Eva tersenyum dan melambaikan tangan ketika mobil yang membawa Sena bergerak menjauh dari rumah. Setelah menemani laki-laki itu sarapan sambil berbincang ringan, dia mengantar ke teras. Tak lupa laki-laki itu mengingatkan agar Eva bersiap-siap untuk menghadiri makan malam di rumah salah seorang relasi bisnisnya. Tentu saja wanita itu mengiyakan karena memang sudah seharusnya dia mendampingi sang suami. Eva ingin menunjukkan bahwa dia benar-benar ingin mengabdikan diri sepenuhnya untuk Sena.Senyum wanita itu menghilang ketika ponselnya berbunyi. Dia menggerutu karena di pagi hari telah diganggu oleh panggilan dari benda tersebut, apalagi ketika melihat ID pemanggil yang tampil di layar ponsel. Eva berdecak keras. Apakah orang itu tidak mengerti perkataannya beberapa hari yang lalu? Dengan langkah lebar dan menghentak wanita itu menaiki anak tangga untuk kembali ke kamarnya. Dia tidak gila untuk menerima telepon di tempat terbuka, karena Eva bukan wanita yang bisa mempercayai siapa pu
Eva menatap pantulan wajahnya di dalam cermin dengan sorot bangga. Bagaimana tidak, dia yang memang sudah cantik tampak semakin mempesona setelah didandani di salon langganannya. Tempat itu bukan salon biasa, tetapi khusus diperuntukkan untuk para wanita sosialita. Tentu saja harga pelayanannya berbanding lurus dengan hasil kerja mereka. Make-up yang tidak berlebihan, tetapi membuat para pelanggan tampak semakin menarik dan elegan. Istilah kerennya tampak 'flawless'. Jika diberi rating, maka salon itu akan mendapatkan peringkat 10/10. "Duh, memang, ya, kalau model internasional di poles dikit aja cantiknya udah cetar membahana," puji seorang laki-laki kemayu yang menangani yang Eva. Dia menetap takjub kepada istri Sena tersebut. Eva melirik laki-laki itu sebentar, lalu dia berpindah dari kaca kecil ke kaca besar yang memperlihatkan seluruh pantulan tubuhnya. Untuk makan malam kali ini, Eva memilih rancangan dari Dior berupa gaun berwarna hitam pekat. Di bagian luar gaun menggunakan
Eva menggelengkan kepala cepat. Dua air mata lolos begitu saja jatuh ke pipinya. "Tidak! Aku tidak bermaksud seperti itu. Aku benar-benar mencintaimu Aryan, hanya saja ...."Aryan mengibaskan tangannya di depan wajah Eva dan berusaha membuka pintu. Namun, wanita itu masih keras kepala menghadang langkah laki-laki tersebut. "Aryan, bertahanlah sebentar lagi sampai Sena menceraikanku. Dia sekarang memiliki ....""Cukup Eva. Kalau kau benar-benar ingin bersamaku maka mintalah berpisah dari Sena!" potong Aryan.Eva terdiam, bibirnya terkunci rapat mendengar permintaan laki-laki itu. Melihat keterdiaman Eva, Aryan tersenyum getir. Dia mendorong tubuh wanita itu pelan agar tidak menghalangi langkahnya, membuka pintu lalu segera keluar dari ruang kerja Sena. Tinggallah Eva dengan perasaan kacau balau. Wanita itu melangkah dengan gontai ke sofa. Raut kekecewaan terlihat jelas di pelupuk matanya.Tadinya dia pikir Aryan akan seperti biasa, memohon dan memberikan dia waktu sampai Sena mencerai
Sena tidak tahu apa yang terjadi pada hatinya begitu mendengar kabar Laras jatuh pingsan di kamar. Hati laki-laki itu seketika gundah, tanpa memikirkan Eva dia berlari begitu saja menuju mobil dan memerintahkan sang sopir mengantarkan ke rumah orang tuanya, di mana Laras berada. Sepanjang perjalanan pikiran laki-laki itu selalu tertuju padanya, gadis yang kerap mengusik malam-malamnya. Wajah gadis itu tidak pernah bisa hengkang dari tempurung kepalanya, meski sekeras apa pun dia mencoba.Laki-laki itu tidak tahu bagaimana harus bersikap, di saat hatinya berisi oleh gadis lain, Eva datang menawarkan kebahagiaan untuk mereka berdua. Padahal dia sudah siap untuk menceraikan istrinya itu dan memberikan kompensasi yang pantas untuk Eva. Namun, kesalahannya selalu diungkit oleh wanita tersebut membuat Sena tidak berkutik. Ditambah beberapa bukti berupa foto-foto yang terkirim ke emailnya beberapa hari yang lalu. Dia tidak tahu siapa pengirim email tersebut, tetapi di sana disebutkan kalau E
