Keluarga Benalu 9
Pintu depan yang memang sejak tadi sengaja tak ku kunci, untuk berjaga - jaga atas kemungkinan terburuk, kini menjeblak terbuka lebar. Shandy diikuti dua lelaki berbadan tegap dan kekar masuk dan langsung menghampiri kami. Shandy berdiri di depanku, memposisikan dirinya dengan sikap melindungi. Sementara dua lelaki tadi berdiri di sisi kiri kanan kami.
"Berani sekali kau menyentuh adikku! Dasar lelaki baj*ngan!" Bentak Shandy.
Wajah Mas Ardan merah padam. Ditatapnya aku dengan pandangan menghakimi.
"Jadi kau merencanakan semua ini, Nayma? Kau sengaja memasang kamera untuk memata - mataiku? Kau berkomplot dengan Shandy untuk menjebakku!"
Keluarga Benalu 10Dari teras rumah yang berjarak sekitar 10 meter ke pintu gerbang, dapat kulihat Mama, Asti dan Ara menggedor - gedor pagar dengan ribut. Pak Hasan, satpam yang biasa berjaga memang sengaja kuberi cuti. Aku tak ingin terlalu banyak orang mengetahui kemalanganku. Rasanya memalukan kalau sampai banyak orang tahu aku suamiku membawa selingkuhannya ke rumah, lalu bercinta di kamarku. Mas Ardan sendiri entahlah apakah masih punya malu atau tidak.Aku menyuruh Bik Sum membuka gerbang sebelum para tetangga berdatangan. Suara gedoran pagar dan teriakan mereka benar - benar merusak suasana."Astaga! Kenapa lama sekali? Kau mau membuat kami mati kepanasan?" Cecar Mama begitu menginjakkan kaki di teras. Mereka bertiga menghempaskan tubuh di sofa dengan waj
Keluarga Benalu 11Dania duduk di sofa dalam ruanganku sambil matanya tak henti celingukan. Mungkin dia heran bagaimana manajer sepertiku punya ruangan pribadi semewah ini. Apalagi melihat sikap Diva sekretarisku yang penuh hormat."Jadi apa yang membawamu kemari?""Aku tidak mau mengurus mertua dan adik - adik iparmu. Tolong bawa mereka pulang, Mbak."Aku tertawa."Aku dan Mas Ardan akan segera bercerai. Dan jika kalian menikah, mereka akan jadi keluargamu juga. Belajarlah menerima itu.""Tidak bisa, Mbak. Aku hanya menginginkan Mas Ardan. Aku tak sekaya Mbak. Tak bisa mengurus keluarg
Keluarga Benalu 12"Aku tidak akan minta maaf padamu, apalagi berlutut. Aku tidak sudi! Kau sudah membuat kami jadi gembel!" Sentak Asti keras. Dilepasnya cekalan tangan dua orang perawat yang tadi melerai kami. Dia bergeser menjauh sambil menghentakkan kaki. Mas Ardan tampak terkejut di atas brankarnya, tapi tak mampu berbuat apa - apa. Aku merapikan rambutku yang kusut masai. Menoleh berkeliling, banyak keluarga pasien menonton pertengkaran kami. Sungguh memalukan.Tak ingin berlama - lama membuat kegaduhan, aku segera berlalu. Tak ku pedulikan panggilan Mas Ardan. Niatku ingin membayar ongkos rumah sakitnya menguap. Carilah sendiri uang itu! Aku tak akan sudi lagi berurusan dengan kalian. Keinginanku untuk segera bercerai makin bulat. Kalau kalian merasa aku telah membuat kalian jadi gembel, baiklah aku tak akan tanggu
