Membalas serangan sosok berjubah hitam yang menyerangnya, Rey terbang dengan cepat menyambar perut sosok itu.
Melayangkan pukulan hingga tendangan ke wajahnya, Rey berhasil menumbangkan sosok berjubah hitam hingga jatuh menghantam tanah dengan kuat.
Sosok asing itu mulai kewalahan menghadapi Rey, bahkan jubah yang dia pakai terlihat mulai robek di sana sini.
Tubuhnya mulai lemah karena kehilangan banyak energi menghadapi Rey yang notabene jauh lebih kuat darinya.
"Beraninya kaum hitam sepertimu menantangku. Apa kau tidak tahu ini adalah daerahku?! Pergi dari sini sebelum aku memusnahkanmu!"
Manik mata biru Rey berubah menjadi warna merah darah, dengan sebuah tanda hitam seperti tato di wajah putih pucatnya. Simbol itu muncul jika dia sedang marah seperti ini.
Mendengar ucapan Rey, sosok asing itu mundur dan menghilang di balik gelapnya malam. Lebih baik dia pergi daripada mati sia-sia disini, dia harus melaporkan kejadian malam ini pada rajanya.
Rey mendengus dengan mata dan tanda hitam di wajahnya yang perlahan mulai menghilang. Dia yakin kalau sosok itu pasti akan kembali dan mengusiknya lagi.
Suci masih berdiri mematung di tempatnya mengamati bagaimana sosok asing yang mencegatnya tadi menghilang. Dia juga ikut memperhatikan Rey yang perlahan turun melayang menginjak tanah.
"Kamu masih disini?" tanya Rey membersihkan kemeja putih yang dia pakai.
"Bapak punya sayap?"
Rey mengernyit. "Maksud kamu?"
Suci mendekat meneliti tubuh Rey dari atas ke bawah, tidak ada apa-apa di tubuh pria itu. Lalu kenapa dia bisa melayang seperti tadi?
"Bapak ini manusia atau hantu?"
Rey berdecak mengusap rambutnya. "Kamu terlalu banyak menonton TV. Ayo, aku antar kamu pulang."
"Tunggu, Bapak belum menjawab pertanyaanku!" tahan Suci.
"Lagipula aku bisa pulang naik taksi, Pak." sambungnya masih memperhatikan Rey dari atas ke bawah.
"Aku tidak perlu menjawab pertanyaanmu. Ikut denganku saja, aku takut sosok tadi mengikutimu lagi kalau kamu tetap pulang sendiri."
"Memangnya dia makhluk apa, Pak? Aku melihat matanya berubah-ubah tadi. Apa dia hantu?" tanya Suci masih penasaran.
"Kamu terlalu banyak bicara dengan tubuh kecilmu, ayo!" Rey menarik tangan Suci berjalan menuju mobilnya yang terparkir di depan gang ini. Telapak tangan halus namun sangat dingin itu membuat Suci sedikit risih.
"Apa maksud Bapak mengatai aku bertubuh kecil?!" sahut Suci sedikit tersinggung.
"Apa kamu tidak sadar tubuhmu ini sangat kecil? Aku curiga kamu tidak pernah makan dengan benar selama ini!"
Suci berdecak menarik tangannya dari genggaman Rey, dia tidak terima pria ini malah mengatainya begitu.
Rey kembali menarik tangan Suci, memaksa wanita itu masuk kedalam mobilnya.
Berjalan memutar, Rey duduk di belakang kemudi. "Rumahmu di mana Suci?"
"Bapak tahu nama saya?" tanya wanita itu kaget.
"Aku tahu, mana mungkin seorang pemimpin tidak tahu nama pegawainya," sahut Rey asal.
"Hah? Semua nama pegawai di kantor Bapak tahu? Hebat sekali."
Rey menggeleng tidak percaya melihat Suci, padahal dia hanya asal bicara saja tadi. Wanita ini ternyata sangat mudah dibohongi pikirnya.
"Kamu belum menjawab pertanyaanku."
"Eh iya, maaf pak. Rumahku ada di jalan X. Bapak yakin mau mengantarkan aku pulang?" tanya Suci memastikan.
"Duduk dan diam saja, aku tidak perlu mengatakan berulang kali padamu!"
Rey mulai melajukan mobil dengan Suci yang menggerutu kesal dalam hati, dasar pria pucat menyebalkan gumamnya.
Dalam hitungan ketiga, Rey berhasil membuat wanita yang sedang menggerutu itu tertidur di kursi sampingnya.
