Mutiara dan Renita turun dari mobil kijang Innova yang disupiri Mang Karman, supir perusahaannya. Mobil yang dikendarainya juga mobil dinas perusahaan. Selama bekerja sebagai general manager di PT Sanjaya Sejahtera ini, Mutiara tidak memiliki mobil pribadi, hanya mobil perusahaan yang menemaninya ke setiap acara perusahaan maupun acar pribadinya.
"Kita akan mencari gaun pesta di sini saja, Ren."Renita menatap bangunan ruko sederhana di hadapannya ini. Jelas ini adalah toko baju kelas menengah ke bawah, sebagai seorang istri direktur, kenapa Mutiara memilih pakaian dari kalangan seperti ini? Renita bahkan beberapa kali melihat Tommy membawa wanita-wanita simpanannya ke butik mahal."Di sini pakaiannya juga bagus-bagus. Tidak perlu mahal untuk mendapatkan barang bagus, uangnya bisa kita sisihkan untuk yang lain," ujar Mutiara seperti paham yang dipikirkan oleh bawahannya ini."Oh, iya Bu. Saya juga terbiasa belanja di toko seperti ini."Ketika masuk ke toko, ternyata toko itu menyediakan pakaian pesta daripakaian tradisional hingga gaun-gaun cantik, ada juga gamis untuk pakaian muslimah. Mutia memilih gaun pesta berbahan brokat berwarna ungu, dia membelikan pakaian serupa untuk Renita, Renita memilih warna krim."Wah, ternyata pas sekali ukurannya, Kak. Tubuh kakak ini memang seperti model papan atas," puji pelayan toko itu setelah mutiara mencoba gaunnya."Wah, iya. Hanya saja punya aku kepanjangan," keluh Renata."Bisa kami potong sebentar, Kak. Kakak bisa menunggu sebentar."Sambil menunggu baju Renita selesai, Mutia dan Renita menuju ke salon kecantikan yang tidak jauh dari butik, masih salon yang sederhana dengan tarif hanya beberapa ratus ribu. Di salon Mutia cukup menata rambutnya dan mengoleskan make up sederhana dan natural di wajahnya. Setelah selesai semuanya, kedua wanita itu bersiap menuju kediaman paman Mutiara."Aduh, Bu ... Dasarnya ibu ini memang cantik, dipakein baju seharga dua ratus ribuan juga malah semakin cantik," puji Renita yang melihat pakaian Mutiara terlihat wah, dibandingkan dengannya, walaupun harga dan bahannya sama."Bisa aja kamu, Ren. Mungkin saya cocok memakai warna ini.""Bisa jadi, Bu. Ibu pintar memilih warna."Ketika sampai tujuan, sebuah hotel bintang lima di kawasan bisnis di kota ini. Rupanya pamannya masih seperti dulu, suka sekali menghamburkan uang demi sebuah prestisius. Bagaimana tidak banyak hutang lelaki itu, gaya hidup Hedon seperti ini membuatnya bersikap serakah dan egois."Wah, meriah sekali pestanya, Bu. Seperti pesta pernikahan, padahal kan cuma anniversary saja, kan?" seru Renita."Ya, begitulah. Ini anniversary pernikahan mereka yang ke dua lima, pernikahan perak. Tentu saja dirayain semeriah-meriahnya.""Berapa budget untuk mengadakan pesta seperti ini, ya?""Kamu gak usah mikirin sampai segitunya, Ren. Nanti malah stress.""Eh, iya Bu, maaf ...," jawab Renita sambil terkekeh menertawakan kekonyolannya sendiri.Mereka berjalan beriringan menuju ke arah meja-meja tamu undangan. Ketika melihat pasangan paman dan bibinya, Mutiara berjalan menuju ke arah mereka."Mutia? Kamu datang sendiri?" tanya Erni istri pamannya."Selamat, ya Om, Tante ... Semoga langgeng pernikahannya," ujar Mutia yang langsung mengulurkan sebuah paper bag."Oh, apa ini?" tanya Erni dengan antusias."Kamu datang sendiri?" Kini Hilman yang bertanya pada keponakannya."Ini, datang