Kakek Damian menghapus air matanya, ia tidak tega melihat Viona terus menerus mengeluarkan air matanya, wajah pucatnya membuat sesak di dadanya. Ia tidak menyangka jika cinta Viona sedalam itu pada Arel. Ada rasa bersalah di hatinya."Viona." Viona tak mampu menahan tangisnya, dia memeluk batu nisan Arel. Rasa sakitnya seperti ribuan tombak yang menusuk tubuhnya. Rasanya sangat sakit seperti di hempaskan begitu saja sampai ke dalam jurang seakan ia tak mampu lagi untuk keluar. "Vio sudah, ayo kita pulang." Ajak kakek Damian."Tidak Kek, aku ingin tetap di sini. Kakek saja yang pulang. Vio masih ingin di sini, di sini." Frank memegang sebelah bahu kakek Damian. Dia menggelengkan kepalanya dengan pelan. "Biarkan saja Kek, Vio butuh waktu. Aku yang akan menemaninya di sini."Kakek Damian mengangguk. Dia cukup tenang jika ada Frank yang menjaga cucunya. "Terima kasih Nak, tolong jaga Viona."Anya masih setia berada di samping Viona. Dia cukup terpukul dengan kepergian Arel."Seharusnya
Jaxon ketakutan melihat wajah ibunya yang menyeramkam, seperti menargetkan sesuatu. "Tante mau apain Mommy?" tanya Jaxon. Dia takut terjadi sesuatu lada ibu tirinya. Beliana berjongkok, dia memeluk Jaxon. "Mommy bisa melakukan apa pun jadi turuti perintah Mommy, kau bisa kehilangan ibu kesayangan mu itu."Jaxon ketakutan, ia tidak ingin terjadi sesuatu pada ibunya. "Jangan lakukan apa pun pada ibu ku."Beliana mengangguk dan tersenyum. "Baiklah sayang tidak akan terjadi sesuatu pada ibu mu." Jaxon mengepalkan kedua tangannya. Dia berjanji akan melindungi ibunya. "Apa mau Tante?" tanya Jaxon. "Jangan panggil aku Tante, panggil aku Mommy, Mommy Beliana."Jaxon merasa tertekan, ibunya seperti ingin memangsanya. Dia mengangguk dengan hati ragu. ...Beliana menyiapkan makan malam, dia tersenyum melihat hidangan tertata rapi di meja makan. Dengan tangannya sendiri ia memasak dan di bantu oleh beberapa pelayan. Malam ini terasa begitu indah baginya, kebetulan Viona tidak pulang, ia berha
Kakek Damian mengusap surai hitam milik Viona. "Jangan menangis sayang."Viona mengangkat wajahnya. "Aku sudah melakukan semuanya, aku, aku, aku melakukan kesalahan Kek. Aku melakukan kesalahan, aku melakukan kesalahan. Seharusnya tidak seperti ini." Dadanya sangat sesak, bernapas pun terasa panas bagaikan menyimpan bara api. "Jangan menyalahkan dirimu sayang, kau tidak bersalah. Ini semua jalan hidup mu.""Seharusnya aku yang mati Kek, seharusnya aku bukan Arel." Viona membenturkan keningnya ke pangkuan kakek Damian. "Viona jangan berbicara seperti itu, ini salah Kakek.""Bawa aku pulang Kek." Viona menatap nanar ke arah kakek Damian. "Bawa aku pulang, aku ingin pulang."Kakek Damian tertegun, dia tidak bisa membiarkan Viona pulang, rumah tangganya akan hancur. "Sayang kau harus tetap di sini.""Tidak, aku tidak mau Kek. Aku tidak mau di sini, aku ingin pulang, bawa aku pulang Kek."Kakek Damian merangkup wajah Viona. "Apa kau ingin membiarkan rumah tangga mu hancur? Viona, rumah t
Sementara di dalam mobil.Jaxon menoleh pada Frank. Ia tau pikiran ayahnya tidak baik. "Daddy, jangan berpisah dengan Mommy."Jaxon meras firasatnya tidak enak. Dia ingin memiliki keluarga yang lengkap. "Jangan marah pada Mommy.""Jaxon bagaimana kalau Viona membenci mu?" tanya Frank. Dia sangat takut Viona membenci putranya dan membuat Jaxon bersedih.Jaxon tersenyum, ia tidak akan merubah hati dan pandangannya untuk mempercayai Viona. "Orang dekat kita belum tentu bisa mencelakai kita sekalipun memiliki hubungan darah. Mommy kecewa pada kita, tapi belum tentu mencelakai kita. Aku mempercayai Mommy Viona Dad. Bukankah tugas kita membuat Mommy tidak bersedih dan mencintai kita karena kitalah penyebab dia kehilangan pria yang dia cintai."Frank membuka pintu mobilnya, kini putranya telah sampai di sekolah. Dia memandang putranya sampai masuk ke dalam lingkungan sekolahnya. Mengingat perkataan putranya ia membenarkannya. Seharusnya ia memang membuat Viona merasa nyaman berada di samping