Rey tersenyum tipis dan menginjak gas, lalu berucap. "Ayo kita pulang."
Pria bertubuh pucat itu membawa mobilnya menjauh dari kota, dan terus masuk ke sebuah hutan yang dipenuhi pohon-pohon lebat.
Semakin jauh masuk ke dalam sana, Rey tiba di sebuah kastil berdinding batu alam yang dijaga oleh beberapa orang berjubah merah tua.
Di depan kastil berdiri sebuah pagar batu setinggi gedung berlantai sepuluh, yang disekitarnya tumbuh pohon beringin yang cukup lebat.
"Selamat datang Tuan…." Semua penjaga yang ada di sana membungkuk memberi hormat untuk tuan muda mereka.
"Apa semuanya sudah siap?"
"Sudah Tuan, semua siap sesuai dengan perintah Tuan."
Rey mengangguk, menggendong Suci keluar dari mobilnya. Wanita cantik dengan rambut panjang hitam lurus itu terkulai lemah ditangannya.
Di dalam kastil yang telah didekorasi cukup meriah, Rey akan memulaikan ritualnya untuk menjadi seorang vanatian atau raja dan pemimpin Vampire yang sempurna sebentar lagi.
Sambil melayang Rey membawa Suci ke dalam kamarnya, dimana di ujung ruangan telah tergantung sebuah gaun berwarna merah darah.
Rey meletakkan Suci dengan hati-hati di atas ranjang, dan berbisik di telinganya. "Bangunlah My Lady…."
Wanita itu mengerjapkan matanya beberapa kali, dan tersadar saat wajah Rey berada sangat dekat dengannya.
"Bapak?" kaget Suci.
"Bersiaplah, upacaranya akan segera dimulai." Rey menjauh bangkit dari atas ranjang.
"Upacara? Upacara apa maksud Bapak?" tanya Suci tidak mengerti.
Dia bangun duduk di atas ranjang, dengan dua kaki yang tergantung di pinggir kasur empuk itu.
"Pentahbisan Aku dan kamu," sahut Rey.
"Hah?" Suci melongo bingung menatap ke sekelilingnya.
Ini bukan di rumahnya? Ada di mana dia sekarang? Bukannya tadi atasannya ini mengatakan akan mengantarkan dia pulang? Lalu, apa ini? Kenapa ada gaun juga disini?
"Cepatlah Suci, waktu kita tidak banyak."
"Tu-tunggu Pak. Apa maksud Bapak tadi?" tahan Suci.
Rey berbalik, kembali menatap manik mata coklat tua Suci dalam. Dia mulai memberikan sebuah sugesti pada wanita itu.
"Ikuti semua perintahku, dan bersiaplah sekarang juga!"
Manik mata coklat tua Suci melebar dan redup secara perlahan. Dia seketika mengangguk patuh pada perkataan Rey.
"That's My Lady." ujarnya mengusap pipi Suci.
Rey beranjak dari sana, memberi perintah pada dua orang maid yang dia tugaskan untuk mempersiapkan Suci. "Bantu calon ratu kalian bersiap!"
"Baik Tuan."
Dua orang wanita berkulit pucat seperti Rey masuk ke dalam kamar yang telah dihiasi dengan bunga mawar merah di hampir setiap sudut ruangan.
Mereka mulai membantu Suci bersiap sampai memakaikan gaun yang telah disediakan untuknya. Gaun panjang itu melekat indah di tubuh ramping Suci.
"Ayo My Lady, tuan sudah menunggumu di bawah."
Dua orang wanita bernama Red dan Pink, membawa Suci turun ke sebuah aula sederhana yang didekorasi dengan sentuhan warna merah tua.
Seorang pria berambut putih dengan mata birunya sedang berdiri menunggu di atas kursi singgasana, menatap kedatangan Suci yang berjalan dengan sangat anggun dan cantik mendekatinya.
Mengulurkan tangan kanannya, Rey menyambut Suci dengan penuh rasa bangga. Sebentar lagi dia akan melewati tahap awal untuk menjadi seorang vanatian, setelah mereka mengikat janji sehidup semati.
"Rey Octoniamus Peorma terimalah takdirmu bersama Suci Evergreen, dan hiduplah abadi selamanya bersama."
Seorang tetua berjenggot panjang hingga ke lantai, mulai memberikan doa-doa dalam bahasa mereka untuk dua orang di depannya.
Rey memasangkan sebuah cincin ke jari manis Suci yang terhubung langsung dengan urat nadinya.