berdua dengan Renita asistenku.""Maksud Om, kamu gak datang bersama Tommy?""Tadi dari kantor langsung ke sini, gak sempat mau ketemu Tommy dulu.""Ah, alasan saja kamu," sungut Hilman yang sebenarnya sudah tahu apa yang terjadi pada rumah tangga keponakannya ini."Duh, Mutia ... Tidak sia-sia kamu menikah dengan orang kaya, kamu memberi Tante gelang berlian?!" seru Erni dengan tatapan terpesona pada benda ditangannya."Itu hasil jerih payah aku selama bekerja, Tante. Bukan dari siapapun," jawab Mutiara dengan jengah."Seharusnya kamu itu berterima kasih pada Om yang sudah menjodohkanmu dengan Tommy, pewaris PT Sanjaya Sejahtera. Kalau menikah dengan Fahri nggak tahu kamu palingan cuma makan gaji UMR.""Betul itu Mutia. Sekarang kamu makan, sana ... Tante masih banyak tamu. Sudah itu kamu bantu menerima tamu, banyak banget tamu Om sama Tante kamu ini," ujar Erni dengan riangMutia tahu betul bagaimana karakter tantenya itu, bagaimana tidak? Dia sudah satu rumah dengan wanita itu selama delapan tahun. Wanita paruh baya itu hanya bisa menghargai orang jika punya uang dan menguntungkan baginya, tentu saja hari ini wanita itu bersikap begitu ramah padanya karena hadiah gelang bermata berlian seharga lima puluh juta yang Mutiara hadiahkan padanya."Hei, Jeng Erni ... Selamat, ya? Happy anniversary, Jeng ....""Eh, Jeng Diana ... Loh, kok datang sendiri, Jeng. Kok nggak bareng menantunya? Itu loh Mutia sudah datang," seru Erna dengan antusias."Loh, Mutia ... Kamu sudah datang?" tanya Diana yang merasa surprise."Iya, Ma.""Mana Tommy?""Mutia datang bersama Ernita, Ma. Tadi dari hotel Novotel menemui pak Rio Dewanto.""Oh, Rio Dewanto dari Adiguna grup?""Iya, Ma.""Bagaimana ini si Tommy. Padahal Mama sudah menyuruhnya untuk datang ke sini," keluh Diana."Ya, sudahlah, Jeng. Kita bergabung dengan teman-teman arisan kita, yuk?" ajak ErniSetalah kedua ibu-ibu itu pergi dari hadapan mereka, Mutia segera mengajak Renita ke stand makanan."Kita makan dulu, Ren. Sudah itu kita pulang saja.""Kok cepat banget, Bu. Sebentar, saya lihat penampilan Anomali dulu ya, Bu," ujar Renita.Mata Renita tidak lepas dari grup musik anomali yang sering ditontonnya di YouTube. Hebat sekali paman bosnya ini bisa menyewa grup musik beraliran slow pop, jenis musik kesukaannya ini."Ibu mau apa? Biar saya ambilkan?" tawar Renita ketika sudah sampai stand makanan."Tidak usah, aku bisa ambil sendiri. Ayo, kita ambil bersama," ujar Mutia yang langsung mengambil piring dan sendok yang tersedia di sana."Wah ... Wah, datang juga OKB, orang kaya baru ke sini?" cibir seorang perempuan muda dengan penampilan glamour di belakang perempuan itu berdiri empat orang temannya yang berpenampilan sama."Evita?" tegur Mutia"Hmm, baju yang kamu kenakan ini pasti mahal ya harganya? Berapa juta? Sejuta, dua juta? Enak banget jadi istri direktur," cibir Evita yang ditanggapi tawa teman-temannya."Jadi Mutia ini sudah kaya ya, Vit? Nggak jadi pembantu kamu lagi, dong?" celetuk salah satu teman Evita."Ya gitu, deh ... Tapi cuma istri di atas kertas saja. Kalian tahu Tommy Sanjaya?""Iya, Tommy anaknya pengusaha Herry Sanjaya itu, ya?""Betul, banget. Kalian tahu, kan? Tommy itu pacarnya di mana-mana. Ada yang jadi istri simpanan sampai artis ibu kota juga jadi selingkuhannya.""Oh? Apa Mutia menikah dengan lelaki itu?""Iya, kasihan kan? Istri gak