Share

5. Pria Kejam

Samantha sedikit merenung memikirkan bahwa kurang dari tiga minggu lagi dia akan menikah. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pernikahan. Hal itu jelas impian bagi setiap wanita yang jatuh cinta pada pasangannya sehingga ingin menghabiskan seluruh hidupnya bersama orang itu. Namun dalam kasus Samantha, pernikahan justru bagaikan sesuatu yang akan menawan hidupnya.

Samantha tidak mengenal Dante. Sedikit pun tidak. Tetapi dia akan menghabiskan satu tahun penuhnya untuk menjadi istri kontrak pria itu.

Entah dosa apa yang telah Samantha lakukan di masa lalu hingga harus terjebak dalam situasi rumit dan konyol seperti pernikahan kontrak. Samantha hanya berusaha untuk berlapang dada menerima semua hal itu. Jika saja bukan demi Elnathan Rayne, Samantha tidak akan bertindak sejauh ini.

“Hey, memikirkan apa?” Nicole menyikut Samantha dengan lengannya.

“Bukan apa-apa. Aku hanya sedang memikirkan sesuatu.” Samantha berusaha tersenyum meski terlihat jelas senyumnya begitu canggung.

“Memikirkan soal Elnathan dan rumah? Aku hanya ingin memberi tahumu satu hal, pintu apartemenku selalu terbuka untukmu, Samantha.”

Samantha tersenyum hangat. Kali ini senyumnya tidak terlihat canggung lagi. “Sekali lagi terima kasih. Tapi sekarang aku dan adikku tinggal di salah satu apartemen milik Jere. Kamu tidak perlu mengkhawatirkan soal itu lagi.”

“Syukurlah. Aku sangat lega mendengarnya. Lalu bagaimana soal mobil yang dihancurkan Elnathan? Apa kamu sudah ….”

“Kamu juga tidak perlu khawatir soal itu. Aku hampir menyelesaikan permasalahan tersebut dan Elnathan tidak akan dipenjara.”

Nicole mengangguk paham. Meski ia sangat ingin bertanya lebih detail, tetapi ia urungkan karena takut membuat Samantha merasa tidak nyaman. Bagaimanapun Nicole menyadari jika mereka berdua tidak begitu dekat, Samantha hanya akan menganggap Nicole adalah wanita yang senang ikut campur jika sampai bertanya lagi.

“Samantha, di depan ada seorang pria mencarimu.” July datang menghampiri.

Kening Samantha sedikit berkerut. “Siapa?” tanyanya bingung. Apa mungkin Jeremiah—sahabatnya itu? Tetapi sejauh ini Jeremiah tidak pernah mendatanginya di tempat kerja.

“Aku juga tidak tahu karena dia tidak memberi tahu namanya. Tapi dia adalah pria tinggi yang sangat seksi.”

Samantha semakin dibuat bingung dengan penjabaran July tentang seorang pria yang datang mencarinya itu. Samantha pun memutuskan untuk beranjak menghampiri daripada mati karena penasaran.

Sepanjang langkahnya Samantha dibuat cukup gugup. Entah mengapa otaknya tiba-tiba berasumsi jika pria itu adalah Dante. Ya, hanya pria itu yang bisa Samantha pikirkan saat mendengar kata seksi. Dante memiliki wajah yang begitu tampan dan rahang tegas yang membuatnya terlihat seksi.

Saat kedua matanya menangkap punggung lebar seorang pria yang berdiri membelakanginya. Samantha mengerang dalam hati sebab dugaannya sama sekali tidak salah. Orang yang datang mencarinya benar-benar Dante Adams.

“Tuan Adams,” panggil Samantha dengan pelan dan Dante langsung berbalik hingga membuat keduanya saling berhadapan.

“Bukankah sudah kukatakan padamu untuk meluangkan waktumu hari ini? Apa yang kamu lakukan sampai tidak menjawab satu pun panggilan teleponku? Kamu membuatku datang ke mari di tengah jadwalku yang sangat padat!” cecar Dante. Pria itu merasa sangat kesal.

“Maafkan aku, Tuan Adams. Tadi aku sedang pemotretan dan tidak memeriksa ponselku sama sekali. Aku—”

“Sudahlah, tidak usah memberi penjelasan. Sekarang kemas barangmu karena kita harus pergi memilih gaun pengantin. Kutunggu kamu di mobilku.” Dante bergegas pergi sebelum Samantha sempat membuka suara untuk menjawab.

Samantha menyemburkan napas berat sementara matanya berkeliling memeriksa area sekitar. Ia hanya tidak percaya Dante menyebutkan ‘gaun pengantin’ dengan begitu jelas. Beruntung tidak ada satu orang pun di sekitar sehingga membuat Samantha merasa sangat lega.