Begitupun sebaliknya, dalam pandangan mata kosong Suci memasangkan sebuah cincin berlapis emas dan darah keduanya ke jari manis Rey.
"Silahkan menyambut raja dan ratu Vampire kita yang baru…." sambung tetua itu lagi pada klan mereka di bawah sana.
Riuh suara dari penjuru aula terdengar di telinga Suci. Ada cukup banyak orang berjubah dengan kulit tubuh pucat di dalam aula itu, sedang bertepuk tangan menatap ke arah mereka.
Rey dan Suci memberikan penghormatan bagi anggota klan Vampire yang lain, sebelum mereka kembali masuk ke kamar pengantin mereka.
Kamar yang sudah di dekorasi begitu cantik dengan wangi segar aroma bunga mawar, adalah kamar pengantin Rey dan Suci.Raja Vampire yang baru saja diteguhkan itu, sudah resmi menikahi Suci pegawai di perusahaan miliknya.Selama beratus-ratus tahun mencari, Rey akhirnya berhasil menemukan mate-nya yang hampir saja diculik dan menjadi santapan kaum hitam.Awal pertemuan mereka tadi pagi sudah membuat Rey yakin kalau Suci adalah belahan jiwanya. Tatapan mata coklat tua itu sudah berhasil menggetarkan hati dan jiwa Rey yang selama ini kosong, hingga terpaut pada wanita ini."Selamat datang di kamar kita My Lady…." Rey mendudukkan Suci di atas ranjang mereka.Kelopak bunga mawar merah ikut menghiasi ranjang king size itu."Mulai sekarang, kamu adalah istriku … istri Rey Octoniamus Peorma, raja di klan Vampire. Ingatlah ini dalam alam bawah sadar
"Apa yang terjadi Rey? Kau ingin membunuh mate-mu sendiri?!"Michael datang memeriksa keadaan Suci yang terbaring tidak berdaya di atas ranjang.Setelah wanita itu pingsan, Rey pergi meninggalkan Suci sendirian di dalam kamar mereka. Dia baru datang esok harinya, dan mendapati istrinya belum juga sadar."Diamlah, aku tidak sengaja melakukannya!"Michael menggelengkan kepala mendengar jawaban dingin dari Rey. Hanya dia seorang tabib klan mereka berani memanggil raja Vampire itu dengan namanya.Mereka tumbuh bersama sejak kecil dan bersahabat baik sampai sekarang. Michael lebih kepada bodyguard, asisten dan tabib kepercayaan Rey."Kau harus ingat kalau wanitamu ini tidak sama seperti kita Rey. Walaupun kamu sudah menggigitnya, tapi dia masih setengah manusia. Dia masih bisa mati dan merasakan sakit!"Michael me
"Selamat datang di keluarga Peorma, Suci…." sambut mereka mengangkat gelas kristal berisi minuman berwarna merah pekat, yang terlihat sangat kental.Masing-masing mereka mulai meneguk minuman tersebut, tapi tidak dengan Suci. Rey tidak mengizinkan istrinya meminum itu, dia malah memberikan sebotol air mineral pada Suci yang entah datang dari mana."Kamu tidak boleh meminumnya Suci," bisik Rey di telinga istrinya."Memangnya ini apa?""Itu darah," sahut Rey dingin.Pandangan mata yang ada di sana semakin aneh mengarah pada Suci. Rey tahu kalau keluarganya pasti akan mencerca dia dengan beribu pertanyaan setelah ini."Kamu tidak minum Suci?" tanya Clara mewakili semua yang ada di sana."Dia tidak minum minuman kita, Mom," jawab Rey lebih dulu.Semua langsung diam dan saling menatap satu sama lain. Keanehan itu te
"Suci … bangun, Nak. Ini sudah jam berapa?" Suara seorang wanita yang tidak asing di telinganya, membangunkan Suci yang tengah tertidur pulas di kamar. Wanita paruh baya yang menyembulkan kepalanya dari balik pintu kamar Suci menggeleng-gelengkan kepala. "Kamu bisa terlambat pergi bekerja Suci, ini sudah jam tujuh. Ayo cepat bangun!" ujarnya lagi menutup pintu. Suci mengerjapkan matanya, mengarahkan pandangannya ke sekitar. Dia sadar kalau dia baru saja bermimpi. Tidak ada lagi kastil atau pria yang diketahuinya sebagai bosnya tidur di sampingnya. Sepertinya benar kalau dia hanya bermimpi selama ini. Suci bangun dan menurunkan kakinya ke atas lantai, baru saja akan menginjakkan kedua kakinya. Suci kembali terduduk karena merasa pangkal pahanya sangat sakit. "Aww…." ringisnya kembali terduduk di atas ranjang. "Kenapa sakit sekali?" 