Frank membaringkan tubuhnya di samping Viona. Kedua tangannya di jadikan bantal kepalanya. Dia menoleh pada Viona yang sedang membelakanginya. Penasaran wanita di sampingnya sudah tidur atau tidak, ia mengintip wajah Viona. "Kau sudah tidur?" tanya Frank. Di kasur yang sempit membuatnya tak leluasa untuk bergerak. "Aku tau kau belum tidur," ucap Frank. "Maafkan aku Viona, gara-gara aku terlambat kejadian itu."Viona mengepalkan kedua tangannya hingga sarung bantal itu lusuh. Air matanya mengalir kembali. "Aku tau kata maaf tidak bisa membuatnya berubah, tetapi aku sungguh meminta maaf pada mu." "Jaxon begitu menyukai mu. Aku tidak ingin membuatnya kecewa. Kau boleh membenci ku, tapi tidak untuk putra ku. Dari dulu daddy menyuruh ku kencan buta, tapi Jaxon tidak menerima beberapa wanita yang aku perkenalkan padanya.""Viona, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan dengan mu. Sesuatu yang penting, bisakah kita memulainya. Maksudnya kita berteman dulu hingga kau memahami ku dan aku mema
Frank menghentikan mobilnya tepat di depan sekolah Jaxon. Pria itu sedang memperhatikan Viona dari dalam mobil. Dia melihat Viona begitu perhatian pada Jaxon. "Apa yang kau bicarakan dengan Jaxon?" tanya Frank. Dia melihat Jaxon tertawa lebar dan Viona mencubit ujung hidungnya.Viona memasang sabuk pengamannya itu. "Jaxon meminta kita liburan."Jaxon yang tak pernah meminta sesuatu padanya justru ia sendiri yang harus menawarkannya. "Apa semenjak awal kau menyukai Jaxon?"Viona menoleh pada Frank, kemudian menunduk dan memainkan jari-jarinya. "Frank bagi ku seperti tiba-tiba, aku hanya bisa menghargai Jaxon. Mungkin aku tidak bisa seperto ibu kandungnya yang menyayanginya.""Viona, taukah dirimu. Aku melihat mu lebih menyayangi Jaxon dari pada Beliana."Viona memandang ke arah luar. Dia menyudahi percakapannya dengan Frank. Sedangkan Frank fokus menyetir dan menghentikan mobilnya di gerbang kampus. Frank menatap Viona yang tanpa mengatakan apa pun. Dia kembali menjalankan mobilnya ke
Frank menghentikan mobilnya di salah satu restaurant terdekat setelah menjemput Jaxon. Viona membantu Jaxon turun dan menggenggam tangannya. "Ayo." Ajak Frank. Dia menggenggam tangan Jaxon dan tersenyum melihat ke arah Viona. Dia merasa aneh dengan hatinya, ada rasa senang di yang bergelanyut manja di lubuk hatinya. "Sayang kau ingin pesan apa?" tanya Viona."Aku pengen udang Mom," ucap Jaxon dia tersenyum senang mendapatkan perhatian Viona. "Vio kamu ingin pesan apa?" tanya Frank.Viona tersenyum getir, panggilan Vio mengingatkan Frank di masa lalunya. Frank selalu memanggilnya Vio. "Di samakan saja dengan mu," ucap Viona.Frank memesan beberapa makanan yang ia sukai. Sambil menunggu makanan datang Frank ingin mengajak Viona berbicara."Vio, bagaiamana kalau kita liburan akhir pekan ini?""Mengajak ku?" tanya Viona. Sebenarnya ia kurang berkeinginan untuk liburan. "Ada Beliana, ajaklah dia. Aku ..""Kalau Mommy tidak suka, kita tidak perlu liburan Mom," timpal Jaxon. Dia tidak ing
Viona mengernyitkan keningnya ketika melihat Beliana yang sedang mengantar kue dan menaruhnya di atas nakas. Sedangkan Frank malah duduk di ranjang dan menyandarkan punggungnya."Frank aku sudah membawakan kue untuk mu," ucap Beliana. Tadi Frank memintanya untuk membawakan kue yang di buatnya dan mengantarkan ke kamarnya. Ia begitu senang akhirnya Frank mau memakan kue yang di buatnya.Frank melirik Viona yang berada tak jauh darinya. Niatnya hanya ingin membuat Viona cemburu padanya. Ia kesal karena Viona melihatnya seperti barang. "Ehem, ya sudah terima kasih Beliana. Kau sangat baik." "Frank bagaimana kalau aku menyuapi mu?" tanya Beliana.Frank yang awalnya ingin menolak, tapi karena ingin membuat Viona kesal akhirnya mengangguk. "Iya, terima kasih."Dia tersenyum dan Beliana mengambil kue cokelat itu di piringnya dan mulai menyuapi Frank.Viona melangkah ke lemari, ia menganggap tidak melihat apa-apa. Dia membawa beberapa pakaiannya dan berencana akan menginap beberapa hari ked