dianggap.""Uh, kasihan banget ...."Mutia hanya menghela napas mendengar ejekan dari para gadis yang dulu pernah satu sekolah dengannya. Evita dan Mutiara bersekolah di SMP dan SMA yang sama saat kedua orang tua Mutiara meninggal karena kecelakaan. Tetapi Evita tidak pernah menganggapnya saudara, gadis itu selalu memperlakukannya layaknya seorang pembantu, sehingga teman-teman di sekolah juga menganggap demikian. Di masa SMP dan SMA, Mutiara akhirnya tidak memiliki teman karena dia sekolah di sekolah elit dan selalu direndahkan oleh siapapun di sana."Sudahlah, aku mau makan dulu, ya?" pamit Mutiara dengan sopan."Eh, nanti dulu. Kayak kelaparan aja kamu, apa kamu gak diberi nafkah sama suamimu itu sehingga mau makan gratis di sini?" sinis Evita."Mau apa lagi sih, Vit? Aku sudah menuruti semua kemauan kamu. Kamu memintaku menikah dengan lelaki yang harusnya dijodohkan denganmu sudah kuturuti, terus sekarang maunya kamu itu apa?" ujar Mutiara dengan jengkel."Wuah, ada apa ini? Jadi sebenarnya Tommy itu mau dijodohkan sama kamu, Vit?" tanya Riana, teman akrabnya Evita sejak SMP."Tadinya iya, tapi aku nggak Sudi karena sudah tahu perangainya seperti apa," jawab Evita."Lantas kenapa kamu seolah-olah tidak terima?" tanya Mutiara."Siapa yang tidak terima? Makan saja itu si Tommy. Yang membuatku tidak terima, kamu sudah memiliki Tommy, tapi kenapa tidak mengikhlaskan Fahri untuk aku?" sewot Evita"Evita ... Urusan Fahri itu bukan aku yang punya hak untuk mengendalikan pikiran dan hatinya, dia berhak sendiri. Kalau dia tidak mau menikah denganmu dan dia hanya mencintaiku, ya bukan salahku. Kau tidak bisa mendapatkan semua yang kau inginkan, Vit. Fahri itu manusia yang punya hati, bukan barang yang harus kuberikan padamu.""Kamu ... Kamu memang keterlaluan, Mutia! Dasar perempuan tak tahu diri kamu!!"Evita benar-benar merasa tertampar dengan omongan Mutia. Sudah berani wanita ini dengannya, ya?"Kamu memang harus diberi pelajaran!!""Ada apa ini?" Suara bariton yang cukup berwibawa menghentikan tangan Evita yang sempat akan melayang ke pipi Mutiara."Ada apa ini?" Suara bariton yang cukup berwibawa menghentikan tangan Evita yang sempat akan melayang ke pipi Mutiara. Semua orang menoleh ke asal suara, tampak lelaki dengan wajah tegas dan sombong memandang ke arah Evita dengan sengit, beberapa orang tampak segan dan mundur pelan-pelan. Mutia sendiri hanya diam, dia sedikit heran kapan pula lelaki ini datang ke sini? biasanya juga tidak mau menghadiri acara apapun yang diadakan oleh keluarga Mutia."Kak Tommy? eh, anu ... Kapan datang?" tanya Evita dengan gugup."Aku sudah dari tadi, tampaknya kau akan melakukan sesuatu pada istriku, ya?" tanya Tommy dengan sorot mata mengintimidasi "Eh, nggak kok, kita hanya mengobrol biasa saja, iya kan, Mutia?" jawab Evita dengan takut-takut.Mutia yang dibawa-bawa namanya hanya melengos, dia bahkan pergi ke stand makanan seperti yang akan dia lakukan tadi."Aku akan mengambil makanan," ujar Mutia dengan nada tidak peduli."Kalau begitu, silahkan nikmati pestanya kak Tommy, aku akan menyapa tem
