JANIN YANG KAU SURUH GUGURKAN
Bab 6Pov AlanAku terbangun tepat pukul 03.00 karena suara alarm yang berasal dari ponsel Tiara. Rupanya dia benar akan berpuasa, melihat alarm yang disetelnya dan rice cooker yang menyala.Tadinya aku mau membangunkan Tiara, tapi aku teringat perkataan Tiara kalau ibu selalu membatasinya makan. Berhubung aku besok libur kerja dan tidak diketahui oleh ibu maupun Tiara, aku akan merencanakan sesuatu untuk melihat secara langsung dengan mata kepala sendiri apa yang dikatakan Tiara itu benar atau hanya omong kosong belaka.Aku pun memutuskan untuk tidak membangunkan Tiara dan beranjak ke kamar mandi untuk mandi, mengambil wudhu dan melaksanakan solat malam.Ku kerjakan ibadah yang satu ini dengan sangat khusyuk. Selesai solat tak lupa aku berdoa agar istri dan ibuku selalu rukun. Dan aku pun berdoa supaya kebenaran segera terlihat olehku agar aku bisa menegur salah seorang yang bersalah.Semoga aku pun bisa menjadi suami dan anak yang bisa menjaga keutuhan keluarga antara mertua dan menantunya. Dan tidak pilih kasih kepada salah satunya. Aamiin....Aku pun menyelesaikan ritual solat malamku.Rencana pertama, aku akan pergi ke dapur menggoreng nasi seperti yang kemarin Tiara lakukan. Jangan salah, laki laki gini pun aku pandai memasak.Setelah memasak aku mencuci bekas masak ku. Adzan subuh pun berkumandang, aku memutuskan untuk mengambil wudhu lagi.Tak langsung solat, aku membangunkan Tiara agar solat berjamaah. Saat aku membangunkannya ia tentu kaget karena kini sudah subuh sementara ia berniat akan puasa."Astagfirullah, aku kesiangan mas. Aku kan mau puasa hari ini" ucapnya mengusap wajahnya."Ya sudah yang, besok aja lagi puasanya. Sekarang kamu ambil wudhu dulu gih kita solat bareng, aku tungguin disini" ucapku.Tanpa menjawab perkataanku, Tiara beranjak mengambil wudhu dan kembali ke kamar. Kita solat berjamaah dengan khusyuk.Setelah solat, seperti biasa Tiara akan membereskan tempat tidur. Sementara aku pergi ke dapur.Ternyata ibu sudah disana sedang memanaskan gulai sisa kemarin. Aku pun mendekatinya berniat ingin membantunya, tetapi ibu melarangnya."Kamu itu anak laki laki, harusnya istrimu itu yang membantu ibu disini"Ibu akan menyimpan gulai yang ia tadi panasi di meja makan. Saat ia membuka tudung saji, ia melihat sudah ada nasi goreng yang aku buat. Tentu saja ibu tidak mengetahuinya."Bisanya cuman masak nasi goreng aja dia" cibirnya.Aku hanya tersenyum tipis melihat ibu yang sedikit sedikit mulai menampakkan rasa tidak sukanya terhadap Tiara.Tak lama dari itu Tiara masuk ke dapur. Melihat sarapan yang sudah terhidang di meja makan."Sarapan sekarang mas?"Tiara menanyakan padaku apakah aku akan sarapan sekarang? Tentunya tidak, ini masih kepagian untukku sarapan."Ngga dek, nanti jam enam lebihan aja. Ini masih kesubuhan hehe" ucapku."Ya udah, aku nyuci baju dulu ya mas. Bu, mau aku sekalian cuciin baju nya?" Tanya Tiara pada ibu ku itu."Gausah, ibu bisa sendiri" ucap ibu yang tentunya bernada ketus.Tiara pun mengambil cucian kotor yang ada dikamar dan mencucinya. Ia mencuci pakai tangan, karena disini ibu tidak memiliki mesin cuci.Sejauh ini, aku belum menemukan tanda tanda perlakuan ibu yang diucapkan Tiara