“Aku dengar, besok Kai sudah boleh pulang. Kamu tidak mau ikut menjemputnya? Kondisi Kai pasti tak langsung pulih, jadi mungkin Milea akan membutuhkan kita membantu menjaga Kai,” ucap Cantika mencoba membahas masalah cucu mereka. Mark baru saja selesai mandi saat mendengar ucapan istrinya itu. Dia menatap Cantika yang duduk sambil memandangnya. “Milea bilang kita tidak usah ke sana, kan? Jadi tidak usah ke sana,” balas Mark lantas melempar handuk ke ranjang baju kotor. Cantika sangat terkejut mendengar ucapan Mark. Sejak kejadian di rumah sakit, suaminya itu memang tak mau membahas soal Kainan. “Aku tahu kamu marah karena sikap Milea, tapi kita juga salah kepadanya,” ucap Cantika mencoba membujuk sang suami. Mark langsung membalikkan badan hingga saling berhadapan dengan Cantika. Tatapan matanya memperlihatkan ketidaksukaan atas pembicaraan yang sedang dibahas. Cantika diam menatap tatapan sang suami, hingga pria itu memilih keluar dari kamar. Cantika mengembuskan napas kasar.
“Kai sudah boleh keluar dari rumah sakit?” tanya Emily ketika mendengar Aruna dan Ansel sedang membahas kepulangan Kai. Aruna dan Ansel terkejut mendengar suara Emily yang tiba-tiba ada di kamar, keduanya melihat Emily yang sudah memakai seragam sekolah. “Iya, Uncle Hanz nanti yang jemput Kai,” jawab Aruna sambil merapikan dasi Ansel. Emily terlihat sangat bersemangat mendengar jawaban Aruna. “Apa Kai akan ke sini?” tanya Emily penuh semangat. Aruna dan Ansel saling tatap mendengar pertanyaan Emily, hingga keduanya menatap Emily yang antusias. “Kai masih butuh istirahat untuk pemulihan, jadi Kai belum bisa main ke sini,” jawab Aruna menjelaskan. Emily langsung menggelembungkan kedua pipi mendengar jawaban Aruna, padahal dia sudah tak sabar mengajak Kai bermain di rumah itu bersama Archie. “Nanti, kalau Kai sudah pulang, kita jenguk ke rumahnya, ya.” Aruna bicara sambil mengusap rambut Emily. “Oke.” Emily kembali bersemangat. Dia pun kembali keluar dari kamar orang tuanya itu u
“Kamu sudah bilang Hanz kalau mau ikut jemput?” tanya Orion sambil mengemudikan mobil di jalanan. “Belum,” jawab Cheryl santai. Orion terkejut mendengar jawaban Cheryl, hingga menoleh ke sang istri yang duduk di sampingnya. “Kenapa tidak mengabarinya dulu? Bagaimana kalau kita datang, mereka sudah pergi?” tanya Orion. “Tidak mungkin, aku yakin mereka belum pulang,” jawab Cheryl. Orion menghela napas pasrah, lantas memilih terus mengemudikan mobil menuju rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, keduanya pun berjalan masuk lobi untuk menuju kamar inap Kai, tapi saat baru saja menginjakkan kaki di sana, Cheryl menghentikan langkah sambil memasang wajah kesal. “Ada apa?” tanya Orion karena Cheryl berhenti. “Dia orangnya, aku belum sempat memberinya pelajaran, sepertinya Tuhan baik kepadaku karena memberiku kesempatan melabraknya,” ucap Cheryl lantas melangkahkan kaki begitu cepat. Orion bingung dengan ucapan sang istri. Dia mengejar hingga menyadari alasan sang istri terlihat kesa
“Biar aku bawa Kai ke kamar,” ucap Milea sambil mengambil Kai dari gendongan Hanzel saat mereka sampai di apartemen. Hanzel memberikan Kai ke Milea, dia pun menatap wanita itu pergi ke kamar, sebelum kemudian membalikkan badan untuk menatap kedua orang tuanya. “Duduklah Pi, Mi.” Hanzel mempersilakan untuk duduk lebih dahulu. Cheryl dan Orion pun duduk di sofa, Hanzel hanya bisa menghela napas kasar mengingat kejadian tadi. “Kalian tadi bertengkar dengan orang tuanya Milea?” tanya Hanzel malah tak habis pikir karena para orang tua bertengkar. Orion melirik sang istri yang hanya diam, lantas menatap Hanzel yang tampak kesal. “Ya, mami yang memulainya. Mami tidak terima dengan ucapannya yang menuduh jika kamu salah didikan,” geram Cheryl. “Mami menggamparnya dengan tas, dia pikir mami takut!” Cheryl menceritakan dengan emosi menggebu. Hanzel sangat syok mendengar ucapan sang mami. Cheryl selalu terlihat anggun dan berwibawa ketika di hadapan orang lain, tak menyangka sang mami bis
