Mexsi menyadari dari tadi mereka tatapan cukup lama. "Biasa aja kali liatnya, entar suka lagi... bisa jadi ribet masalahnya."
"Idih!" Kayla bergidik merinding membelakanginya. "Sorry-Sorry aja deh, jangan ke GR-an." melipat kedua tangannya.
Lelaki itu menatapnya.
"Gue gak mungkin suka sama lo, orang yang gak bisa menilai seseorang baik atau buruk." melanjutkan perkataannya.
"Apa!" meringis kesakitan saat mencoba berteriak. "Harusnya kata-kata itu buat lo, bukan buat gue."
Merasa kesal Kayla pergi dari hadapannya.
"Sialan! Dia pergi gitu aja. Tapi... sifatnya udah mulai berubah, Toa kayanya bener-bener kepentok becak terus hilang ingatan." tertawa sendiri, lalu memegang bagian kiri bibirnya menahan sakit.
***
Satu masalah lagi dalam beberapa hari Kayla masuk sekolah, Tino memasang ember kecil di atas pintu kelas
Follow sebelum membaca ✅ Komen, kritik, saran dan Like ✅ Ditunggu ya😉 ✨✨✨✨✨✨✨ 💞 See you, next part ➡️
"Tunggu!" ucap Mexsi mengejar tak sengaja memegang lengannya. Mendadak jantung Kayla berdegup dahsyat, langkahnya terhenti. Ia menatap Mexsi dengan berani, berharap dia tak mendengar detak jantungnya yang hampir copot. "Gue... g-gue," jawabnya terdengar sulit mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya, menarik napas berat menghembuskan dengan keras. Kayla menatapnya. "Gue gak tahu caranya bersihin toilet." melepaskan tangan Kayla. "Apa?! Hahaa... " ia tertawa geli, memegang perutnya lalu tak sengaja menepuk-nepuk bahu Mexsi sampai terdorong lemah. "Pantesan dari tadi diam aja, cemberut aja, ternyata lo." Mexsi mengangkat wajahnya dengan sedikit suram. "Lo gak tahu caranya bersih-bersih... hahaha." tertawanya kembali terdengar. Membuat Mexsi melempar kain pel dan sikat, ia akan segera pergi saat melangkah kesamping gadis itu.
Sarah mendatangi kantin ibu Ino pada saat jam pulang sekolah, pada hal sudah mau tutup tapi Sarah dengan sangat tidak sopan menaikan kedua kakinya ke atas meja. Kawal, Kiwil dan Kawul menemaninya.Ino dan ibunya yang sedang bebenah, saling pandang.Ibunya mengerjapkan mata, Ino mengangguk tidak jadi tutup, mereka menuruti kemauan Sarah dengan sopan. Memesan bakso, tak lama kemudian putri kepala sekolah itu berteriak. Ino dan ibunya panik, secepatnya memastikan keadaan putri kepala sekolah."Aaaa!" teriaknya."Ada apa Non?" tanya ibu Ino."Lo gak punya mata!" bentaknya pada ibu Ino. "Coba liat, di dalam bakso gue ada kecoanya." Sarah menunjuk ke arah mangkuk yang ada di depannya.Kawul memotretnya dan memposting di instagram."Pokoknya gue gak mau tahu, kalian harus keluar dari kantin ini, gue gak mau tahu. Besok harus gak ada muka k
Kayla berdiri memegang bahu atap lantai tiga, menangis tidak memedulikan luka di tangannya. Darah terus mengalir dari telapak tangannya. Mexsi melihatnya di sana. Ia mendekat, kakinya kaku, apa yang sebenarnya ia lakukan? Apa pedulinya pada gadis itu, akhir-akhir ini ia begitu peduli terhadapnya. Peraturan di dalam dokumen kebencian yang telah Mexsi buat, kini satu demi satu dilanggarnya sendiri, mulutnya berkata untuk apa memedulikan Toa, bukannya bagus! Jika dia menderita? Namun, hatinya berkata sebaliknya. Saat teringat permintaan Toa yang meminta agar memaafkan dirinya, dan menjadi teman bukan musuh. Perlahan langkah kakinya yang panjang, mendekat memegang tangan gadis itu secara tiba-tiba. Seketika membuat Kayla menengok ke sebelah kanan, matanya membulat, mulutnya terbuka lebar, jantungnya seketika berhenti dalam sedetik m
Pukul 20.00 WIB.Seseorang memakai tudung jaket berwarna biru gelap, menutup wajah menerobos masuk ke dalam sekolah. Mexsi berada di sana menyempatkan diri membaca di ruang perpustakaan. Salah satu hobinya membaca tanpa ada orang lain yang mengganggu di sekelilingnya, apalagi para gadis yang mengejarnya. Anggap saja angin puting beliung yang lagi lewat.Seseorang yang bertudung itu melewati perpustakaan menuju ruang guru, Mexsi melihat ada orang yang terlihat mencurigakan. Mengikuti dari belakang secara perlahan-lahan, orang yang bertudung itu mendekati meja salah satu guru yang mengajar di sekolah.Membungkuk, perlahan membuka laci mengambil ponsel yang ada di dalam sana. Saat orang itu berdiri lampu tiba-tiba menyala, matanya membulat, wajahnya berubah ambigu tidak berani menengok ke belakang. Terpaku diam sembari memegang ponsel, keringat mulai menetes turun dari dahinya.Mexsi mendekat ke arahnya, meme
