"Seru kan Han, kerjaan di luar," ucap Anisa pada Hana yang duduk di sampingnya.
Mereka sedang melihat pengambilan vidio tiap ruangan yang ada di dalam vila."Seru ... kerja sambil healing hehe," mereka berdua tertawa kecil.Mata Hana tak pernah lepas dari Yudha sedetik pun. Ia terus memperhatikan setiap apa yang dilakukan Yudha. Dari pengambilan vidio, mengarahkan apa yang harus dilakukan, hingga mengatur tampilan ruangan agar terlihat lebih menarik.Setelah ini selesai mereka berencana akan langsung pulang karena sudah jalan-jalan sebelumnya. Hana, terus memperhatikan setiap gerak gerik Yudha. Setiap hal yang dilakukan Yudha terasa menarik untuk Hana. Jika, tidak saat bekerja saja Yudha sudah terlihat menarik. Ketika bekerja semakin bertambah. Perawakan yang tinggi, mata yang teduh, alis lumayan tebal, kulit sawo matang, dan juga rambut yang di tata rapi."Han, tolong bawakan script yang ada di meja itu," pinta Yudha pada Hana, menunjuk kertas yang ada di atas meja. Suara Yudha menyadarkan Hana dari pikirannya. Dengan sigap Hana menyerahkan apa yang diminta Yudha. Dalam hati Hana berdoa, semoga saja Yudha tidak menyadari jika ia terus menatapnya.š¼š¼š¼"Sini, biar aku aja yang bawa," Yudha mengambil tas yang ada di tangan Hana. Sekali lagi, Hana merasa sangat diperhatikan oleh Yudha.Hana mengikuti langkah Yudha dari belakang menuju mobil. Langit senja sudah mulai tampak menujukkan wajahnya ketika mereka hendak pulang.Dalam perjalan pulang Hana yang baru pertama kali kerja keluar kota tertidur di dalam mobil karena kelelahan, ia tertidur begitu saja. Kepalanya tersandar di sisi mobil. Melihat hal itu, Yudha dengan sigap mengambil bantalan yang ada.Membenarkan posisi tidur Hana dengan memberikan bantal di kepalanya agar leher Hana tidak sakit."Cantik," ucap Yudha dalam hati seraya terus memandang Hana tanpa disadari yang lain.'BRUK' suara mobil ketika melewati jalan yang agak rusak. Membuat tubuh mereka sedikit terguncang, mengalihkan Yudha dari tatapanya kepada Hana. Ia kembali membenarkan posisinya, memejamkan matanya juga. Mengalihkan perhatiannya dari sosok wanita yang tertidur di sampingnya.Setelah beberapa waktu di perjalanan. Mereka memutuskan untuk mampir di sebuah rumah makan di pinggir jalan yang juga berdekatan dengan masjid."Bangunin Hana, Yud," ketika Anisa yang duduk di depan melihat Hana yang masih tertidur saat mereka berhenti."Han ... Hana," Yudha menepuk bahu Hana beberapa kali."Ugh ....," Hana membuka matanya perlahan, ia masih terlihat mengantuk. "Sudah sampai?""Belum. Kita istirahat dulu. Makan sekalian salat." Jelas Yudha kemudian membuka pintu mobil. "Ayo, keluar dulu."Hana mengangguk, mengikuti Yudha yang keluar lebih dulu. Sementara menunggu yang lain salat. Hana memilih duduk di teras masjid. Menyenderkan tubuhnya di tiang masjid.Hawa dingin menyetuh kulitnya. Hana meringkuk, sekiranya dapat menghangatkan tubuhnya. Bisa-bisanya ia tidak membawa jaket. Ia terlelap beberapa saat.Set!Hana merasakan sesuatu di letakkan di atas tubuhnya. Ia membenarkan posisi duduknya. Ia melihat sudah ada sebuah jaket denim di tubuhnya Di sampingnya, sudah ada Yudha sedang memakai sepatu."Sudah selesai?" tanya Hana, mengarakan kepalanya ke belakang. Terlihat, ada Anisa dan Azmi sedang berjalan menuju mereka."Sudah. Kita makan dulu. Disana ...," Yudha menunujuk ke arah warung sederhana yang ada di samping masjid. "Pakai aja," ucap Yudha ketika Hana hendak melepas jaket."Kamu ... gimana?" tanya Hana khawatir karena jaket Yudha ia pakai, udara saat ini terasa dingin."Aman ... Aku pakai ini juga," Yudha menujukkan koas putih polos yang ia pakai selain kemeja di bagian luar.Melihat hal itu, Hana dengan cepat memakai jaket tersebut. Aroma khas parfum laki-laki mengenai indra penciuman Hana saat ia memakai jaket Yudha. Wangi segar yang menenangkan. Hal ink menambah nilai plus di mata Hana. Ia menyukai laki-laki yang memperhatikan diri. Rapi, bersih serta wangi adalah pria yang Hana sukai, selain tampilan yang menarik.