"Kau sudah mendengar tentang Liam?" tanya Terry saat menemui Greta di depan ruang ganti. "Ya, seberapa buruk kondisinya?" tanya Greta, menghentikan langkahnya."Cukup buruk, pergelangan kaki kanannya patah, ia mungkin akan menganggur untuk sementara waktu, tapi aku yakin Ryan pasti sedang mencari penggantinya."Greta mengangguk, "Oke, aku ganti baju dulu," katanya lalu masuk ke ruang ganti. Ia menghela nafas panjang, ketidakhadiran Liam membuatnya harus bekerja sendiri sampai mereka mendapatkan Pastry Chef baru. Ia merasa ragu saat melangkah ke dapur, terlebih dengan kehadiran Ryan yang tiba-tiba berada di dekat section kerjanya."Selamat pagi, Chef," sapa Greta tanpa memandang mata Ryan.Ryan mendongak, "Selamat pagi, aku akan membantumu untuk melakukan persiapan, setelah itu kita akan menghabiskan dua jam sebelum makan siang dengan melakukan latihan untuk pengambilan gambar nanti," ucapnya dengan cepat seolah tidak ingin disela oleh Greta."Ya, Chef!" Jawab Greta, dengan cepat melih
"Um, tidak, terima kasih Chef, aku baik-baik saja," putus Greta akhirnya. Ryan mengangkat bahu lalu berbalik, meninggalkan Greta yang berdiri di depan jendela kaca besar dalam diam. "Aku telah membuat keputusan yang tepat! Yeah, aku bisa mengalahkan perasaanku sendiri, aku tidak akan jatuh cinta secepat itu lagi! Tidak akan pernah!" gumam Greta pada dirinya sendiri. Setelah mengatur napas sejenak, ia berjalan tergesa-gesa ke loker untuk berganti baju.Tapi Ryan benar, hujan tidak berhenti mengguyur bahkan setelah Greta sampai di lantai dasar. Ia membuka ponselnya, mencoba memesan beberapa taksi online tetapi tidak satupun yang menerima pesanannya. Saat hujan semakin deras dan angin bertiup semakin kencang, Greta menjadi sangat ketakutan. Ia melihat sekeliling lobby pintu masuk, tidak ada siapa-siapa karena mall sudah tutup sejak pukul 6.00 sore. Dari kejauhan ia bisa melihat beberapa penjaga keamanan di ruangan mereka, mungkin mereka sedang menyeruput kopi panas dengan asik dan tidak
Greta sedang melahap burgernya dengan lahap ketika tiba-tiba seseorang duduk di hadapannya. Dia mendongak dan menjadi terkejut seketika."Tidak ada meja kosong," gumam Ryan saat Greta menatapnya dengan alis berkerut. Dia melihat sekeliling ruangan dan apa yang dikatakan Ryan benar, semua meja sepertinya penuh dengan orang yang sedang menikmati makan siang mereka."Aku tidak tahu Chef Michelin Star akan makan burger seperti ini juga," gumam Greta setengah bercanda. Dia membuka mulutnya lebar-lebar, melahap burgernya dalam satu gigitan besar."Chef Michelin Star juga manusia," jawab Ryan dengan nada datar seperti biasa. Greta mencibir tapi dia setuju dengan kata-katanya. Ia menatap Ryan sambil mengunyah burgernya, bertanya tentang apa yang terjadi antara dia dan Kate di dalam kepalanya. Tapi tentunya ia akan terdengar seperti orang yang suka mencampuri urusan orang lain jika ia coba-coba menanyakan hal itu kepada Ryan."Permisi, apakah kau Chef Ryan Lewis?" tiba-tiba dua gadis muda mend
Tiba-tiba sebuah mobil menepi dan seseorang keluar dari sana, ia berlari dan menangkap Greta di pelukannya. "Hei, hai Greta! Ada apa?" tanya seseorang yang ternyata adalah Ryan. Dengan lega, Greta memeluknya erat-erat dan menangis di dadanya. Tubuh Ryan menegang, dia hanya menepuk punggung Greta dengan lembut beberapa kali untuk menenangkannya.Ketika ia merasa lebih baik Greta baru menyadari apa yang ia lakukan, ia buru-buru menarik diri dari pelukan Ryan."Maaf, aku sangat panik, seseorang tadi mengikutiku, tapi di mana dia?" Greta melihat sekeliling mencoba menemukan si penguntit tetapi ia tidak melihat siapapun di sana kecuali Ryan. Dengan penasaran Ryan berjalan mengitari lokasi itu, Greta hanya berdiri mengamati. Namun bahkan setelah ia berkeliling beberapa kali, ia tetap tidak menemukan apa-apa selain pisau swiss army yang masih hangat. Seseorang pasti melarikan diri dengan tergesa-gesa dan tanpa sengaja menjatuhkan pisau itu dari genggamannya. Ryan memasukkan pisau itu ke dal