tempo itu. Tapi aku akan menguak kebenarannya.Selesai mencuci Tiara menjemur pakaiannya, aku pun ikut membantu Tiara menjemur. Setelahnya aku memutuskan untuk sarapan, karena aku sekarang harus berpura pura berangkat kerja.Seperti biasa, Tiara akan mengambilkanku nasi dan gulai ayam sisa kemarin yang dihangatkan oleh ibu. Berbeda dengan kemarin, hari ini ibu membuat bala-bala serta saus sambalnya.Selesai dengan makananku, Tiara mulai menyendok nasi untuk dirinya."Tiara, mau makan lagi? Tadi pas udah beres masak nasi goreng kamu langsung makan sepiring penuh loh. Nanti gemuk kamu susah hamil loh" ucap ibu yang membuat Tiara urung mengambil nasi."Tuh, kamu cukup makan bala bala aja dua biji" ujar ibu lagi.Deg.Direncana pertama, aku melihat dengan mata kepala sendiri ibu melarang Tiara untuk makan yang kata ibu ia sudah makan setelah selesai memasak. Padahalkan nasi itu aku yang goreng.Fiks, yang dikatakan Tiara benar. Tapi baru satu fakta yang terungkap. Aku harus menahan emosi dulu untuk mendapatkan bukti bukti berikutnya.Aku tak mencoba menghiraukan dulu perasaan Tiara yang sedang makan hanya sebiji bala bala saja.Kali ini aku tak risau karena ia masih punya nasi dan gulai yang ia hangatkan di rice cooker.**Tiba saatnya aku akan "pura pura" berangkat kerja. Seperti biasa Tiara akan mengantarku ke depan rumah lalu ia mencium tanganku dan aku mencium keningnya.Itu kebiasaan kita dari pertama menikah sampai sekarang.Aku tidak benar benar berangkat kerja melainkan berbelok ke warung bu Wita menunggu beberapa saat untuk kembali ke rumah lagi dan menyaksikan pertunjukan yang sebenarnya." Mas Alan, yang kemarin istri kamu ya?" Tiba tiba Indri datang.JANIN YANG KAU SURUH GUGURKAN, KINI JADI ANAK SUKSES 7"Mas, kurang apa aku dibandingkan istrimu yang kampungan itu" ucapnya dengan nada menggoda. Aku berusaha menepiskan tangannya tetapi nihil, ia pun berusaha untuk terus menggandeng lenganku. Seketika kami terkesiap mendengar teriakan seseorang."Alaaaaaannnnnn" ibu berteriak tat kala melihat anaknya yang sedang digandeng oleh wanita lain selain istrinya. Indri pun refleks melepaskan tangannya dari lenganku.Saat tiba di depan kami, wajah ibu yang semula merah padam karena emosi, langsung tersenyum seketika melihat Indri yang berada disebelahku.Aku sampai lupa, setiap pagi ibu memang suka belanja bahan masakan di warung bu Wita ini."Eh Indri, kirain ibu tadi yang sama Alan siapa. Ternyata kamu toh. Kapan pulang nya nduk?" Tanya ibu langsung duduk disebelah Indri."Kemarin lusa bu hehe" ucap Indri sambil membenarkan rok pendeknya yang tersingkap."Eh aku ada oleh oleh buat ibu, kita ke rumah Indri yuk bu" ajak Indri. Ibu terlihat
JANIN YANG KAU SURUH GUGURKAN, KINI JADI ANAK SUKSES 8Sepeninggal nya ibu, Tiara tak henti menyorotiku dengan tatapan tajamnya. Tak banyak bicara, ia masuk ke rumah meninggalkanku seorang diri dengan perasaan bersalah.Aku pun mengikuti Tiara, masuk ke dalam kamar. Disana, Tiara sedang duduk diujung ranjang sambil memainkan ujung jilbabnya. Mukanya memerah, air matanya menganak sungai yang siap ditumpahkan kapan saja.Aku tahu, Tiara pasti sangat kecewa denganku. Tapi, Tiara adalah tipe istri yang tidak pernah membangkang pada suami. Kalau sedang marah, paling paling dia hanya mendiamkanku.Tapi aku tak ambil pusing, sebab walaupun ia sedang marah tapi dia tetap mengerjakan tugas istri dengan baik. Ya cuman gak banyak ngomong seperti biasanya aja."Ara" aku memanggilnya. Sedangkan yang dipanggil tak menyahut sedikitpun."Jangan dengarkan ucapan ibu, iya memang tadi mas pergi ke rumah Indri sama ibu. Tapi soal ucapan ibu yang mas berduaan sama Indri itu tidak benar" "Sebenarnya, mas
