Share

Bab 5

"Mereka semua, apakah mereka itu manusia atau sekumpulan monster? Mengapa tidak ada sedikitpun empati dalam diri mereka? Sungguh gila! Hati nurani mereka sudah dimakan oleh ego dan ambisi!" Kesal Hazel, suaranya penuh dengan kekecewaan. Wanita berkacamata itu terus menggerutu saat langkahnya melangkah di antara pepohonan yang rindang.

Hazel berhenti sejenak, mencoba menenangkan diri di tengah hutan yang sunyi. "Ya Tuhan, penglihatanku mulai kabur," keluhnya pelan, mencoba meraih napas segar sebanyak mungkin.

Namun, kelelahan, dahaga, dan lapar yang melanda tak kunjung reda. Hazel kembali menatap langit, mencari kekuatan dalam hembusan angin yang lembut. Seketika, dunia berputar di sekelilingnya, dan gelombang pusing menyergapnya dengan tiba-tiba.

"Ini adalah akhir dariku, aku akan mati di sini," gumam Hazel, suaranya hampir tak terdengar di antara gemuruh alam yang memayungi hutan kediaman Parker.

Langit yang cerah tiba-tiba berubah kabur, suara-suara di sekitarnya bergema samar, seolah jauh di kejauhan. Detak jantung Hazel berdegup semakin cepat, kenyataan yang ada sudah mulai memudar di hadapannya.

"Tuan Jonathan... Kau memang iblis bertopeng manusia. Tidak bisakah para karyawanmu membantuku?" suaranya terdengar rapuh, seakan-akan terdengar dari dalam sumur yang dalam.

Kaki Hazel gemetar, tanah di bawahnya seolah bergerak tak menentu. Ia berjuang untuk tetap tegak, namun tubuhnya tak lagi mendengarkan perintah. Segalanya berputar di sekelilingnya, dan Hazel merasa seperti terjatuh ke dalam jurang tanpa dasar.

"Tolong..." seruannya hampir tak terdengar saat ia jatuh ke depan, tangan terulur mencari pegangan yang tak ada.

Bruk!

Hazel jatuh, tubuhnya terhempas lembut namun tak berdaya di atas paving blok. Dunia menjadi gelap, suara-suara bergema menjadi bisikan yang tak terdengar. Hazel tak sadarkan diri karena kelelahan yang melanda.

***

"Silakan, Tuan, kita sudah sampai." Carl membuka pintu mobil saat mereka tiba di bandara siang ini.

Jonathan melangkah keluar dari mobil. Jasnya yang mahal terlihat sempurna, tak ada lipatan yang terlihat, dan matanya yang biru memantulkan langit cerah siang itu.

“Terima kasih, Carl,” ucap Jonathan dengan nada yang mengandung otoritas.

Cahaya matahari menembus kaca bandara, menciptakan aura yang hampir sakral saat Jonathan melangkah melewati pintu kedatangan dengan sebuket bunga yang ia genggam. Dia memindai kerumunan, matanya tertuju pada satu sosok yang menonjol di antara lautan manusia.

Natasya, yang kini menyandang nama Nyonya Collins, berdiri dengan postur yang menggambarkan keanggunan dan kekuasaan. Gaunnya, sederhana namun elegan, adalah pilihan yang disengaja untuk tidak menarik perhatian.

"Selamat siang, Nyonya Collins, dan selamat datang di Eldoria," sapa Jonathan dengan suara yang terdengar hangat sambil menyerahkan buket bunga yang ia bawa.

Ya, buket bunga eksotis yang harganya bisa mencukupi kebutuhan sebuah keluarga selama sebulan itu ia berikan kepada calon istrinya.

Natasya menoleh, lalu tersenyum. Ia menerima buket itu dari calon suaminya. "Terima kasih, Tuan Parker, Anda terlalu bermurah hati," balasnya, "Tentu perjalananmu menuju bandara pasti melelahkan. Mari kita tidak pernah membuang waktu," sambung Natasya.

"Tidak masalah untuk membuat Nyonya Collins merasa aman."

"Anda terlalu berlebihan, Tuan Parker."

"Silakan." Jonathan mempersilahkan.

Natasya tersenyum, mereka berdua pun berjalan beriringan, langkah Jonathan dan Natasya begitu sinkron dalam ritme yang telah mereka latih. Di antara sorotan mata penumpang lain dan desas-desus bandara, mereka berdua adalah gambaran sempurna dari pasangan yang berkelas dan terkendali.

Demi menghadiri undangan ibunda Jonathan, Nyonya Catarina Parker, Natasya harus menggunakan maskapai pemerintah. Kini, dengan langkah yang ringan namun penuh arti, Jonathan dan Natasya berjalan menuju mobil yang telah menunggu.

Jonathan membuka pintu untuk Natasya, matanya bersinar dengan kekaguman yang dipalsukan. "Silakan. Setelah hari ini, seluruh kota akan berbicara tentang Nyonya Collins yang memesona," ujar Jonathan dengan suara yang lembut, seolah-olah setiap kata adalah sebuah pujian.

Natasya memasuki mobil dengan anggun, menoleh ke Jonathan dengan senyum yang manis. "Dan mereka akan iri dengan Tuan Parker yang beruntung," balasnya.

Mereka duduk bersebelahan. "Karena kita adalah pasangan yang sempurna, bukan?" bisik Jonathan, tangannya menyentuh tangan Natasya.