Akhirnya Diana hanya bisa menahan amarahnya pada putranya ini. Selama ini Diana berharap agar Tommy mau tinggal bersamanya agar hubungan suami istri ini bisa harmonis, tetapi ternyata putranya sudah membeli tempat tinggal, sehingga Diana tidak bisa sepenuhnya mengendalikan putra dan menantunya."Baiklah, Mama tunggu kehadiran kalian di rumah Mama besok. Jangan mengelak lagi!" Pesta anniversary Hilman masih berlangsung dengan meriah, dipanggung kedua pasangan paruh baya itu tengah memotong kue ulang tahun, disusul tepuk tangan yang meriah. Semua anggota keluarga diminta Hilman ke atas panggung tak terkecuali Mutiara dan Tommy. Semua anggota keluarga menerima suapan cake dari tangan lelaki paruh baya itu. "Mutia, aku minta maaf. Ini, kuberikan minuman soda ini sebagai tanda maaf dariku. Kita ini saudara, sudah seharusnya aku berterima kasih padamu, tetapi selama ini aku selalu memusuhimu."Mutiara cukup terkejut mendengar perkataan Evita. Gadis itu sengaja mendatanginya dan memberikan
Suara berisik dan lenguhan terdengar dari kamar mandi. Mutiara sudah tidak tahan, guyuran air dingin dari kran tidak dapat meredakan rasa panas yang menjalar di seluruh tubuhnya, justru semakin membuatnya tersiksa. Kamar ini hanya dilengkapi dengan shower, tidak ada bath tub-nya. Tubuh Mutia sudah kedinginan, tetapi rasa aneh itu malah semakin menjadi-jadi. "Ouh!" lenguh wanita itu sambil meraba seluruh tubuhnya. "Ouh, aku kenapa? Ah ...."Ada perasaan nyaman ketika tangannya meraba bagian sensitifnya, perasaan itu menimbulkan sensasi tersendiri yang tidak bisa dia ungkapkan dengan kata-kata.BrakTiba-tiba pintu kamar mandi terbuka lebar, tentu saja Mutia terkejut luar biasa. Sesosok lelaki dengan tubuh tegap, rahang tegas dan di tumbuhi bulu-bulu halus, berdiri di pintu dengan mata menyipit menatapnya intens."Hei, siapa kamu? ke_ kenapa masuk ke ... ke sini?" tanya Mutia dengan gugup manakala lelaki itu melangkahkan kakinya dengan perlahan."Pergi ... pergi ...."Dengan tubuh gem
Diaz duduk termenung di kursi kebesarannya, jarinya tak lepas menjepit sebuah rokok, menghisapnya perlahan, asap mengepul di ruangan ini menggumpal, lalu menyebar. Rais terpaksa membuka jendela, sudah sering diingatkan agar atasannya jangan merokok dalam ruangan ber-AC, tetapi lelaki itu mana peduli, akhirnya membuka jendela dan mematikan AC yang bisa Rais lakukan.Sejak pagi Diaz tampak galau dan gelisah, sudah hampir dua bungkus rokok yang dibakar sia-sia. Ketika ditawari makan siang, lelaki itu juga menolak. "Kenapa masih di sini? bukankah kau mau makan siang?" tegur Diaz yang melihat Rais masih berdiri di ruangannya."Apa anda mau memesan sesuatu? Nanti saya bawakan.""Ya, bawakan saja aku makanan yang bisa dimakan!" perintah Diaz dengan asal Kembali asap rokok memenuhi ruangan ini, rasanya Diaz benar-benar bisa gila memikirkan kejadian tadi malam. Malam tadi sebenarnya adalah malam impiannya, bagaimana tidak? Sudah lima tahun dia memimpikan wanita itu dalam rengkuhannya, tetapi
Sampai ruangan Tommy, lelaki itu masih sibuk mengurusi dokumen di tangannya. Ketika melihat Mutiara, lelaki itu langsung meletakkan dokumen dan menatapnya dengan tajam."Kemarin kamu ke mana?" tanya lelaki itu dengan mata tajam.Mutiara sebenarnya gugup mendengar pertanyaan suaminya ini, namun sebisa mungkin dia menampilkan sikap wajar di hadapannya."Aku menginap di rumah Renita," ujarnya dengan nada biasa."Kenapa kau menginap di rumahnya?" buru Tommy dengan tidak puas."Aku bosan! di rumah juga tidak ada orang. Aku akan menginap di rumah mama, tetapi mama belum pulang juga. Aku hanya butuh teman ngobrol dan nonton drama bersama.""Setidaknya kau hubungi aku atau tinggalkan pesan.""Buat apa? selama ini kutelpon kamu juga tidak mengangkat, kukirim pesan juga tidak dibalas. Aku juga punya titik jenuh dan bosan. Bukankah kau melarangku ikut campur masalahmu? seharusnya kau juga seperti itu padaku.""Aku ini suamimu!""Hanya suami di atas kertas. Apa kau memanggilku demi ini?"Tommy te
