Share

Bab 6 Angkuhnya Mas Duda

Di tengah ramainya toko barang-barang branded itupun Revalina mencoba bangkit. 

"Kak, Kak Siska. Tolong kembalikan, barang itu bukan milikku, aku harus memberikan pada pemilik yang sebenarnya." 

Siska, Kakak kandung Revalina tidak menggubris ucapan itu sama sekali, bahkan ketika adiknya berusaha mengejar, wanita 25 tahun tersebut dengan cepat memasuki taksi. 

Revalina menarik nafas beratnya, wajahnya mencerminkan rasa takut yang mendalam kala ia kembali ke apartemen milik suaminya. Tak lama, Felix datang bersama Raisa. Keduanya menatap heran kala menemukan keberadaannya. 

"Sayang, kamu yakin tinggal sama dia satu ruangan seperti ini?" 

"Ya semuanya aku lakukan demi hubungan kita sayang," jawab Felix dengan nada suaranya yang berat. 

"Tapi kamu bisa menginap di apartemen aku, gak harus di sini sama dia." 

Felix menolak saran dari kekasihnya karena dianggap tidak aman. Sebab, ia takut kalau ibunya akan memeriksa keadaan di apartemennya kapan saya ia mau. Bagi Felix, Vina memang tidak bisa ditebak kapan ia bisa saja datang. 

Raisa yang sikapnya agak posesif pada Felix, tentu protes karena ia rasa tidak seharusnya Felix satu ruangan dengan Revalina. Felix mencoba menenangkannya kalau keduanya bisa menjaga jarak. 

"Aku percaya sama kamu sayang, tapi aku gak percaya sama gadis kampungan ini! Jaga sikapmu, Felix itu cuma milikku, kamu hanyalah istri jaminan!" 

Revalina hanya mengangguk pelan sebelum Raisa pamit meninggalkan tempat itu. Gadis muda berbaju kaos oblong polos tersebut tersentak ketika Felix menanyakan barang pesannya. Revalina menelan saliva gugupnya dengan mengedarkan pandangan. 

"Katakan, di mana barang yang saya pesan!" 

"Barangnya ... Mmm, ada yang ngambil." 

"Apa? Kamu gak mikir atau gimana? Itu isinya sepatu yang mau saya pakai besok buat meeting dengan orang penting!" 

"Saya minta maaf, Pak. Saya tidak bermaksud melakukannya," keluh Revalina. 

"Saya tidak butuh kata maaf kamu, saya hanya membutuhkan barang itu!" bentak Felix. 

Gadis berambut sebahu dengan dikuncir satu itu menatap nanar padanya, bagaimana mungkin ia bisa mengganti barang mewah yang dibeli suaminya, untuk hidup sehari-hari saja ia hanya menumpang pada keluarga Felix. 

"Kenapa diam? Kamu tidak mampu membelinya, kan?" 

"Iya." 

"Kalau kamu merasa tidak mampu, makanya jadi orang itu harus bisa dipercaya." 

"Saya sudah berusaha mengambil barangnya lagi, tapi ..." 

"Cukup, kali ini saya maafin kamu, tapi uang bayaran pernikahan kontrak ini saya potong!" 

Felix menjanjikan pembayaran pernikahannya dengan Revalina adalah 200 juta, tetapi akibat kecerobohan yang dilakukan wanita itu telah membuatnya mengurangi jumlah tersebut menjadi 150 juta. 

"Saya membutuhkan uangnya buat membiayai sekolah adik-adik saya, jangan dipotong sebanyak itu." 

"Hey, kamu pikir harga sepatu saya murah? Itu sepatu mahal bukan sepatu yang biasa kamu beli, kamu gak akan mampu membelinya. Saya udah baik sama kamu tidak memotong gajimu sesuai harga sepatu saya!" 

"Harga sepatu aja mahal, kok ucapan Bapak kayak gak pernah disekolahin." 

Felix melotot mendengar gadis yang cukup pemberani itu, ia berteriak mengusir Revalina keluar dari ruangan tersebut. Tanpa basa-basi, gadis itu pun sudah berada di balik pintu. Netranya menatap sekitar mengingat kejadian yang pertama kali menimpa sehingga membuatnya menjadi seperti saat ini. 

Revalina bersandar di tembok luar ruangan tersebut, Felix yang sudah mengunci pintu dari dalam pun kembali membukanya menarik lengan Revalina memasuki tempat itu lagi. Sebelumnya, ia tidak paham dengan maksud dan tindakan pria kasar tersebut. 