Tiba di depan ruang guru, Kayla menarik napas berat, melangkah masuk menemui pak Selamet. Membawa bukti, ketika berhadapan dengan guru yang ditujunya ia terdiam cukup lama. Sampai pak Selamet menggebrak meja, tentu saja Kayla terkejut, mengelus dada. "Sa-saya... ingin membuktikan kantin ibu Ino itu bersih Pak, gak ada kecoanya." gumamnya mengerutkan kening. "Kamu punya bukti? Jika tidak ada, jangan ganggu Bapak!" pak Selamet berteriak. "Ada ko Pak, ini." Kayla menyodorkan ponselnya. Pak Selamet meraih ponselnya, mulai mendengar suara dari dalam sana. "Kawul, lo jaga di depan pintu. Jangan ada yang sampai masuk, gue mau konsentrasi," kata Kawal menyuruhnya berjaga di depan pintu. "Lo tenang aja Kawal," jawab Kawul bersemangat. "Dan lo, Kiwil. Karena air kerannya sering macet, lo harus ikut gue ke dalam." perintah Kawal. "Kawal, gak
Matahari sore menggantung rendah dilangit, angin bertiup pelan, duduk di atas bangku taman, kedua tangan tanpa memakai perban perlahan mulai sembuh. Kayla menggenggam sebuah foto, terdapat dua anak kecil yang sedang tersenyum bersama di sana. Dirinya dan juga seseorang yang sedang ia tunggu, anak lelaki yang berjanji mengatakan sesuatu padanya. Gadis itu menunggu di taman, namun... seseorang yang ia tunggu, tak kunjung datang. Saat itu usianya menginjak sebelas tahun, entah mengapa, Kayla sangat membenci saat-saat itu. Ditinggalkan oleh seseorang yang berarti dihidupnya satu demi satu mereka pergi, dan belum kembali. Terpuruk dalam kesedihan, anak lelaki yang di foto menghampirinya. Memberikan Kayla semangat dalam menjalani hidup, yang bernama Mexsi perlahan membuatnya tersenyum kembali. Membawa kehangatan di dalam hatinya. Namun sayang, tidak kunjung datang, seperti menghilang ditelan bumi. Sampai matahari tenggelam, ditelan malam. Seti
Mexsi duduk santai, kedua tangannya memegang pistol dengan posisi kepala di miringkan ke kiri sedikit. Membidik secara fokus dan langsung mengenai sasaran. Memasukan umpan, ceklek, mengetes. Kedua bola matanya serius menatap sasaran, tatapannya menajam setajam silet, keringat mulai menetes turun dari dahinya. DOR! Satu tembakan mengenai sasaran... Mexsi tersenyum licik, menurunkan kedua lengannya perlahan. 'Aaaa!' suara teriakan gadis itu langsung terdengar, Mexsi berhasil membidik hidung Toa. Dengan pistol mainan, pada ujung umpannya terdapat bulatan karet, jika di arahkan menempel pada sasaran. Suara teriakan berasal dari leptopnya, yang sengaja memutar suara teriakan seorang gadis. Sedangkan sasarannya hanyalah sebuah foto, hasil karyanya sendiri. Beginilah Mexsi saat sedang di dalam kamarnya, apalagi saat sedang marah. Melampiaskan amarahnya pada foto gadis kecil yang sangat ia benci, siap
Mexsi melewati lorong sekolah. Biasanya terdengar suara atau gosip tapi tumben sekali sepi sampai berada di dalam kelas. Belum ada perbincangan apapun dari mereka, berarti mereka belum mengetahui kalau Kayla berada di rumah sakit. Pak Selamet mulai mengabsen satu persatu, Mexsi sudah siap jika mendengar nama asli Toa. Ia melepaskan headsetnya, tiba-tiba Padil bangkit. Padil mendekati Pak Selamet. "Ada apa Padil? tanya Pak Selamet menatapnya. "Tadi saya baru saja mendapatkan kabar, bahwa saya disuruh memberi tahu Bapak. Bahwa salah satu siswi yang bernama Kayla Prawijaya sedang di rawat di rumah sakit." ia berbisik pada gurunya. "Baiklah, kenapa kamu bisik-bisik?" tanya kembali pak Selamet. "Gimana jawabnya ya Pak. Soalnya ada tukang kepo, nanti saya ditanyain habis-habisan. Apalagi kalau pas Bapak lagi mengajar, kan mengganggu yang lain." "