Keluarga Benalu 13Aku melempar ponsel dengan panik. Bagaimana bisa aku kecolongan? Tak melihat ada yang merekam kejadian di Rumah Sakit tadi. Di video, aku tampak sangat kacau. Untungnya karena diambil dari kejauhan, wajahku tak terlihat dengan jelas. Tapi orang - orang terdekat pasti akan langsung mengenaliku.'Bagus! Hajar aja mantu jahat mah. Buang ke kali.''Jambak terus mbak. Kalo perlu telanjangin''Mau sama lakiknya tapi ga mau sama ibunya. Helloww lo pikir lakik lo lahir dari batu?'Beberapa komentar jahat netizen yang sempat kubaca tadi membuatku menggigil.Ponselku berkedip.&
Keluarga Benalu 14"Nayma!"Mas Ardan mencekal tanganku begitu kami keluar dari ruang mediasi di pengadilan agama. Keras, aku menyentak tangannya agar segera lepas."Tega sekali kamu membiarkan Asti di penjara. Kamu benar - benar keterlaluan!"Aku mendengus, menatap wajah lelaki yang pernah kucintai itu lekat - lekat."Adikmu pantas mendapatkannya. Biar dia belajar bagaimana bersikap dengan benar. Kau masih beruntung aku tidak melaporkan Mama dan juga Ara.""Ini masalah kita. Jangan bawa - bawa keluargaku!""Kalau begitu
Keluarga Benalu 15Aku bergerak cepat, kembali ke rumah lama tanpa mengemasi apapun. Kutelepon Shandy, menceritakan kejadian barusan, tentang Mas Ardan yang semakin nekat. Kuminta 4 orang pengawal profesional untuk berjaga di sekitar rumahku. Juga Pak Hasan kuberitahu agar segera kembali dengan membawa satu orang lagi temannya untuk bekerja sebagai satpam. Di rumah utama, pagar dan gerbangnya tinggi, penjagaannya lebih ketat. Tak sembarangan orang bisa masuk tanpa melalui satpam. Rumah ini sudah tak aman lagi. Bisa saja Mas Ardan tiba - tiba kembali begitu tahu ATM nya tak menerima dana sedikitpun dariku. Aku tak dapat membayangkan apa yang akan dilakukan lelaki itu.Seharusnya aku bisa merasa sedikit tenang setelah melewati mediasi. Videoku yang viral di internet juga meredup dengan cepat. Video permintaan maaf dari si p
Keluarga Benalu 16PoV ARDANAku mengemudikan mobil dengan kesal menuju rumah mungil Nayma di Lembah Hijau. Aku harus menemuinya dan memberinya pelajaran yang akan diingatnya seumur hidup karena telah berani menipuku. Dan aku juga akan membawa Aryan bersamaku. Anak itu adalah satu - satunya kelemahan Nayma.Rumah mungil bergaya jepang itu tampak sepi. Pagarnya tertutup rapat dan ada gembok besar menandakan penghuninya tidak ada di rumah. Ah, kemana dia? Atau mungkin gembok itu hanya kamuflase agar aku tak mengira dia ada? Aku menghentikan mobil dengan bimbang."Ini rumah Nayma juga? Wow, dia benar - benar kaya." Dania berdecak."Benar ini rumah
Keluarga Benalu 17PoV ARDANAku melangkah lunglai keluar dari bangunan megah supermall dan grosir terbesar tempatku bekerja selama lebih dari 5 tahun ini. Surat pemecatan di tangan kuremas kuat - kuat. Tak kuhiraukan tatapan dan bisik - bisik rekan lain yang heran melihatku pulang lagi padahal hari masih pagi. Mereka tak berani bertanya langsung tentu saja. Selama ini aku menjaga jarak dengan mereka karena ku anggap diriku memiliki posisi yang lebih tinggi dengan adanya koneksi Fika. Selama 5 tahun semua berjalan baik - baik saja. Sampai hari ini tiba.Di pintu keluar karyawan, security yang bertugas check body karyawan yang akan keluar, menyapaku."Kok lemes, Pak Ardan? Kan baru gajian. Eh, ini m