mereka hendak membawa Alina namun tak lama tiba-tiba tubuh preman botak itu terhuyung ke belakang karena sebuah tarikan kuat.
"BRENGSEK!!"
BUGH!!
Satu buah pukulan keras menghantam rahangnya tanpa ampun, tubuh preman itu tersungkur ke aspal akibat pukulan itu. Alina terperangah melihat ada seseorang yang datang dengan tiba-tiba, dan itu adalah Aryo."Mas Aryo, awas, dibelakangmu!"teriak Alina saat melihat bos preman membawa sebilah kayu hendak memukul Aryo dari belakang.
BRAAK!!
Aryo menghindar dengan cepat namun kayu itu tetap mengenai tangannya. Alina memejamkan mata tak kuat melihat adegan dihadapannya. Tapi dalam sekejap Aryo membalas dan memukul preman itu dengan telak setelah berhasil menyingkirkan kayu.
BUGH
BUGH
BUGH
Tinju keras beruntun melayang ke wajah dan perut preman itu hingga sudut bibirnya mengeluarkan darah segar.
"Ampun Bang! Ampun, kita nyerah Bang!"terlihat sang preman memberikan tanda dengan kedua tangannya. Aryo menjambak rambut gondrongnya dengan keras,
"HEH, Kali ini gue ampuni kalian! Cepat pergi dari sini sebelum gue panggil polisi!"bentak Aryo dan kedua preman itu beringsut lari.
***#part6#dekapanpertama "Alina, kamu baik-baik saja?!" Aryo segera menghampiri Alina dan melepas ikatan kain yang membekap mulutnya."Mas Aryo..." melihat airmata yang berderai di pipi Alina secara refleks Aryo memeluk Alina dengan erat ke dalam dekapannya, tangis Alina semakin tumpah, untung saja Aryo datang tepat pada waktunya jika tidak entah bagaimana jadinya nanti jika malapetaka datang dan merenggut kebahagiaannya. Untuk sekian waktu mereka tidak menyadari itu, ada desiran aneh dan rasa nyaman bersamaan. Hingga akhirnya Alina tersadar, degup jantungnya tidak beraturan, ia mencoba lepas dari pelukan Aryo, ternyata tangannya juga masih terikat dibelakang."Mm...maaf..." kata Aryo gugup seraya melepas dekapannya. "Maaf Alina, aku tidak bermaksud..." Alina tidak membalas ucapan Aryo, ia sedang berusaha melepas sendiri ikatan tangannya tapi tidak bisa. "Bis
#part7 "Alina, terimakasih." kata Aryo seraya menyerahkan sebuah kotak kecil berbungkus kertas kado dengan sebuah pita kecil yang manis. "Apa ini?"tanya Alina sambil memperhatikan kotak manis itu. "Tadi siang aku memang udah menyiapkan sesuatu buat kamu, maaf aku tadi sempat marah saat tau kamu pergi lebih dulu,"ujar Aryo. "Tidak-tidak, kamu nggak perlu minta maaf, seharusnya disini aku yang harus meminta maaf dan juga aku sedari tadi belum berterimakasih padamu" tukas Alina kemudian melanjutkan bicara. "Mm...maaf, dan terimakasih kamu sudah menolongku hari ini, jika kamu tidak datang aku tidak tau bagaimana nasibku tadi,"ucap Alina sambil menunduk, membayangkan kejadian yang tadi dialami. "Hei sudahlah, jangan di ingat lagi, yang penting sekarang kamu baik-baik saja" tutur Aryo dan Alinapun tersenyum. "Oh ya mas, kalau boleh tau, bagaimana bisa tadi kamu menemukanku?"tanya Alina heran. "Oh itu, baiklah, aku akan menceritakan s
#part8#Darahsegar Tanpa mereka sadari, dari arah semak ada yang mengintai. Alina yang tadi tersenyum, melebarkan matanya saat melihat seseorang berlari menuju Aryo dan dibalik jaketnya ia membawa sebuah... Belati!"Mas Aryo!!" pekik Alina keras."JLEBB!" sebuah tusukan mengenai perut bagian samping saat Aryo menoleh panggilan Alina. "Aaaaaak!!!!" Aryo yang sedang di posisi nyaman tak terjaga tak mampu membuat perlawanan."Rasakan pembalasanku!" ujar seorang lelaki berbadan besar kepada Aryo dengan mata yang merah penuh dendam."Cepat lari Bos!" teriak seseorang dari kejauhan, pria gondrong bertato itu kemudian seketika kabur meninggalkan Aryo yang jatuh bersimba darah. Tubuh Alina bergetar hebat menyaksikan kejadian dihadapannya."Mas Aryoo... tidaak!" Alina meraung langsung memapah tubuh Aryo yang limbung. "Tolong...!!" Alina berteriak meminta p
