"Oma Emma?" tanya Zoya dengan suara yang terdengar gemetar. Nama itu membuatnya melemah, seseorang yang bahkan lebih dia takuti dibandingkan Aland."Iya Ma, Oma Emma namanya. Dia nenek yang sangat baik, bukan hanya memberikanku mainan ini tapi dia juga memelukku dengan sangat erat. Aku menyukainya!" terang Austin antusias, apalagi dia sambil membayangkan pelukannya dengan Oma Emma tadi. Rasanya seperti memeluk neneknya sendiri. kasih sayang yang tak pernah dia dapatkan, karena selama ini di dalam hidupnya hanya ada sang mama. Tidak ada yang lain.Mendengar cerita itu, Zoya segera menarik Austin untuk lebih dekat. Kedua matanya bergerak liar memandang ke sekitar. Benarkah mama Emma ada di sini? dimana? Zoya mencarinya dengan cemas. Jantungnya sudah bergemuruh hebat."Apa kamu tau siapa nama lengkap Oma Emma itu?" tanya Zoya kemudian, kini dua telapak tangannya sudah basah dengan keringat dingin. Semoga saja ini adalah Emma yang lain."Tau Ma, nama lengkapnya adalah Oma Emma Floyd."D
"I-iya, dia sedikit mirip dengan Austin," jawab Zoya dengan suara yang terdengar putus-putus. Zoya sesaat tergugu saat memandang foto itu. Ada desiran nyeri di dalam hatinya ketika melihat foto tersebut, apalagi saat mendengar Aland yang menyebut bahwa foto itu adalah foto istrinya.Aland seolah bangga sekali mengakui Zara sebagai istri, sesuatu hal yang selama ini tidak pernah Zoya bayangkan. Rasanya sangat tidak mungkin jika Aland benar-benar menganggapnya sebagai istri. Apalagi setelah 6 tahun waktu berlalu. Zoya justru berpikir, Aland telah kembali pada kekasihnya dulu, Adeline.Apa yang dia dengar ini sangat-sangat tidak mungkin.Puas memandangi fotonya sendiri, akhirnya Zoya buru-buru meletakkan foto itu kembali di atas meja, bahkan sedikit mendorongnya agar lebih dekat kepada Aland."Apa kamu masih mencari istrimu itu?" tanya Zoya, dia coba mengendalikan hatinya sendiri agar tidak terbawa perasaan. "Apa sebelum Zara pergi dia sedang hamil anak kalian?" tanyanya lagi, lalu menel
Melihat Zoya yang begitu antusias mempertanyakan tentang penyelidikannya, justru membuat Aland terdiam. Dia takut Zoya akan marah Jika dia katakan yang sebenarnya. "Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu terkejut seperti itu, hanya banyak kebetulan saja. Salah satunya wajah Austin," jawab Aland.Ya, akhirnya dia putuskan untuk menjawab seperti itu saja. Dan dilihat jelas olehnya Zoya yang menghembuskan nafasnya secara perlahan."Baiklah, sepertinya kamu tidak ingin aku tau," balas Zoya kemudian, cukup kecewa atas jawaban Aland tersebut. Tapi dia tak ingin terlalu nampak jika ingin tahu. Jangan sampai Aland justru merasa curiga dengan sikapnya."Ya sudah, pulanglah, aku akan meminta Austin dan Elea untuk istirahat."Namun sebelum Zoya beranjak, Aland sudah lebih dulu berucap menahan. "Zoy.""Apa?""Besok kan akhir pekan, apa boleh aku mengajak Austin pergi?""Untuk menemui mama mu? tidak boleh, jika ingin bertemu datang saja ke restoran," balas Zoya dengan tegas. Enak saja ingin menemui
Rama adalah salah satu orang yang paling berharga di dalam hidup Zoya, pria yang membantunya berhasil hingga seperti ini. Apa yang dia dapatkan sekarang jauh lebih baik ketimbang jadi istri seorang pria konglomerat. Zoya bisa berdiri di kakinya sendiri, tak ada yang menatapnya dengan remeh seperti dulu."Austin, biarkan om Rama makan dulu, makanannya sudah siap," ucap Zoya, dia datang ke ruang tengah dan melihat kedua orang itu masih sibuk bermain, Austin terus bicara membanggakan tentang robot mainannya. "Baik Ma, aku akan masuk ke kamar, bermain sebentar lagi lalu tidur," jawab Austin."Tidak ingin menemani Om makan?" tanya Rama pula. Dan Austin langsung menggeleng, "Besok kita bermain di pantai saja, malam ini aku akan bermain dengan Robot ku dulu," tawar bocah itu hingga membuat Rama tertawa. Austin yang sangat menyukai robot itu sampai telah menceritakan asal usulnya pula, tentang Oma Emma, nenek baik yang telah memberikannya robot."Oke, kalau begitu masuk lah ke kamar mu.
