Dalam balutan malam dengan cahaya remang-remang dari decorative lighting yang berada di pojok ruang tamu. Netra Hanny melirik ke arah jarum jam, yang ternyata sudah berada tepat di angka 11. Namun, kedua netra hazelnya masih enggan untuk sekedar di tutup.
“Ayo dong dek, kita tidur ya!” lirih wanita itu dengan mengelus perutnya sendiri, mencoba untuk menenagkan janin yang entah mengapa terus bergerak sejak tadi.
“Ayah pulangnya masih lama lo, nanti kamu kecapean, tidur sekarang ya!” sambungnya dengan menghela nafas lelah, tetapi juga bahagia dalam satu waktu.
Karena tubuhnya yang merasa lelah saat terlalu lama duduk, akhirnya ia memutuskan untuk berdiri sembari berjalan mondar mandir di samping sofa. Dan untuk saat ini, entah mengapa ia benar-benar ingin memeluk dan mencium wangi woody dari tubuh suaminya yang tak kunjung pulang itu.
“Kamu kemana sih, Mas. Jam segini belum juga pulang?”
Entah sudah kali beberapa decakan yang sama itu terus keluar dari mulut Hanny, hingga membuatnya kesal sendiri.
“Apa jangan-jangan kamu—
Belum sempat wanita itu menyelesaikan ucapannya, suara deru mobil yang terdengar samar-samar memasuki pekarangan rumah, sontak membuatnya loncat kegirangan, sejenak melupakan perut nya yang sudah membuncit itu.
“Itu pasti, Ayah kamu!” tuturnya lembut sembari berjalan cepat menuju jendela kaca, guna mengintip dan memastikan jika yang datang memanglah suaminya.
Tak lama setelah itu, sura knop pintu yang diputar membuat kedua netra hazel di wajah Hanny melebar sempurna. Saat Raka sudah berhasil memperlihatkan batang hidungnya, Hanny kembali berlari dan langsung memeluk sang suami dengan begitu erat. Tentu Raka yang menyaksiakan tingkah sang istri berhasil dibuat panik.
“Jangan lari-lari, Sayang! Ngeri tau lihatnya,” sungut Raka mencoba memperingati, tetapi sialnya Hanny sama sekali tak menggubris ucapannya.
Wanita itu hanya melirik sekilas, kemudian kembali mempererat pelukan mereka, bahkan sampai menggoyangkan tubuh Raka ke kiri dan ke kanan secara berirama. Raka yang merasakan itu hanya bisa menghela nafas, tetapi tak urung ia tetap menerbitkan senyum dan membalas pelukan itu tak kalah erat. Mencoba memberikan kehangatan dari dinginnya malam.
“Kenapa istri aku ini, hmm? Kok belum tidur jam segini?”
Hanny yang mendapat pertanyaan itu, segera mendongak guna menatap wajah proporsional milik sang suami.
“Ish, harusnya aku yang nanya sama kamu! Lama banget, sih pulangnya? Anak kamu udah kangen ni, mana gak mau diajak tidur lagi dari tadi.”
Dengan bibirnya yang sengaja di monyong-monyongkan, Hanny terus saja menggerutu dalam pelukan Raka, dan hal itu reflek membuat sang empu terkekeh geli saat melihatnya.
“Yakin nih! Yang kangen anaknya? Bukan bundanya?” goda Raka dengan menaik turunkan alisnya, tak lupa ia juga memasang wajah tengil, yang ternyata berhasil membuat bibir Hanny semakin maju layaknya seekor bebek.
Karena sudah tak tahan lagi dengan kelakuan serta ekspresi Hanny yang kelewat gemas itu, membuat Raka langsung mendaratkan cubitan pada hidung Hanny yang terpahat sempurna di wajahnya.
“Ish! Apaan sih, kok jadi aku? Orang emang anaknya kok yang lagi kangen!” sunggut si wanita tak terima. Lantas dengan cepat ia langsung mengurai pelukannya dari tubuh sang suami, kemudian segera berjalan menjauh, meninggalkan Raka di tempatnya berpijak saat itu.
Raka yang menyadari kepergian sang istri, tanpa mau basa-basi lagi, segera menyusul dengan langkah lebarnya. Hingga kini sepasang suami istri itu berhasil melangkahkan kaki secara beriringan menaiki anak tangga. Raka juga turut mengalungkan tangannya di bahu Hanny yang memang lebih pendek darinya.
"Jangan ngambek dong, nanti aku sedih lo!" Kini giliran Raka yang merengek bak seorang anak yang tidak dibelikan mainan orang tuanya.