Siska Artamevia, hanya karena wanita itulah Tommy menjadi orang yang kehilangan kepribadian. Sekarang yang menanggung akibatnya adalah Mutiara. Kewarasan Tommy tergerus semua karena wanita ini. Mutiara memang belum pernah bertemu langsung dengan wanita ini, tetapi dia selalu melihat penampilan wanita ini yang wara-wiri di layar kaca. Sudah tiga tahun wanita ini menetap di luar negeri, bersama suaminya. Tetapi kenapa dia kembali? Mutiara tidak mengikuti berita tentang wanita ini, buat apa juga? Mereka hanya mantan. Tetapi detik ini, Mutiara merasa meremehkan wanita ini mana kala pegangan tangannya di lengan lelaki ini diurai perlahan, sorot mata lelaki ini begitu berbinar menatap ke arah panggung.Apa lagi yang diharapkan pada lelaki ini? Bukankah dia juga sering diselingkuhi dengan banyak wanita? Bertambah satu lagi mantannya, apa bedanya? Mutiara hanya berdecak, selanjutnya dia berjalan perlahan bergabung dengan istri Rio Dewanto, sambil sesekali mengamati pergerakan suaminya.Memang
Sesuai dugaan Mutiara, Tommy memang tidak pulang. Bahkan sampai dua hari. Dia juga tidak pergi ke kantor, pasti mengencani artis itu. Mutiara bersikap biasa saja, dia bekerja seperti biasa, pulang ke rumah seperti biasa. Tidak ada yang berubah di hidupnya. Tommy bahkan pernah pergi selama sebulan waktu berkencan dengan seorang foto model, mereka berlibur ke Pulau Hawai. Ini baru dua hari belum ada apa-apanya. Tetapi yang membuat gerah, pagi ini Clarisa sudah menunggu di ruangannya dengan wajah congkak, seolah-olah dia istri sahnya Tommy."Mau apa kamu ke sini?!" tanya Mutiara dengan nada tidak suka "Kenapa Pak Tommy tidak ke kantor dua hari ini?" tanya Clarisa dengan mengintimidasi."Loh, aku pikir dia pergi ke tempatmu?" "Apa?" Clarisa menyipitkan matanya heran melihat Mutiara yang biasa saja mendapat cercaan darinya."Anda kan istrinya, Bu! tapi anda kok tidak tahu ke mana Pak Tommy pergi, gimana sih?""Aku memang istrinya, tetapi kamu kan kekasihnya? kekasih ... itu artinya orang
"Siska rela menjadi yang kedua. Jadi aku akan menjadikan istri kedua. Kamu tetap menjadi istri pertamaku."Tubuh Mutiara menegang seketika. Brengsek, ternyata lelaki ini tidak akan melepasnya sama sekali. "Bukankah kau cinta mati dengan wanita itu? Kenapa masih tidak mau melepaskan aku?" ujar Mutiara dengan suara bergetar, menahan emosi yang sudah menumpuk di dada."Bagaimana aku bisa melepaskan mu? kau adalah tambang emasku. Aku akan menjadikan Siska istri yang kucintai bahkan kutiduri, sementara kamu bertugas menjaga perusahaan ku, bagaimana? kurang baik apa aku?"Prangspontan Mutiara melempar gelas yang dipegangnya, tepat sasaran! gelas itu mengenai kepala Tommy dan jatuh pecah beberapa bagian di lantai. Tommy yang tidak menduga akan hal itu, menatap Mutiara dengan mata melotot, darah segar mengalir dari pelipisnya.Mutiara juga tidak menduga dengan tindakan spontan nya itu, tangannya gemetar dan wajahnya pucat, darah di pelipis Tommy sudah mengalir hampir mengenai mata."Kau ber