Bi Euis terlihat mondar-mandir di depan kamar Sari. Terlihat kecemasan yang terpancar dari raut wajahnya. Tidak lama kemudian ia melihat Tuan Adam yang datang sambil membopong tubuh istrinya. Dengan segera Bi Euis membukakan pintu pintu kamar Sari seraya bertanya, "Nyonya kenapa Tuan?" "Pingsan Bi," jawab Tuan Adam sambil membawa tubuh Sari masuk dan merebahkan di atas kasur.Bi Euis segera mengambil minyak kayu putih di atas meja. Lalu membalurkan ke pelipis dan hidung Sari agar cepat sadar."Bibi sudah panggil dokter?" tanya Tuan Adam dengan panik. Ia tidak menyangka Sari akan pingsan. Lelaki itu pun merasa bersalah sudah memaksakan kehendaknya tadi."Sudah Tuan, sepertinya dalam perjalanan," jawab Bi Euis mengira.Sari belum juga sadarkan diri, sampaiBeberapa saat kemudian Kang Asep datang dan memberitahu, "Tuan, Bu dokter sudah datang." "Suruh masuk Kang!" seru Tuan Adam sambil berlalu keluar.Tidak lama kemudian seorang dokter masuk ke kamar Sari dan segera memeriksa kondis
"Bawa Sari dan gugurkan kandungannya!” seru Tuan Adam sambil melempar sebuah amplop ke arah Damar, “kerjakan dengan rapi!” pesannya kemudian.Damar segera menangkap amplop itu dan menjawab, "Baik Tuan." Tersungging seulas senyum dari bibir lelaki itu.Sari sangat terkejut mendengarnya perintah Tuan Adam kepada Damar. Ia tidak menyangka suaminya bisa setega itu. Sari tampak menggeleng dan meminta, “Tidak Tuan, kumohon jangan lakukan itu! Biarkan saya memiliki anak ini. Saya janji tidak menuntut apa-apa dan akan pergi jauh.” Wanita itu kemudian bersimpuh meminta belas kasih Tuan Adam sambil berderai air mata.“Anak itu tidak boleh lahir!” tegas Tuan Adam tetap pada keputusannya.“Jangan Tuan, anak ini darah dagingmu sendiri!” Sari mengiba sambil kian terisak pilu.Sepetinya Tuan Adam sudah gelap mata dan tidak perduli dengan Sari yang terus memohon belas kasihnya. Tanpa berpikir panjang lagi, ia pun berseru kembali, “Cepat Damar, bawa dia!” “Baik Tuan,” jawab Damar sambil mendekat ke
Dengan langkah perlahan Sari memasuki halaman rumahnya yang sudah hampir setahun ia tinggalkan. Tok …! Tok …!Sari tampak mengetuk pintu dan berucap dengan pelan, “Assalamualaikum …."Tidak lama kemudian terdengar sahutan dari dalam, “Waalaikumsalam ….” Ketika pintu itu terbuka Bu Asih tampak terkejut melihat siapa yang telah datang ke rumahnya malam-malam. “Sari!” panggil wanita itu dengan senangnya.Sari segera menghambur dalam pelukan Bu Asih sambil memanggil, “Ambu ....” tangisnya seketika kembali pecah.Bu Asih segera membawa masuk putrinya tanpa melepaskan pelukan. Kemudian ia mengajak Sari untuk duduk sambil mengelus bahu putrinya agar tenang. Setelah Sari puas menumpahkan tangisnya, barulah Bu Asih mulai bertanya, “Apa yang sudah terjadi denganmu Nak. Kenapa kamu pulang sendiri, mana suamimu?”Sari tampak menghela nafas panjang dan menghempaskannya perlahan. Lalu ia mulai menceritakan semuanya tanpa dikurangi atau dilebihkan sedikit pun.Bu Asih tampak mendengarkan dengan se
Hari demi hari berlalu, Sari tetap tegar menjalani hidupnya yang berat. Sejak pernikahannya dengan Tuan Adam, semua orang menatap dengan sinis dan selalu menggunjingnya. Dia dicap sebagai perempuan tidak benar. Sehingga Sari memutuskan untuk tidak ke luar rumah.Namun, hidup harus terus berjalan. Tidak mungkin ia berdiam diri di dalam rumah terus, meskipun harus menahan sakit hati karena mendengar cibiran orang-orang. "Ibu-ibu, lihat tuh Sari! Saya jadi takut suatu hari nanti kampung kita kena sialnya!" ujar seorang wanita paruh baya ketika melihat Sari sedang berjalan seorang diri.Wanita berbaju merah pun segera menimpali, "Makanya kita sebagai perempuan harus bisa jaga diri. Jangan mau saja dibujuk rayu sama lelaki!" "Betul Bu, saya tidak menyangka padahal Pak Dulah dulu sangat alim, tetapi putrinya seperti itu. Kasihan Bu Asih, harus ikut menanggung dosa anaknya," sahut perempuan lain menimpali. Sari yang tidak tahan mendengarnya segera meninggalkan tempat itu. Sungguh hatinya