Hanny sendiri tak berniat menggubris, wanita itu lebih memilih untuk masuk ke dalam kamar mereka, dan langsung merebahkan tubuhnya diatas kasur sembari bersedekap dada.
sebenarnya itu semua hanya permainannya saja, ia tidak benar-benar marah kepada Raka, walaupun saat ini dadanya kembali tertikam saat hidungnya berhasil menangkap aroma parfum wanita yang menempel pada pakaian sang suami.
Karena tak juga mendapat jawaban, Raka memutuskan untuk langsung mencuri kecupan tepat di bibir ranum Hanny, yang tentu hal itu membuat si wanita terkesiap, meski itu bukanlah yang pertama kalinya.
"Ih, apaan coba main cium-cium bibir orang sembarangan,” ketus Hanny, wanita itu segera merubah posisinya menjadi duduk sempurna.
"Kan udah halal, jadi gapapa dong," jawab Raka dengan terus menatap lekat wajah sang istri, lantas tangannya bergerak cepat mengusap puncak kepala wanita itu.
Namun, nyatanya bukan kehangat justru rasa sakitlah yang bisa Hanny rasakan. Raka berhasil menata permainan nya dengan begitu baik dan rapi. Mungkin jika saja waktu itu Hanny tidak memergokinya sendiri, sudah dapat dipastikan ia masih akan tetap percaya kepada Raka, dan juga tidak akan pernah berpikir yang macam-macam terhadap suami yang selalu lembut dalam tutur kata serta perlakuannya itu
Tak ingin terlalu larut dalam keterdiamannya, Hanny pun kembali beranjak, guna mendorong tubuh sang suami untuk masuk kedalam kamar mandi.
"Sana bersih-bersih dulu, udah aku siapin air hangat!" Wanita itu segera menutup pintu saat berhasil memastikan tubuh Raka masuk kedalam kamar mandi.
Namun, saat kakinya hendak melangkah menjauh, tanpa sadar Raka sudah kembali membuka pintu dan menarik tangan Hanny untuk ikut masuk bersamanya. Hanny yang berhasil dibuat terkejut, kini tengah mengelus dadanya yang masih naik turun tak karuan, sedangkan netranya fokus menatap Raka yang tengah menyeringai tanpa rasa bersalah.
"Kamu itu ya, Mas. Kalau aku tadi jatuh terus dedeknya kenapa-kenapa gimana? kamu mau tanggung jawab!" omel Hanny yang kini sudah berganti mengelus lembut perutnya.
Sedangkan Raka yang hanya memakai celana boxer semakin melebarkan senyuman dengan menunjukan deretan gigi-gigi putihnya yang tertata rapi. "Kan ada aku disini, jadi aku bakal pastikan kalian bakal aman! ters kalau misal ada apa-apa kan bisa buat lagi." dalih pria itu yang tentunya semakin membuat Hanny berdecak kesal, bahkan ia sampai menghentak-hentakkan kakinya, dan memukul lengan Raka tanpa ampun
“Ishh!! Kamu ya, Mas. Bisa aja ngelesnya!” gerutu Hanny, yang hanya dibalas kekehan ringan oleh sang suami.
"Udah sana sekarang mandi yang bersih, aku mau tidur. Ngantuk!" sambung Hanny dengan kembali melangkah untuk keluar dari ruangan lembab itu.
Tanpa disadari, di belakangnya, Raka sudah memamerkan senyuman jahil. Lantas untuk kedua kalinya, ia kembali menahan pergerakan wanita itu dan segera melingkarkan tangannya pada pimgaang ramping Hanny dari arah belakang. Kemudian membiarkan kepalanya bersandar pada bahu sang istri, merasakan bau harum yang terus menyeruak dari rambut hitam disana.
"Temenin mandi!" pintanya dengan berbisik tepat di telinga Hanny, membuat bulu kudung wanita itu meremang seketika.
Tak dapat dipungkiri lagi, bahwa jantung Hanny juga tengah berdegup kencang saat ini, apalagi saat tangan Raka mulai bergerak memegang area sensitif wanita itu, dan tanpa basa-basi lagi ia segera mengangkat tubuh Hanny untuk masuk ke dalam bathtub bersamanya, Hanny sendiri hanya bisa pasrah dan menurut.
"Bagaimana, Sayang? Bukankah tadi kamu sendiri yang bilang kalau anak aku lagi kangen, jadi gapapa ‘kan kalau sekarang aku jengukin dia?"