Natasya menggenggam tangan Jonathan, menatap pria itu sambil tersenyum. "Apakah ada pasangan yang sesempurna seperti kita?"

Jonathan tersenyum, mencium lembut punggung tangan Natasya. "Kita adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan," ucapnya.

Tidak ada orang yang tahu seperti apa Jonathan. Orang hanya mengetahui jika Jonathan adalah direktur yang tertutup dan juga tidak dekat dengan wanita manapun. Dia misterius. Semua yang ia lakukan hanyalah mengambil peran yang terlihat sempurna tanpa cela.

"Oh, Tuan Parker, kau sungguh manis," kata Natasya tersipu malu.

"Itu karena kau adalah calon istriku. Tentu saja aku harus berlaku manis. Bukan kah semua pasangan begitu, Nyonya Collins?"

Natasya hanya tersenyum lalu mengangguk mengiyakan menanggapi ucapan Jonathan.

Kini matahari mulai tergelincir perlahan ke peraduannya, menutup hari dengan semburat merah dan emas. Di dalam mobil yang melaju menuju mansion, suasana hening hanya diisi oleh suara mesin yang berdengung lembut.

Natasya, yang duduk dengan tenang di samping Jonathan, memandang keluar jendela, matanya menyapu pemandangan yang berlalu tanpa benar-benar melihatnya.

Tiba-tiba, ponsel Jonathan mengeluarkan bunyi notifikasi. Bunyi itu sontak membuat Natasya menoleh. "Maaf," kata Jonathan yang kemudian mengeluarkan ponselnya dengan gerakan yang tergesa-gesa. "Ini dari kantor," jelasnya, suaranya terdengar serius, berbeda dari nada hangat yang ia gunakan sebelumnya.

Natasya hanya mengangguk, membiarkan Jonathan menangani urusan bisnisnya. Dia tahu bahwa di balik fasad yang mereka bangun, ada dunia yang penuh dengan intrik dan kekuasaan yang tidak bisa diabaikan, bahkan untuk sesaat.

Jonathan membaca pesan itu. "Tuan, nona Hazel jatuh pingsan." Pesan yang Jonathan dapatkan dari kediamannya.

Natasya memperhatikan ekspresi wajah Jonathan yang tiba-tiba serius. "Apakah semuanya baik-baik saja, Tuan Parker?" tanyanya dengan nada khawatir.

Jonathan menatap Natasya sejenak, mencoba menyembunyikan kegelisahan di balik senyumnya yang tenang. "Hanya masalah kecil, Nyonya Collins," jawabnya singkat. "Semua baik-baik saja," lanjut Jonathan, berusaha meyakinkan Natasya.

Natasya mengangguk. "Baiklah, jika begitu," kata Natasya.

Jari-jari Jonathan mulai menari di atas layar ponselnya. "Biarkan saja dia. Jika ada yang menyentuh wanita itu, kalian akan tahu akibatnya," balas Jonathan.

Jonathan kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku jas yang ia kenakan. Pria yang selalu tampak tenang.

Jonathan, seorang pewaris yang selalu mematuhi peraturan keluarga. Dirinya harus menjaga kesan yang selalu sempurna di depan publik. Namun, dibalik sikap tenang Jonathan dan keanggunan yang dimilikinya, terdapat lapisan-lapisan misteri yang tak terungkap.

"Kita akan segera sampai, Nyonya Collins," ucap Jonathan membuyarkan keheningan di dalam mobil.

Natasya merasa ada yang tidak beres. Ekspresi Jonathan terlihat berbeda, dan pesan dari kantor yang tiba-tiba membuat hatinya gelisah. Namun, dia memilih untuk mempercayai Jonathan.

"Aku sungguh tidak sabar ingin bertemu dengan Bibi Catarina ketika tiba di kediamanmu."

"Ibuku tidak berada di kediamanku. Namun beliau akan tiba besok."

Tak lama setelah itu, mobil mewah itu berhenti dengan halus di depan mansion megah yang berdiri tegak di tengah hutan.

Jonathan turun lebih dulu, ia membuka pintu mobil dan menawarkan tangannya kepada Natasya. "Selamat datang di kediamanku, Nyonya Collins," ucapnya dengan senyum yang hangat.

Natasya menerima bantuan Jonathan dan melangkah keluar dari mobil. Dia menatap mansion yang megah di depannya, terpesona oleh keindahan dan kemegahannya. "Rumahmu sangat indah, Tuan Parker," ucapnya dengan suara yang penuh kagum.

Jonathan tersenyum, merasa bangga dengan pujian Natasya. "Terima kasih, Nyonya Collins. Aku berharap Anda merasa nyaman selama di sini," balasnya.

Mereka berjalan masuk ke dalam mansion, disambut oleh para pelayan yang sudah menunggu di pintu masuk. "Silahkan, Nyonya Collins," ucap Jonathan, mempersilahkan Natasya masuk terlebih dahulu.

Para pelayan bergegas melayani Natasya, menunjukkan jalan dan membantu membawa barang-barangnya.

Sementara itu, Jonathan berpamitan. "Mohon maaf, Nyonya Collins. Ada urusan yang harus aku selesaikan. Aku akan kembali setelah urusanku selesai," ucapnya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
The Lucky
Sampai sini menarik, dan gregetan sama si Jo! Lanjutkan boskuh!! ...️‍...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status