Lima tahun telah berlalu, mentari masih selalu menyinari bumi, begitupun dengan angin yang masih setia berhembus hingga kini. Keduanya masih sama dan tidak berubah, walaupun dimakan usia. Namun, kehidupan harus terus berjalan seperti kisahku.Di tempat inilah aku memulai hidup yang baru. Kini kusudah mantab berhijab sejak tiga tahun yang lalu. Perlahan kumulai bangkit dari ketepurukan dengan menata hati yang sudah remuk ini. Mencoba untuk melupakan semuanya meski itu tidak mungkin.Namun, setidaknya aku tidak lagi memikirkan masa lalu yang begitu kelam. Berkat kerja keras dan doa dari ambu sekarang aku mempunyai warung makan, walaupun kecil. Banyak orang yang mencibir usahaku dengan sebutan ‘Warung makan janda muda’, tetapi aku tidak perduli. Itu kuanggap seperti angin berlalu, kusudah bosan mendengarnya.Selain itu terkadang aku mendapat panggilan untuk memasak di hajatan. Alhamdulillah berkat usaha itu, aku dapat menopang perekonomian keluarga dan menyekolahkan kedua adikku, Jaka da
Aku kembali setelah lima tahun meninggalkan negri ini. Kuinjakan kaki lagi di sebuah tempat, di mana pernah menjadi sebuah kenangan yang tidak mungkin terlupakan seumur hidupku.Perasaan berdosa dan bersalah terus mengerogoti hatiku. Terutama cinta ini yang tidak pernah bisa padam, meskipun diriku sudah ada yang memiliki.Andai waktu dapat kuulang, aku tidak akan melakukan perbuatan terlarang itu. Kini aku merasa seperti mendapatkan sebuah hukuman atas perbuatanku di masa lalu. Sampai sekarang aku belum juga dikaruniai seorang anak pun. Sungguh aku sangat menyesali keputusanku pada buah cinta kita, Sari.Kini aku datang kembali, hanya untuk meminta maaf secara langsung kepadamu Sari. Wanita yang pernah kusakiti secara lahir dan batin. Sungguh aku tidak sanggup menanggung semua beban ini. Jika bukan karena masih memiliki sebuah iman, pasti aku sudah jadi orang gila karena setiap malam bayang-bayangmu dan lengkingan suaramu yang memohon dan mengiba di kakinya waktu itu. Seperti sebuah r
Seorang wanita cantik tampak tergesa memasuki sebuah kantor di Jakarta sambil menarik sebuah koper. Ia segera menuju ke sebuah ruangan yang memiliki jabatan penting di tempat itu. Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, perempuan itu langsung masuk sehingga mengejutkan seseorang yang berada di dalamnya.“Sovia, kapan kamu datang?” tanya lelaki itu yang sangat terkejut melihat kedatangan wanita yang dikenalnya.“Di mana Al, Zein?” Sovia tidak menjawab dan langsung balik bertanya.Zein segera berdiri dan menghampiri Sovia lalu berseru, “Duduklah! Tenangkan dirimu!”kemudian Zein segera mengambil sebotol air mineral dari sebuah kulkas mini dan memberikannya kepada Sovia. Kemudian ia ikut duduk di hadapan wanita itu. "Terima kasih," ucap Sovia sambil menerima pemberian Zein dan meminumnya beberapa teguk. Setelah beberapa saat kemudian, ia terlihat lebih tenang."Sekarang ceritakanlah, aku siap mendengarkannya!" seru Zein kembali. “Sudah beberapa hari Al tidak bisa dihubungi. Aku takut te
Tuan Adam memutuskan untuk sementara waktu akan menentap di Indonesia sampai menemukan Sari. Maka dari pada itu, ia segera menghubungi yayasan penyalur asistan rumah tangga dan keamanan. Tidak butuh waktu lama seorang perempuan dan dua orang security segera dikirim mengurus dan menjaga villanya.Tuan Adam memilih stay di vila karenadi tempat inilah hatinya merasa tentram. Ia ingin fokus mendekatkan diri kepada Sang Khalik. Bahkan sampai mengurung diri di dalam kamar untuk merenung dan melakukan ibadah. Hanya cara seprti itulah ia bisa merasa sedikit lebih tenang.Masalah pekerjaan bisa dikendalikan dari rumah. Lagi pula di kantor sudah ada Zein sebagai wakilnya. Jadi ia bisa fokus mencari Sari.“Kamu ada di mana Sari?” lirih Tuan Adam sambil menatap taman. Tiba-tiba bayangan sari sekilas berlari di hadapannya. Lelaki itu tampak tersenyum mengingat kebersamaan mereka waktu itu di sini.“Al,” panggil seseorang yang membuyarkan lamunan Tuan Adam. Tuan Adam segera menoleh dan menatap d