Pagi menyapa dengan embun yang menghiasi daun dan bunga. Di kejauhan, matahari mulai timbul, menerangi langit dengan warna-warni indahnya. Semua tampak begitu segar dan penuh harapan.Begitu pula dengan keluarga kecil yang saat ini tengah duduk bersama di meja makan, di sana ada Raka yang tengah asik menuang madu ke dalam mangkuk yogurt, juga Hanny yang juga sibuk meratakan selai coklat pada roti bakar di tangannya, sebelum kemudian ia letakkan pada piring milik sang suami.“Makasih, Sayang,” gumam Raka yang langsung melahap roti tersebut, membuat Hanny tersenyum senang."Oh iya, Mas. Kamu beli parfum baru?"Hanya dengan satu kalimat pertanyaan, Raka sudah dibuat tersedak, sementara dengan sigap tangan kirinya menepuk pelan dada bidangnya, saat merasakan roti yang baru saja ia kunyah tiba-tiba tersangkut di tenggorokan. Kali ini, Hanny hanya diam dan terus menatap setiap pergerakan Raka tanpa mau membantu."P-parfum? Nggak ada deh
"Ada acara apa nih, pelukan gak ajak-ajak."Kehadiran Bachtiar membuat kedua insan yang masih setia berpelukan, segera mengakhiri aktivitasnya. Lantas keduanya serempak menoleh ke sumber suara."Lah, Bachtiar. Kok lo bisa masuk?" tanya Tania yang reflek melebarkan pupil matanya, menatap tajam ke arah Bachtiar.Bachtiar sendiri hanya menghembuskan nafas berat, menatap sahabatnya itu dengan tatapan jengah. "Tu lihat pintu lo!"Tania pun menoleh, menatap arah pandang yang Bachtiar tunjukan, sebelum akhirnya kembali menatap pria itu dengan menunjukan deretan gigi-gigi putihnya."Makanya, jangan ceroboh. Pintu itu ditutup, bukan malah dibuka selebar jidat lo!" Bachtiar yang memang terkenal rese, menyentil jidat Tania, membuat sang empu mengaduh kesakitan.Namun, pria itu sama sekali tak peduli, karena ia lebih tertarik untuk turut bergabung, dan duduk di samping Hanny yang masih sibuk mengusap bercak air dari pipi chubbynya. "Lo gak papa, '
"Lo ngapain, sih? Pake acara pindah apartemen segala?" Di sepanjang jalan Tiar terus menggerutu kesal, tetapi tak urung kakinya tetap melangkah mengikuti pergerakan Tania, dengan sebuah kardus besar yang berisi barang-barang wanita itu di dalam rengkuhannya. "Ya terserah gue, dong! Orang kaya mah bebas. Lagipula gue bosen di sana!" jawab Tania asal ceplos, lantas ia kembali berjalan setelah pintu lift terbuka. Besarnya kardus yang ia angkat, sedikit menyusahkan netra sipitnya untuk melihat dengan benar, hingga tanpa disadari seorang wanita dari arah berlawanan, tengah berjalan tergesa dan berakhir mereka berdua saling menabrak. Kardus yang Tania bawa terjatuh, dan menumpahkan semua isinya, sedangkan kedua wanita itu saling tersungkur ke atas lantai. Tiar yang menyaksikan adegan itu, dengan cepat meletakkan barang bawaannya, lantas bergegas membantu Tania untuk berdiri. "Lo nggak papa?" tanya Tiar yang saat ini tengah memutar tubuh
Dengan mata yang masih terpejam dalam larutnya malam, Devina semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh kekar milik Raka. Pria itu sendiri yiba-tib terobangun, lantas menyerngit guna menyesuaikan intensitas cahaya yang ada di ruangan tersebut.Tubuhnya sedikit tersentak, tatakala melihat jam rolex yang melingkar indah di pergelangan tangannya. Tanpa menunggu lebih lama lagi, ia segera beranjak dan kembali memakai setelan kemeja yang sempat ia lepas sebelumnya. “Shit! Bisa-bisanya ketiduran di sini!” decak Raka mengumpati dirinya sendiri. Dan hal itu berhasil membangunkan Devina dari tidur panjangnya.“Kamu mau kemana, Mas? Buru-buru banget. Nggak mau nemenin aku malem ini?” gumam Devina dengan suara serak khas orang bangun tidur.Raka sendiri yang masih sibuk merapikan kemeja nya, hanya menoleh sekilas tanpa mau membalas, membuat Devina yang masih setengah sadar segera beranjak dan melingkarkan kedua tangannya pada pinggang sang pria, membiarkan aroma maskulin yang hangat memenuhi ind