Felix mendudukkan Revalina di atas kasur di dekatnya, ia juga merangkul pundak gadis itu dengan romantis bak sepasang suami istri yang saling mencintai. Kali ini Revalina paham karena melihat wajah Vina di layar ponsel suaminya, ya Felix baru saja mendapatkan panggilan video call dari ibunya. 

"Sayang, kamu lama banget menjawab telepon Mama." 

"Maaf, Ma. Tadi itu, aku gak dengar soalnya lagi di kamar mandi. Tapi untung aja istriku ngasih tahu kalau Mama telepon," jawab Felix sambil tersenyum pada Revalina dengan netranya yang sempat agak melotot. 

Gadis dengan wajahnya yang kaku itu membekas senyumannya. Vina mengatakan kalau ia memeriksa bahwa di sana tidak ada Raisa karena pada dasarnya naluri seorang Ibu selalu merasakan apa yang terjadi pada anaknya. 

"Nggaklah, Ma. Mana mungkin ada Raisa, coba deh Mama pikir ngapain dia ke sini?" 

"Iya sayang, Mama cuma mau memastikan aja apa yang Mama rasakan." 

"Ma, aku itu udah gak punya perasaan apa-apa sama Raisa. Mama tahu sendiri, sekarang aku udah punya Revalina yang jauh lebih segalanya daripada Raisa," jelas Felix sambil mengusap lembut rambut wanitanya. 

"Mama tenang aja, Felix dari tadi cuma sama aku, kok. Gak ada siapapun di sini selain pengurus apartemen aja," timpal Revalina. 

Dirasa percaya, Vina pun menutup sambungan teleponnya. Felix segera menjauhi gadis tersebut. Revalina sudah paham, ia segera berpindah tempat duduk ke sofa. 

"Kamu tahu, kan aturannya tinggal satu ruangan dengan saya?" 

"Iya, saya paham, Pak. Saya tidak akan melupakannya," jawabnya santai. 

Felix kembali memeriksa ponselnya ketika mendapati Raisa menghubunginya. Gadis itu meminta uang padanya dengan alasan malu jika tidak memakai fashion baru ketika bertemu dengan teman-temannya karena ia akan mengadakan reunian. 

"Ya sayang, aku akan transfer buat kamu 20 juta." 

Itulah yang terdengar di telinga Revalina, ia sedikit memikirkan perkataan Vina sebelumnya tentang sikap Raisa yang cukup berbahaya. Tentu itu adalah kebenaran yang sempat ia dengar, tetapi Revalina tidak mau ikut campur. 

Usai menutup telepon, ia mendapati Revalina yang masih melihat ke arahnya. Felix pikir kalau gadis itu mendengar ucapannya, "Jangan coba-coba mengatakan pada Ibu saya tentang apa yang baru saja kamu dengar." 

"Setidak bisa dipercaya itukah saya?" 

"Semua orang itu bisa saja berkhianat, termasuk kamu perempuan yang baru saja saya kenal." 

"Bapak tenang saja, saya tidak akan membicarakan apapun selain apa yang harus saya katakan." 

Felix hanya mengangguk saja, ia memang pria yang tidak mudah percaya pada orang baru. Pintu diketuk membuat Felix bangkit membukanya, di balik sana menayangkan seorang pria yang membawa makanan. 

"Makan ini, saya tidak mau terjadi sesuatu padamu, termasuk kelaparan karena semuanya akan membuat saya rumit." 

Sebenarnya, Revalina malas untuk menerima makanan dari pria yang angkuh seperti Felix, tetapi ia memang membutuhkan makanan untuk saat ini apalagi dilarang untuk pergi tanpa ada urusan yang diperintahkan oleh suaminya. 

"Makasih, Pak." 

Felix kembali duduk di tempat semula, di bibir ranjang. Ia memeriksa ponselnya sambil sesekali melihat Revalina yang sedang makan seperti orang kelaparan. Ya, tentu saja wanita muda itu akan bersikap demikian karena sedari pagi baru mendapatkan makan lagi. Pria matang itu menggeleng-gelengkan kepalanya membuat Revalina beralih melihatnya, seketika Felix kembali fokus pada benda persegi panjang yang ada di tangannya.

Bruk, terdengar jelas ada sesuatu yang jatuh di luar ruangan tersebut membuat keduanya melirik ke arah pintu. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status