š¼š¼š¼āAku antar pulang, mau?" tawar Yudha pada Hana yang sedang duduk di depan studio. Hari sudah malam ketika mereka tiba di studio. Yang lain sudah pulang lebih dulu beberapa saat lalu.āTunggu sebentar lagi ya. Soalnya Ibu gak angkat telepon takut Ibu lagi di jalan,ā Hana dari tadi menunggu ibunya. Di perjalanan pulang dari puncak ia sudah mengabari Ibunya jika ia sudah hampir sampai.Setengah jam lebih Ibunya masih belum terlihat. Padahal, perjalanan dari rumah ke tempat studio hanya sekitar dua puluh menit. Hana yang gelisah terus menerus memeriska ponselnya.āAku temani nunggu di sini", tawar Yudha lagi. Hana mengiyakan.Sunyi, tidak ada yang bicara. Yudha sibuk dengan ponselnya. Sedangkan Hana sibuk dengan pikirannya. Ia memutar kembali saat - saat perjalanan di luar kota yang membuat dirinya merasa senang. Namun, terasa gugup juga. Karena hanya tinggal ia berdua dengan Yudha di sini.āRis, tolong kirimkan foto-foto yang sudah di edit kemarin ke klien, ya, besok.āHana menoleh kearah Yudha, mengalihkan perhatiannya. Ia dengar Yudha memanggil āRisā. Bearti itu Risa. Setahu Hana, tugas Risa sama dengannya Bagian administrasi. Kirim mengirim file atua hasil pemotretan adalah tugas bagian tim editor dan juga fotographer.Terdengar suara motor yang cukup familiar ditelinga Hana, kembali mengalihkan pikiran Han akan permintaan Yudha kepada Risa. Ia melihat Ibunya sudah berada di depan studio.āYud, Ibu sudah datang. Aku duluan, ya. Makasih sudah menemani," ucap Hana. Ia kemudian berlalu, pergi meninggalkan Yudha.āHati-Hatiā, Balas Yudha. Kemudian menyalakan motornya juga untuk segera pulang.Saat di perjalanan pulang, Hana masih memikirkan Yudha saat menelepon Risa. Ada Perasaan sedikit tidak suka muncul ketika Yudha menyebut nama Risa. Ia meremas ujung jaket Yudha yang masih ia kenakan. Karena Yudha menolak saat hendak dikembalikan."Gimana, Bu, tadi dirumah, Tante?" tanya Hana ketika sudah masuk ke dalam rumah."Alhamdulillah, semua hampir beres. Kamu sudah minta ijin kalau lusa ada acara keluarga?" tanya ibu Hana yang duduk di kursi ruang tamu. Hari ini ibu Hana pergi ke rumah saudaranya, tante Mila yang sedang mempersiapkan lamaran untuk anak beliau."Belum, Bu, besok rencananya Hana mau bilang ke, Mas Marco," ia masuk ke dalam kamar meletakkan tasnya di atas meja rias di samping tempat tidur.Hana merebahkan tubuhnya yang lelah setelah perjalanan dari puncak. Ada perasaan khawatir jika ada saudara terdekatnya menikah. Khawatir akan pertanyaan orang-orang jika bertemu nanti. Hana yang sudah dua puluh lima tahun belum juga mempunyai pasangan. Ia sampai bosan karena ditanya terus menerus walaupun sambil bercanda. Jika bisa memilih, ia tidak akan hadir di acara keluarga."Ya, sudah. Mandi dulu sana. Baru tidur", ucap ibu saat berada di depan pintu kamar Hana. Hana beranjak dari tempat tidur bergegas mandi. Badann
"Hana berangkat dulu bu, Assalamu'alaikum ...," Hana berpamitan, tak lupa sebelum pergi ia mencium tangan Ibunya.Sebenarnya, ia cukup lelah karena perjalanan kemarin dan harus berangkat pagi. Terlebih lagi ia tidur larut malam. Menempuh perjalanan kurang lebih dua puluh menit Hana akhirnya sampai di tempat kerja. Baru saja ia mematikan motornya di depan Studio, ia melihat Yudha keluar. "Mau kemana, Yud?" tanya Hana yang sedang hendak menyalakan sepeda motornya. "Ada urusan bentar, aku keluar dulu, ya," Yudha bergegas pergi. Hana mengiyakan, kemudian masuk ke Studio. Ia melihat Anisa duduk di meja kerjanya. "Assalamu'alaikum ...," sapa Hana."Wa'alaikumsalam ... kurang tidur kamu, Han?" tanya Anisa saat melihat Hana, matanya tampak sayu."Keliatan banget, ya, An?" Hana mengambil cermin kecil di dalam tas. Ia menghela nafas, matanya masih terlihat bengkak akibat kurang tidur. "Kamu gak capek?""Sudah biasa, Han ...," jawab Anisa menaik turunkan alisnya. Benar juga Anisa sudah sering