"Ma-maaf Pak." Suci ragu-ragu mendongak, menatap pria tampan dengan rahang yang tegas di depannya.Pria yang sempat dia ledek waktu itu bersama Olivia tampak sangat tampan dari arah sini.Bayangan wajah pria ini pun begitu jelas dalam mimpinya. Bagaimana pria itu tidur di sampingnya, serta bagaimana pria ini menyetubuhinya dengan sangat lembut semalam. Suci merasa kepalanya sudah tidak waras sekarang."Ambil barangmu dan ikut aku!" ujar Rey lagi berjalan meninggalkan Suci yang masih tertegun dengan ketampanan sosok atasannya."Aku hitung sampai lima, kalau kamu belum juga masuk ke ruanganku. Aku akan memberimu hukuman!" ancamnya.Suci bergegas mengambil barang miliknya yang berserakan di lantai, dan melangkah cepat masuk keruangan Rey."Ternyata kamu cukup sigap untuk seorang wanita." Rey tersenyum tipis melihat Suci yang terlihat takut mendapatkan huku
Suci melangkah mendekati pintu ruangan sekretaris atasannya yang tepat bersebelahan dengan ruangan Rey."Permisi, Pak." ujarnya mendorong pintu, menyembulkan kepala. "Aku diminta, Pak Rey kesini untuk menanyakan apa pekerjaanku."Seorang pria yang tadi pagi menyapanya di lift dengan sangat ramah, mendongak menatap Suci yang berjalan masuk ke ruangannya."Jadi kamu yang akan bekerja disini?" tanya Michael bangkit berdiri dari kursi."Iya, Pak. Aku diminta kepala divisi keuangan kesini.""Baik. Silahkan duduk…," ujar Michael hangat.Suci mengangguk dan duduk berhadapan dengan pria yang tidak kalah tampannya dengan bos besar mereka di kantor.Pandangan mata Michael tidak sengaja melihat perban luka di tangan kanan Suci. "Jarimu kenapa?""Oh, tidak apa-apa, Pak. Aku hanya tergores sedikit tadi."
Wanita itu sontak menatap ke depan dan tidak mendapati atasannya bersama sosok asing yang menghalangi mobil mereka tadi. Kemana mereka? Bukannya tadi Rey baru saja berada di sana?"Lalu apa yang kamu katakan tadi … kamu bilang kamu tidak mengenaliku?" sambung Fourd lagi. "Apa perlu aku mengingatkan kamu bagaimana pertemuan kita sebelumnya?"Suci beralih menatap Fourd, bingung dengan maksud ucapan pria itu padanya."Turunlah, biar aku menunjukkannya padamu…," bujuk Fourd."Terima kasih Tuan, tapi aku akan tetap menunggu Pak Rey disini!" sahut Suci bersikukuh."Rey mungkin akan lama. Kamu bisa pulang semakin larut karenanya. Lagipula aku ini kakak atasanmu, dia pasti akan merasa lebih aman kalau kamu pulang bersamaku.""Tapi aku—""Kamu bicara dengan siapa Suci?" sela Rey baru masuk ke dalam mobilnya.
Tepat pukul tujuh pagi, Suci tiba di depan pintu apartemen bosnya. Menekan tombol bel cukup lama, pria berkulit tubuh pucat itu akhirnya membukakan pintu untuknya.Rey hanya memakai celana boxer berwarna nude dengan tubuh bagian atas yang polos. Pemandangan itu berhasil mengalihkan perhatian Suci yang kaget melihat perut kotak-kotaknya."Lain kali kamu tidak perlu menekan bel lagi! Password apartemenku adalah ulang tahunmu!" Rey berjalan masuk meninggalkan Suci di depan pintu."A-apa, Pak? Ulang tahunku?" tanya Suci memastikan."Iya. Jangan menggangguku, aku mau tidur sebentar." Rey masuk ke dalam kamar dan membanting pintu cukup kuat.Kenapa lagi dengan pria itu? Suci mengernyit, melangkah masuk ke dalam apartemen mewah bosnya.Apa benar Pak Rey memakai tanggal ulang tahunku untuk password apartemennya? Suci bergumam sendiri, memperhatikan ruangan di depanny