“Aku tidak percaya dia menyebut kata-kata itu dengan jelas. Dia yang menyuruhku merahasiakan hal ini, tetapi dia sendiri terkesan seperti tidak peduli.” Samantha menggeleng heran.

Detik berikutnya Samantha membuka langkah kembali ke studio untuk mengambil beberapa barang miliknya. Setibanya di sana ia disambut oleh Nicole yang bertanya siapakah yang datang mencarinya tadi.

“Dia pria pemilik mobil. Dia datang ke mari karena suatu hal,” kata Samantha pada Nicole. Ia mulai merasa tidak nyaman sebab Nicole terus bertanya.

“Apa dia menyuruhmu untuk segera membayar ganti rugi?” tanya Nicole lagi.

“Tidak.”

“Lalu untuk apa dia datang?”

Samantha menyemburkan napas berat melalui mulutnya. Ia sungguh lelah menghadapi pertanyaan Nicole yang tak ada habisnya. “Kamu tidak perlu tahu, Nicole. Aku tidak berkewajiban memberi tahu masalahku padamu, ‘kan? Dan bisakah kamu berhenti menanyaiku macam-macam? Aku merasa tidak nyaman.”

Nicole bergumam pelan. “Maafkan aku, Samantha. Aku tidak bermaksud membuatmu tidak nyaman.”

“Aku tahu. Sekarang aku akan pulang. Jaga dirimu,” ucap Samantha kemudian bergegas meninggalkan Nicole.

Samantha memutuskan untuk sedikit berlari agar cepat tiba di tempat parkir. Ia sudah membuat Dante merasa kesal karena tidak menjawab panggilan teleponnya, ia tidak ingin menambah rasa kesal pria itu karena tidak cukup bergegas.

Tin! Tin!

Dante memberi isyarat kepada Samantha dengan membunyikan klakson mobilnya. Sehingga wanita itu dapat mengetahui di mobil mana sebenarnya Dante berada.

“Maaf membuatmu menunggu.” Samantha melontarkan kalimat tersebut saat dirinya baru saja duduk di kursi penumpang di samping Dante.

“Apakah kamu memang seperti ini?” Dante bertanya tanpa menoleh ke samping. Matanya fokus menyorot jalanan di depan.

“Apa maksudmu, Tuan Adams?” Samantha kebingungan. Ia tidak tahu ke mana sebenarnya topik pembicaraan Dante mengarah.

“Kamu selalu meminta maaf. Apa kamu memang mudah meminta maaf atau bagaimana?” Bagi Dante yang sangat jarang mengucapkan kalimat tersebut, tentu membuatnya merasa aneh. “Kamu bahkan meminta maaf demi sesuatu yang jelas bukan kesalahanmu.”

Dante masih ingat dengan jelas saat Samantha meminta maaf untuk mewakilkan adiknya. Bagi seorang kakak yang juga mempunyai adik, Dante tidak pernah bertindak demikian. Mengapa ia harus repot-repot meminta maaf sementara yang salah adalah adiknya? Dante jelas tidak mau!

“Entahlah. Awalnya aku hanya tidak ingin masalah membesar jika membalas dengan argumen. Kupikir aku bisa meminimalisir masalah dengan meminta maaf. Dan akhirnya menjadi kebiasaan.”

Bagi seseorang yang sudah terlanjur dibuat lelah dengan kerasnya kehidupan, Samantha tidak ingin membuang tenaganya lebih banyak lagi dengan berargumen. Tetapi bukan berarti ia akan diam saja ketika ditindas.

Dante tersenyum miring. “Pemikiran yang bodoh,” cicitnya pelan.

“Ya? Kamu bilang apa?” Samantha tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang telah diucapkan Dante. Dilihat dari bagaimana pria itu tersenyum miring, Samantha cukup yakin jika Dante mungkin mencacinya.

“Bukan apa-apa. Tapi Nona Rayne, dengan pemikiranmu itu orang-orang akan sangat mudah menindasmu. Mungkin awalnya mereka akan berpikir kamu adalah wanita yang hangat dan baik. Tapi pada akhirnya mereka juga akan menyakitimu tanpa merasa bersalah.”

Seperti yang dilakukan Dante sekarang. Pria itu telah menindas Samantha tanpa wanita itu sadari. Dan seperti yang dikatakannya barusan, ia juga tidak merasa bersalah telah menyeret Samantha dalam kebohongan yang telah ia ciptakan. Sungguh pria yang kejam.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status