"Sudahlah, tidak usah lagi bicarakan tentang mereka. Terserah mereka mau melakukan apa, itu bukan urusan kita," ucap Zoya, yang tidak ingin pembicaraan ini jadi menjalar ke mana-mana.Kebenaran tentang Aland sudah dia kubur dalam-dalam, Zoya tidak ada niat sedikitpun untuk mengungkapkannya. Apalagi berbagi pada orang lain, termasuk Rama."Kamu benar, itu bukan urusan kita," balas Rama, bibirnya tersenyum saat mengucapkan kalimat tersebut. Tadi memang begitu antusias untuk membahas tentang keluarga Floyd tersebut, tapi setelah mendengar ucapan Zoya, kini rasa penasarannya pun seketika menghilang.Rama kemudian mengambil gelas minumnya berisi teh hangat, dia seduh itu untuk menghangatkan tubuhnya yang terasa dingin. "Kamu juga harus minum," kata Rama, dia memberikan gelasnya untuk Zoya karena tadi Zoya tidak membuat minum untuknya sendiri.Kata Zoya dia tak suka minuman hangat, tapi sekarang Rama justru memaksanya."Aku tidak mau," tolak Zoya."Sedikit saja," balas Rama.Zoya mendengus,
"Cukup Ma," kata Aland."Percaya pada mama Al, tiap kali Zara memasak makanan seafood pasti seperti ini rasanya," tagas mama Emma, bicaranya pelan namun penuh dengan penekanan. Sungguh, dia ingin kali ini Aland mendengarkan apa yang dia utarakan.Rasa makanan ini tak bisa mereka abaikan begitu saja, pasti ada hubungannya dengan Zara.Sementara Aland justru menghembuskan nafasnya kasar, sebuah tanggapan yang justru seolah kecewa, tanggapan yang seolah justru meminta mama Emma diam."Pelayan!" panggil mama Emma, kini tak ada yang bisa menghentikan dia. Karena mama Emma memiliki keyakinannya sendiri."Iya Nyonya, ada yang bisa saya bantu?" tanya pelayan itu ketika dia sudah berdiri di hadapan dua pelanggan."Siapa yang memasak makanan ini? rasanya sangat enak," tanya mama Emma."Yang memasak adalah koki restoran ini Nyonya, tapi resepnya dari Nyonya Zoya, pemilik restoran ini," jelas sang pelayan apa adanya.Membuat mama Emma mengangguk-anggukan kepalanya tanda paham. "Baiklah, terima
Zoya sontak tertawa hambar saat mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Mama Emma. Meski dalam hatinya bergemuruh merasa takut. Dengan gamblangnya mama Emma mempertanyakan tentang Austin.Sedangkan Aland sudah menatap sang mama dengan mata yang mendelik."Kenapa Oma bertanya seperti itu pada mamaku?" tanya Austin, suaranya yang kecil mampu menggetarkan hati semua orang dewasa di sana. Zoya bahkan langsung berjongkok untuk memeluk sang anak.Tapi belum sempat Zoya bicara sepatah katapun, Aland sudah lebih dulu berucap. "Maaf Austin, Oma Emma tidak bermaksud apapun menanyakan tentang hal itu. dia hanya salah bicara," ucap Aland. Mama Emma sendiri mulai menyadari bahwa dia salah, ego di dalam hatinya membuat dia menyakiti perasaan Austin."Maafkan aku Zoya, aku tidak bermaksud seperti itu," kilah mama Emma, tapi kini Zoya bukanlah wanita yang mudah untuk diajak bernegosiasi. Dengan menggendong sang anak, Zoya kembali bangkit berdiri. Dia sedikitpun tidak menatap ke arah mama Emma, nam
Aland masih berdiri di posisi yang sama sampai Zoya tak terlihat lagi di matanya. Sebenarnya Aland pun seringkali menebak apakah Zoya adalah Zara, berulang kali dia temukan kesamaan di antara mereka berdua.Tapi wajah yang berbeda dan identitas yang tak sama membuatnya sulit untuk mengidentifikasi. Aland masih butuh waktu untuk mengurai semua teka-teki ini. Dan kedatangan Mama Emma membuat rencananya jadi buyar."Pak Aland, ayo masuk!" teriak seorang guru dari arah dalam sekolah. Aland pun sontak menoleh dan menganggukkan kepalanya sebagai jawaban iya.Jam 7 lewat 15 menit, pintu gerbang telah di tutup. Anak-anak sudah dipastikan datang semua. Sekolah taman kanak-kanak ini tidak terlalu besar, mereka bahkan hanya mampu menerima murid sebanyak 30 murid saja.Sebenarnya jasa guru juga tidak banyak, Aland diterima karena dia tidak dibayar sedikitpun dari sekolah. Hanya sebagai pembantu pengajar. Itulah kenapa Aland diberi keleluasaan, boleh masuk atau tidak.Kegiatan belajar mengajar pun