#part9 #transfusi Andi terlihat panik dan sibuk lagi dengan gawainya menelpon kesana kemari."Ndi, ada apa? Katakan!" Andi tidak menjawab pertanyaan Alina."Katakan Ndi ada apa?!"Andi melirik Alina kemudian berkata, "Pak Aryo butuh transfusi secepatnya karena ia kehilangan banyak darah!" Aku ternganga menutup mulutku, kembali lemas mendengar berita tersebut."Masalahnya golongan darah yang dibutuhkan tidak ada stok di bank darah. Mereka sudah berusaha menghubungi cabang PMI disekitar wilayah ini namun belum membuahkan hasil. Kita juga sedang mencari pendonor diluar, sembari menunggu keluarga Bos Aryo datang, tapi itu masih lama takut nggak kesampaian!"kata Andi dengan panik."Apa golongan darah mas Aryo, Ndi?"tanya Alina kepada Andi. "Kalau saja gue punya golongan darah yang sama, gue bakal donor sekarang juga, apapun bakal gue lakuin demi Bos Ar
#part10 Pov Aryo Brengsek! Bedebah itu! Beraninya menusukku saat aku lengah. Aku ambruk menahan sakit, dan kulihat Alina begitu cemas melihatku, demi apapun aku tak peduli dengan yang sedang kurasakan aku hanya sangat senang saat didekatnya, saat melihat wajahnya yang sepertinya sangat takut kehilanganku, aku merasakan kebahagiaan yang tak terhingga diatas sakitku. Entahlah, setelahnya aku tak ingat apa-apa, mungkin aku pingsan. Aku mulai sadarkan diri, ketika kurasakan seperti ada aliran energi masuk ke tubuhku, aku berangsur pulih, namun aku belum bisa bergerak, ragaku masih lemah, hanya saja aku masih bisa mendengarkan suara-suara disekitarku. "Alina..." ucapku lirih, ingin sekali kubelai wajahnya yang begitu indah saat tertidur, namun aku urungkan. Aku hanya bisa sedikit menyentuh ujun
#part11 #bersamaAndi "Ndi... apa semua akan baik-baik saja?" Setelah beberapa saat saling diam dalam perjalanan akhirnya Alina angkat bicara. "Tentu!" ucap andi singkat. "Jika ada yang tau aku bersama Aryo saat kejadian, bukankah orang akan berfikir negatif padaku?"tanya Alina cemas. "Dengerin ya Na, lo tuh sama sekali nggak salah Alina. Gue tau elo sama sekali nggak bakalan nyangka ketemu Aryo di Bandung. Bukankah tadinya lo juga berusaha menghindar?" Aku mengangguk lemah membenarkan pernyataan Andi. "Kalo bahas yang salah, ya yang salah bos gue donk yang ngedeketin lo Na!" Ujarnya lagi. "Tapi disini gue nggak mau bahas yang salah itu siapa, ya anggap saja itu takdir kalian dipertemukan dalam kejadian luar biasa kaya kemaren," lanjutnya lagi mendadak bijak. "Takdir?" jawab Alina lirih...
#part12 #Kereta subuh *As roda kereta api telah bergerak Memacu putaran meluncur diatas rel yang panjang Kerikil-kerikil kecil pun berlompatan seperti katak, mendengar peluit, mengerti tanda akan kepergian... Dan mentari mulai menyembulkan sinarnya dari ufuk timur, mencoba mengajakku tersenyum, seperti tau ada kesedihan yang ku kulum.* **** "Alina, ini hadiah untukmu," Aryo menyerahkan sesuatu untukku. "Apa ini?" kubuka kotak kecil itu, sebuah jam tangan yang simpel tapi begitu manis dilihat. Sekilas aku terpana senang, tapi kemudian aku sadar. Segera ku tutup lagi kotak itu. "Aku gak mau mas," seraya kumajukan kotak itu menuju pemiliknya. "Please, jangan ditolak Alina. Tadi siang aku sampe belum makan mencari hadiah untu
#part13#waktu yang berlaluHari-hari selanjutnya berjalan lagi seperti biasa. Dirumah menemani anakku kenzo, menjalankan usaha laundry yang kurintis, dan juga menjalani pekerjaanku sebagai seorang EO (event organizer), mengatur jalannya suatu event/acara, aku bekerja pada temanku pemilik EO tersebut. Pekerjaan itu tidak terlalu menyita waktuku kecuali ada event besar. Dulu aku bekerja di sebuah perusahaan, tapi karena sering pulang malam akhirnya aku memutuskan resign setelah punya Kenzo.Terutama saat kejadian itu, saat aku sedang bekerja dan aku dikabari bahwa Kenzo terjatuh, aku pikir jatuh biasa saat sedang bermain, tapi setelahnya badannya panas berhari-hari dan sempat kejang, saat itu aku sangat ketakutan. Ya, kami menjaga Kenzo terutama jika ia sakit panas, kami harus segera bertindak ke dokter agar tidak terjadi kejang.Tadinya aku sangat menggebu saat mau mengikuti pelatihan menulis berita, kupikir setelahnya aku akan mendaftarkan diri di beberapa s