JANIN YANG KAU SURUH GUGURKAN, KINI JADI ANAK SUKSES 9"Hahaha, iya aku ingat" sayup sayup ku dengar mas Alan sedang tertawa didalam kamar. Pikiranku semakin negatif saja."Apa mas Alan dan Indri ada di dalam?" Gumamku.BrakAku membuka pintu dengan keras sehingga mas Alan terperanjat."Dimana? Dimana wanita itu mas?" Ucapku berteriak."Siapa? Indri? Dia pulang dulu katanya" jawab mas Alan santai."Kamu gak umpetin dia di dalam kamar ini kan mas?" Selidikku."Ngomong apa sih dek. Mas gak mungkin lah masukkin cewe lain ke dalam kamar mas" ucap mas Alan sedikit emosi.Tiba tiba ibu datang ke kamar kami."Ada apa sih teriak teriak" ucap ibu marah marah."Gak ada apa apa bu" elak mas Alan.Tanpa berkata apapun lagi ibu pergi dari kamar kami."Terus tadi kamu ngomong sama siapa?" Tanyaku penasaran."Ini aku lagi telponan sama teman SMA aku dulu, itu pun temen cowok. Kamu kenapa sih yang kok jadi cemburuan gitu?" Tanya nya sambil menjawil dagu ku."Tadi ibu bilang kamu bakal nikahin Indri,
JANIN YANG KAU SURUH GUGURKAN, KINI JADI ANAK SUKSES 10Aku seperti pernah melihatnya.Siapa ya? Aku mencoba mengingat ingat.Oh iya, mereka adalah......."Tante Bella, Om Gio?" Sapaku. Mereka mengerutkan kening, Mungkin mereka tak mengingatku karena waktu itu aku masih kecil."Aku Tiara om, tante, anaknya almarhum bapak Hendra" jelasku."Ohh ya ampun Tiara, kamu udah besar nak" ia memelukku begitu aku memberitahunya bahwa aku anak pak Hendra, orang yang telah menolongnya ketika ia sedang gulung tikar. Dulu usahanya bangkrut, dan bapak meminjamkan modal yang lumayan cukup besar sehingga mereka bisa mendirikan lagi usaha."Eh tunggu, kamu bilang almarhum? Pak Hendra sudah meninggal?" Tanya nya seraya melepas pelukannya.Aku hanya mengangguk lemas "Iya tante, tak lama setelah aku menikah, bapak menghembuskan nafas terakhirnya" ucapku. Sedih rasanya kalo mengingat kini aku sudah tak punya orang tua."Innalilahi. Kamu pun sudah menikah pula? Yah telat berarti tante" Aku mengerutkan kenin
"Aku akan kirim video ini sama mas Alan, biar kamu beneran dicerein. Dan mas Alan nikahin akuuuu" Mendengar penuturan Indri aku biasa saja dan tetap melanjutkan ngobrol dengan Andi. Sementara Indri yang merasa diabaikan olehku pergi begitu saja dengan menghentak hentakan kakinya."Ibu masih mau disini? Sini kita ngopi bareng bu" ajakku."Eleehhh ngapain juga aku disini, mending aku kejar tuh calon mantuku. Kamu siap siap, bakalan dicerein sama Alan" ucapnya lalu pergi menyusul Indri yang katanya calon menantunya itu."Di, maaf ya. Kelakuan yang tak mengenakkan dari mertua aku sama mantannya suamiku itu" ucapku."Mantan Alan? Kenapa mertuamu ngomongnya calon menantu. Apa dia punya anak laki laki yang belum nikah?" Tanyanya."Ngga, dia terobsesi mau jadi istrinya mas Alan. Kalo ibu, dulu dia gak seperti itu. Tapi semenjak aku di phk di kantor terus tinggal di rumahnya, aku dianggap seolah olah beban baginya" tanpa sadar aku menceritakan keburukan mertuaku."Astagfirullah, maaf ya. Aku