"Bukan itu intinya, bisakah kau melakukan semuanya tanpa bertanya? Jika kau setuju, aku akan memastikan semua yang ada di restoran berjalan lancar untukmu," jawab Ryan setelah berpikir sejenak.Greta mengerutkan kening, "Bukankah itu agak tidak adil bagiku? Maksudku, bukankah seharusnya aku tahu segalanya sebelum setuju untuk bekerja sama denganmu?" katanya sedikit kesal karena Ryan memasang dinding tinggi di antara mereka.Ryan terdiam, ia mengambil salah satu ayam dan memasukkannya ke mulutnya. Ia mengunyah ayam dalam diam membuat Greta menatapnya tak sabar."Oke lupakan rencananya jika kau tidak mau mengatakan yang sebenarnya!" serunya, ia melipat tangannya di depan dada, kesal."Mengapa ini begitu penting bagimu?" tanya Ryan menatap Greta dengan rasa ingin tahu."Karena, karena aku perlu mengetahui kebenarannya sebelum aku memutuskan untuk membantumu atau tidak!""Aku tahu, tapi pertanyaannya kenapa?!"Greta kehilangan kata-kata, apa yang harus dia katakan? Dia tidak bisa begitu s
Setelah merenung beberapa menit, Greta akhirnya memberanikan diri untuk membunyikan bel rumah Ryan. Beberapa detik kemudian Ryan muncul hanya dengan handuk putih yang melilit dipinggangnya. Sepertinya dia baru saja selesai mandi. Greta langsung menundukan wajahnya, ia tak tahan melihat dada Ryan yang berotot."Apa?!" bentak Ryan dengan wajah galak.Greta berdeham pelan.“Um, aku meninggalkan tasku di dalam…” jawabnya masih menunduk ke lantai.Ryan mengerutkan kening, dia melihat ke kamarnya lalu matanya tertuju pada tas biru tua yang tergeletak di atas sofa. Dia mengambil tas itu dan mengulurkannya kepada Greta yang langsung menerimanya tanpa melihat ke arahnya.Ryan berbalik dan hendak menutup pintu tanpa berkata apa-apa, tapi suara Greta menghentikannya."Apa?!" tanya Ryan dengan wajah kesal."Um, aku tidak bisa membuka pintu kamarku..." kata Greta ragu-ragu."Jadi?""Bisakah kau membantuku untuk membukanya?" tanya Greta, kali ini dengan intonasi yang lebih tegas.Ryan terdiam sesaa
"Aku hanya..." Kate terdiam seketika saat ia merasa ada seseorang yang mengawasinya di ujung ruang tamu, ia menyipitkan mata dan sangat terkejut saat melihat Greta berdiri di sana dengan wajah yang sama terkejutnya dengan dirinya.Greta menggaruk bagian belakang lehernya dengan gugup, ia melambai ke arah Kate dan berkata 'Hai' pelan.Tiba-tiba sesuatu terlintas di benak Ryan, ia bisa menggunakan situasi itu untuk meyakinkan Kate tentang hubungannya dengan Greta."Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Ryan sekali lagi."Aku membawakanmu sarapan..." jawab Kate dengan lembut ia masih berusaha keras untuk mencerna situasi yang terjadi saat itu. Ia benar-benar berpikir bahwa kemarin Ryan dan Greta hanyalah pasangan palsu tetapi melihat mereka di sana, bersama di pagi hari membuatnya menyadari bahwa mungkin ada hubungan nyata di antara mereka berdua."Sudah kubilang berhenti melakukan ini. Lagi pula, Greta sudah memasak sarapan untukku," dusta Ryan, mata Greta membelalak mendengarnya. Memasa
"Show pertama Daily Restaurant akan tayang perdana besok," kata Ryan sambil mengendarai mobil dengan kecepatan sedang. Greta menyeringai, "Mereka benar-benar akan mengubah namaku, bukan?" dia bertanya dengan cemas.Ryan mengangkat bahu, "Entahlah, kurasa begitu..."Greta menghela napas lega, bukannya ia terlalu percaya diri atau semacamnya tapi mantan pacarnya adalah anak dari Presiden USA yang masih menjabat sampai saat itu. Bukan tidak mungkin orang akan mengenalinya. Ditambah lagi dia adalah putri dari Gabriel Spectre yang cukup terkenal di dunia bisnis dan seni."Apakah kau sudah memikirkan di mana kau akan membangun restoranmu?" tanya Ryan yang sedari tadi sibuk mencari-cari obrolan. Ryan memang aneh, terkadang dia terlihat sangat dingin hingga terkesan tertutup, namun terkadang dia terlihat seperti seseorang yang tidak memiliki beban hidup."Um, entahlah mungkin di kota ini, mungkin juga di kota lain, aku masih memikirkannya..." kata Greta jujur. Ryan mengangguk, "Jadi memang pa