Cahaya matahari yang menembus celah-celah kecil berhasil mengenai wajah Raka, membuat tubuh pria itu menggeliat tak nyaman. Hingga akhirnya tak punya pilihan lain, selain membuka kedua kelopak matanya yang masih terasa berat.Namun, di detik berikutnya, dengan cepat pria berahang tegas itu mengucek kedua bola matanya, mencoba menghilangkan rasa perih yang masih melanda. Lantas ia segera bangkit saat mendapati sang istri yang mengenakan bathrobe, tengah sibuk mengeringkan rambut panjangnya di depan cermin.Tak ingin basa basi, pria itu segera memeluk pinggang ramping sang istri dari belakang, dan mengelus perut yang sudah terlihat membesar di sana, lantas memberikan beberapa kecupan singkat pada ceruk leher wanita itu, sebelum akhirnya meletakkan dagunya di bahu Hanny."Tidur lagi, yuk! Aku masih ngantuk, pengen dipeluk sama kamu!" gumam Raka dengan suara seraknya, berada di posisi seperti sekarang ini adalah hal yang paling disukainya. Hanny send
Dari dalam mobil yang tampak nyaman dengan aroma citrus yang terus menguar, dan tepat di bangku kemudi, seorang wanita cantik berambut blonde dengan panjang hanya sebahu tengah terududuk tenang di sana. Namun, terlihat jelas tatapan tajam dari matanya, menyimpan begitu banyak dendak dan kebencian, terhadap dua sosok lain di luar sana.“Pria brngs*k, sejak kapan dia terbebas?” Wanita itu terus bermonolong. Sembari menyengkram kuat setir kemudi, ia merasakan darahnya semakin mendidih saat itu juga.Namun, tak dapat dipungkiri hatinya sedikit menghangat tatkala mendapati ekspresi penuh kebahagiaan terpancar dari gadis kecil yang tengah menjadi titik fokusnya saat ini. “Sayang!” gumamnya tanpa sadar. Namun, seperdetik setelahnya, dengan cepat ia menepis semua perasaan itu.Luka yang ditorehkan sosok pria yang bersama gadis tersebut sudah cukup besar, dan luka itu pulalah yang berhasil menggelapkan hati dan juga menghancurkan keharmonisan ya
“Kenapa sih, ibu jahat banget sama Hau!” “Hau ada salah apa sama ibu?” Masih dengan air mata yang mengalir dari kedua pelupuk matanya, gadis kecil berponi dora itu terus berlari tak tentu arah, sehingga karena kurangnya keseimbangan ia harus tergelincir oleh batu kelikir yang saat itu juga langsung mengambrukkan tubuhnya di atas paving yang kasar. “Hau mau benci ibu, kayak Ibu benci Hau.” Dengan tersedu-sedu ia terus berbicara melalui suaranya yang serak, berusaha melampiaskan segala rasa sakit yang menikam hati nya saat ini, sampai tak sadar jika darah pun turut merembes dari lututnya yang sedikit sobek karena benturan.“Ayah, Hau takut!” Dalam keadaan terduduk di atas paving, gadis yang diketahui bernama Haura itu menekuk kedua lutut dan memeluknya seerat mungkin, tak lupa ia juga menelungkupkan wajahnya di dalam lipatan itu.Hingga sebuah tepukan kecil berhasil membuatnya terlonjak dan reflek mendongak, menata
Sesuai dengan apa yang Hanny katakan sebelumnya. Kini mereka semua, sudah berada dalam satu ruangan yang dipenuhi oleh berbagai macam bunga segar.“Huft! Akhirnya selesai juga.” Hembusan nafas penuh kelegaan akhirnya dapat Tania lepaskan, lantas secara bergantian wanita itu menoleh ke kanan dan ke kiri, guna menatap kedua sahabat yang tengah menghimpit tubuhnya.“Btw, makasih ya kalian. Udah mau bantu beres-beres disini. Terutama kamu Tiar,” sambung Hanny menatap tulus Tania, lantas berhenti pada Tiar yang sudah mau merelakan tidur siangnya hanya untuk membantu beres-beres.Merasa namanya disebut, membuat pria berkacamata itu mengangguk semangat. Kemudian dengan perlahan ia menggerakkan kakinya untuk melangkah, dan berdiri tepat di samping Hanny. Tanpa aba-aba ia pun langsung melingkarkan lengan kekarnya pada pundak Hanny."Demi bumil apa sih, yang enggak," gumamnya, disertai kedipan sebelah matanya genit. Dan Hanny sendiri sa