Setelah dirasa cukup lama berada di kamar mandi aku pun mengendap endap keluar mengintip apakah Indri masih ada di sana atau tidak. Ternyata Indri sudah pergi dari sana. Aku pun keluar dengan perasaan lega dan menghampiri Mela yang masih menunggu di kasir."Mel, kamu balik ke dapur lagi aja" titah ku."Iya bu, kenapa tumben ibu ninggalin kasir. Biasanya juga mau BAB pun ibu tahan hehe" canda Mela. Bukan ia tak sopan berbicara seperti itu padaku selaku pemilik usaha ini. Tapi aku sendiri yang menginginkan kita selayaknya teman aja, biar tidak kaku. Tapi mereka masih tahu batasan."Aku harus pulang cepet nih takut Indri udah liat aku disini terus kasih tahu ibu kan berabe" gumamku."Mel, Rani. Saya pulang duluan ya, ada urusan" ucapku."Terus, kasirnya bu?" Tanya Rani."Kalian gantian aja, aku harus buru buru pulang" pamitku seraya melambaikan tangan dan berjalan cepat keluar kedai.Karena aku tak membawa motor, aku pun menghentikan angkutan umum dan menaikinya.Setelah 13 menit perjal
Setelah mengucapkan itu, ibu pergi ke kamar dan menutup pintu keras keras.Sri yang melihat ibunya seperti itu mengernyitkan alisnya mungkin merasa aneh."Ibu kenapa gitu ya? Maafin ibu ya mbak" ucap Sri."Iya gak papa, udah biasa kok""Mungkin, ibu gak senang karena rencananya gagal" jawabku."Rencana apa memangnya?" Tanyanya penasaran."Kalo mbak gak kunjung hamil, mas Alan akan dinikahkan dengan Indri" "Hah, ngga ngga jangan. Mas ih jangan mau, mas tahu sendiri kan kabar yang beredar kalo Indri kerja di luar negri tuh jadi simpenan majikannya" jelasnya yang membuatku melongo."Emangnya mas mau sama cewe yang udah digarap sama laki laki lain?" Tanya Sri yang membuat mas Alan bergidik."Hiiii yah nggak lah, bisa bisa mas terkena penyakit lagi"**Keesokan hari setelah aku melakukan testpack, aku pergi ke bidan untuk memastikan kehamilanku. Tentunya aku diantar mas Alan selepas ia pulang dari pabrik.Dan ternyata benar, kehamilanku kini berusia lima minggu. Masa masa yang rentan terj
"ahh iya, dia teman kerjaku dulu" ucapku berbohong."Ohh, wah banting setir ya yang dulunya kerja diperusahaan sekarang jadi pelayan. Emangnya gak gengsi gitu kak?" Tuh kan apa kataku juga. Sri kali udah ngomong gak disaring, langsung ceplas ceplos aja. Untungnya Rani sudah kembali ke kasir lagi."Ya gapapa yang penting kan halal" jawabku.Kami berdua pun kembali pulang ke rumah. Ternyata Indri masih disana, tentu saja bersama ibu. Dan rujak yang tadi ia bawa pun masih utuh.Ehh ngga ngga, lebih tepatnya nanas mudanya yang masih utuh. Mangga mudanya sudah habis. Lagian siapa yang mau menghabiskan nanas muda sebanyak itu. Yang ada lidah terasa kebas kalo memakan semua nanas itu.Sri dan aku melewati mereka begitu saja. Sekarang aku harus lebih ekstra berhati hati sama mereka. Aku jadi ngeri bagaimana kalau mereka nekat mencelakai aku dan calon bayiku ya.Aku lebih memilih masuk ke kamar dan merebahkan tubuh yang akhir akhir ini terasa cepat lelah. Tapi Alhamdulillah nya di trimester p