Setelah pembicaraannya dengan Sena selesai, Aryan mengamati sekeliling ruangan pesta untuk mencari sosok Eva, tetapi dia tidak menemukan wanita tersebut. Jadi, Aryan benisiatif untuk mencari ke belakang bangunan. Di sana dia melihat Eva sedang duduk di pinggir kolam renang. Wanita itu membuat gerakan mengayuh dengan kakinya sehingga menciptakan beriak di atas permukaan air kolam. Aryan mendekat perlahan, menatap punggung Eva dengan perasaan entah ...."Sena memintaku untuk mengantarmu pulang." Akhirnya Aryan membuka suara, setelah memperhatikan Eva dalam diam beberapa saat.Terdengar decihan dari bibir wanita itu. "Tidak perlu, aku bisa mengurus diriku sendiri."Aryan memdekat lalu duduk di belakang Eva, di kursi rotan yang biasa digunakan untuk berjemur."Kenapa kau selalu saja keras kepala? Coba kau turunkan egomu sedikit saja, pasti kau tidak akan menderita seperti ini."Eva menoleh, dia menatap Aryan dengan sorot menajam. "Apa maksudmu?!" tanyanya dengan nada ketus."Eva, mungkin
Mata Sena berbinar melihat layar datar berukuran 32" inci di hadapannya. Ada haru yang merambati dada laki-laki itu melihat calon bayinya berada di dalam rahim Laras. Memang bentuk calon bayi itu belum terlalu jelas, tetapi dia yakin anak itu akan membawa kebahagiaan untuknya. Sena sengaja duduk membelakangi Laras, dia tidak mau gadis tersebut melihat matanya yang berkaca-kaca. Untuk pertama kalinya dia merasa menjadi laki-laki sejati."Kondisi janin sangat baik." Dokter berujar sambil menatap layar monitor kecil di hadapannya. Di dalam ruangan itu terdapat dua buah layar monitor untuk melihat hasil USG. Satu yang besar berada di ujung kaki tempat tidur pasien, sementara layar yang lebih kecil berada di samping tempat tidur."Kira-kira berapa usia kandungan, dok?" tanya Sena. Laki-laki itu kembali duduk di depan meja dokterDokter tadi meletakkan alat USG lalu meminta kepada perawat untuk membersihkan perut Laras yang telah diolesi gel. Dia berjalan ke mejanya sembari mencatat sesuatu
"Makasih banyak, Sen."Laras menunduk sembari melihat barang-barang belanjaan yang ada di dalam kantong belanjaan kertas. Andai saja tidak dicegah, mungkin saja laki-laki itu sudah memborong semua isi toko, belum apa-apa Sena sudah menghabiskan uang sepuluh juta rupiah. Orang kaya memang tidak pernah memikirkan berapa jumlah uang yang dibelanjakan karena mereka seolah-olah memiliki kekayaan yang tidak habis-habis."Tidak perlu, aku membelikan untuk anakku." Sena menjawab sambil merogoh saku celana bahannya. Dia menyerahkan sebuah kotak kecil ke hadapan Laras. "Aku punya hadiah untukmu."Mata Laras berkedip-kedip ketika Sena membuka kotak dari bahan beludru berwarna hitam. Seuntai kalung dari emas putih tampak berkilauan."I ... ini untuk aku?"Sena mengangguk. Dia menuntun Laras menuju meja rias, lalu mendudukkan gadis itu di sana. Dia kemudian mengambil kalung setelah meletakkan kotaknya di atas meja rias yang terbuat dari kaca.Laras menyampirkan rambutnya ketika Sena memakaikan kal
"Sen, mau ke mana?" Eva bersuara lembut memanggil laki-laki itu ketika hendak beranjak dari kursi. Mereka baru saja selesai makan malam yang khusus di masak oleh wanita tersebut Steak daging terderloin dengan tingkat kematangan medium rare yang diberi olesan saus barbeque, rebusan kentang, wortel, dan buncis menjadi menu makan malam favorit Sena."Aku mau ke ruang kerja, ada yang harus kukerjakan," jawab laki-laki itu singkat sambil meletakkan serbet yang digunakan mengelap bibirnya."Sayang ...." Eva menghampiri Rakasena yang berdiri di sebelah kursi yang baru dia duduki. "Apa kau lupa kalau aku ingin bicara sesuatu denganmu?" Wanita itu menatap suaminya dengan sorot memohon."Maaf, aku lupa. Apa yang ingin kau bicarakan?"Eva menggamit lengan Sena dan menuntun laki-laki itu berjalan pelan-pelan menuju tangga. "Aku sudah memikirkan tentang rencana kita mengusahakan bayi tabung. Aku juga sudah berkonsultasi dengan dokter dan mempercepat waktunya." Eva tersenyum dan menoleh ke arah Se