“Sudah? Mau sampai kapan?” Melvin hanya menatap ayah Milea yang menemuinya, tapi malah terus minum kopi yang disuguhkan. Pria itu menunggu sampai Mark mau membuka pembicaraan. Mark menghabiskan secangkir kopi yang disuguhkan kepadanya, lantas melonggarkan dasi yang terasa menyekik lehernya. “Aku tidak punya banyak waktu jika hanya untuk melihatmu minum kopi. Jika ada yang mau dibicarakan, bicarakan saja segera,” ucap Melvin menyindir. Mark menatap sahabatnya itu, hingga kemudian mendengkus kasar. “Aku tidak paham, kenapa Milea masih memilih pria yang sudah membuatnya menderita!” geram Mark akhirnya mau bicara. “Aku juga heran, kenapa Cantika mau dengan pria yang memiliki masa lalu buruk sepertimu,” balas Melvin yang tentunya mengandung nada sindiran. Mark langsung menatap Melvin, hingga mencebik kesal. “Ini berbeda,” sanggah Mark. “Apanya yang beda? Ya masalahnya memang beda, tapi yang jelas sama-sama buruk,” ucap Melvin dengan santainya kemudian menyesap kopi miliknya. Mark
“Minum susunya dulu, baru nanti minum obatnya.”Hanzel meletakkan segelas susu di meja tepat di hadapan Kai. Milea sedang membersihkan meja makan.Kai menatap Hanzel yang duduk menjaga jarak darinya. Dia mengambil gelas di meja, lantas meminum susu itu perlahan.Hanzel menatap Kai yang sedang minum. Dia masih bertanya-tanya, kenapa tak menyadari wajah Kai sejak awal bertemu, mungkin karena saat pertama kali bertemu, Hanzel tak peduli dengan Kai.“Kenapa kamu di sini terus?” tanya Kai setelah minum.Hanzel terkejut mendengar pertanyaan Kai, tapi dirinya tetap berusaha tenang sambil mengulas senyum ke Kai.“Karena aku ingin menjagamu dan Mama,” jawab Hanzel penuh percaya diri.“Kenapa mau jaga Kai dan Mama?” tanya Kai seperti hendak menyelidiki sesuatu.Hanzel ingin sekali mengatakan kalau dia ayah kandung Kai yang berhak menjaga bocah itu tapi dirinya masih menahan keinginannya itu karena takut Kai belum bisa menerimanya.“Ya, karena ingin saja. Kai sedang sakit, tidak ada yang jaga Ma
“Kamu beberapa hari ini ke mana saja, Hanz? Oma ga lihat kamu pulang, tapi kamu kok ga ada pamit kalau ke luar kota?” tanya sang oma saat melihat Hanzel pulang.Hanzel menggaruk kepala tidak gatal mendengar pertanyaan sang oma, hingga melirik sang mami yang ternyata belum tidur padahal malam sudah larut.Cheryl tampak menganggukkan kepala, sepertinya ingin agar Hanzel menceritakan yang terjadi agar tak semakin lama merahasiakan soal Kai dan Milea dari kakek-neneknya.“Oma, hari ini sehat-sehat, kan?” tanya Hanzel sambil memegang satu tangan sang oma.“Kenapa kamu bertanya seperti itu? Kamu pikir oma ini gampang sakit? Atau kelihatan sakit?” Sang oma memicing curiga ke Hanzel.Hanzel melebarkan senyum, lantas mengajak sang oma duduk.Cheryl dan Orion juga ada di ruang keluarga itu, sedangkan sang opa sudah beristirahat di jam segitu.“Ada apa? Kenapa tatapan kalian aneh?” tanya sang oma sedikit was-was.Sebagai orang tua yang sudah hidup lebih lama, serta sering melihat tingkah anak-an
“Kamu bawa apa saja?” tanya Milea terkejut saat melihat Hanzel datang membawa dua paper bag besar.“Oh, ini dari Oma,” jawab Hanzel sambil berjalan menuju dapur.Kai ternyata ada di meja makan, bocah laki-laki itu menatap Hanzel yang baru datang membawa banyak barang.“Oma?” Milea tentunya terkejut mendengar jawaban Hanzel.“Iya, Oma. Aku sudah memberitahunya semalam, lalu pagi-pagi dia memintaku membawa ini untuk kalian,” ujar Hanzel menjelaskan lantas menatap Kai yang sedang minum susu.Hanzel meletakkan dua paper bag di meja, sedangkan Milea ingin melihat apa isi paper bag itu.“Oma memasak sup untuk Kai,” ucap Hanzel meletakkan tempat khusus sup di meja, tak lupa dia menatap Kai sambil memberikan senyum hangat.“Ada sayuran dan beberapa lauk juga. Kata Oma, ini bisa dimasukkan ke lemari pendingin dan dipanaskan kalau mau makan,” ucap Hanzel ke Milea.Milea pun mengangguk-angguk mendengar ucapan Hanzel.“Oma membuat cookies untuk Kai. Lihat, lucukan?” tanya Hanzel saat memperlihatk