'Aku mau berangkat. Ketemuan di sana, ya.'Sebuah pesan yang dikirim Hana kepada Yudha. Hari ini mereka berencana untuk pergi keluar untuk makan. Sejak hari mereka pergi ke puncak. Mereka berdua semakin dekat.Mereka sepakat untuk bertemu disebuah kafe yang berada di tengah-tengah tempat mereka tinggal.Jarum jam tangan Hana menunjukkan jam tujuh lewat lima belas. Sudah lewat lima belas menit dari jam janjian. Batang hidung Yudha masih belum terlihat. Pesannya pun masih belum dibaca. Hana mulai gelisah. Apa ada sesuatu terjadi? tanya Hana dalam hati. Beberapa kali ia memeriksa ponselnya. Tidak ada pemberitahuan apapun.Ting! sebuah pesan masuk.Anisa : Han .. keluar, yuk. Ternyata dari Anisa. "Apa aku ajak Anisa juga, ya?" batin Hana. Ia menatap sekitar, siapa tahu Yudha sudah datang. Nihil. Belum juga terlihat. "Tapi, kalo Anisa ikut terus Yudha datang ... jawab apa?" lagi-lagi ia membatin. Karena tidak ada yang tahu dirinya dan Yudha dekat.Hana mencoba menghubungi Yudha. Hanya buny
"Ok ... Aku udah mulai ngerti. Jadi, setelah Risa diterima di pemerintahan, Yudha batalin ... karena itu tadi, Ibunya?" "Dia bilang gak bisa menikah secepatnya. Dia gak mau aku nunggu lama tanpa kepastian kapan dilaksanakan. Dia bebasin aku, kalo aku mau jalan sama siapa. Tau-taunya beberapa bulan kemudian dia nikah sama, Risa," jelas Hana. Terlihat gurat kesedihan di wajahnya.Anisa mulai mengerti, kenapa saat itu Hana tidak hadir ke pernikahan Yudha. Sosial media gak berteman lagi. Lalu, saat di kantor Hana lebih banyak diam. Diajak keluar pun Hana banyak alasan saat itu. Ternyata alasannya adalah Yudha."Gila sih, cuma si Risa di terima kerja di pemerintahan. Dia nikahin, Risa. Aku udah curiga juga sih, Han. Risa tu sering banget cari-cari perhatian, Yudha. Terus suka posting-posting Yudha. Kamu gak curiga?""Curiga pasti. Tapi, kamu tahu sendiri kan, An ... Yudha selalu jawab. Dekat karena satu proyek atau satu tim."Anisa menghela nafas mendengar cerita Hana. Bisa-bisanya Yudha
"Yud ... tadi di kantor, gimana?" tanya Ibu Yudha saat Yudha sampai di rumah. Baru saja ia meletakkan tas di kamar Ibunya tiba-tiba masuk."Kaya biasa. Kenapa emang, Bu?""Gak, kali aja gitu ... Hana cerita apa sama, Kamu. Soalnya tadi Ibu ketemu dia," kata Ibu Yudha, kemudian berjalan hendak keluar kamar."Terus Ibu ngomong sesuatu sama, Hana?" tanya Yudha sedikit penasaran."Cuma saling sapa aja, kok. Terus ya udah ...," jawab Ibu Yudha bergegas keluar kamar. Ia bersyukur Hana tidak cerita jika ia bertemu dengan dirinya. Selain itu, yang lebih penting Hana tidak cerita jika dirinya meminjam uang. Sebenarnya, Ibu Yudha merasa malu karena ketahuan makan-makan diluar. Takut jika ketahuan ia berbohong meminjam uang dengan alasan membeli kebutuhan pokok tapi ternyata malah pergi bersama teman.Tring tring!Ponsel yang ada di dalam tas Yudha berbunyi. Ia segera mengangkat telepon tersebut. "Halo ... Yang ...," ucap Yudha pada si penelpon yang ternyata adalah istrinya Yudha."Besok jempu
"Bu ... ini martabak pesanan, Ibu," Yudha meletakkan martabak di atas meja. Kemudian, mereka berdua Yudha dan Risa masuk ke dalam kamar mengganti pakaian untuk membersihkan diri setelah seharian diluar.Malam itu semua sedang berkumpul di ruang tengah. Menikmati martabak yang Yudha beli sambil menonton tayangan di televisi. "Ris, jalan-jalan dulu gimana sebelum kamu balik ke tempat kerja?" ajak Ibu Yudha dengan wajah sumringah. Mengalihkan perhatian mereka yang ada di sana dengan mengajak menantunya pergi. Ia akan selalu mengajak Risa pergi jika pulang. Tentunya, ia akan mendapatkan sesuatu yang baru, seperti baju, tas, sepatu, make up atau yang lainnya seperti dulu jika ia mengajaknya pergi."Liat nanti, ya, Bu ... kalau Risa gak capek." sahut Risa dengan santai tanpa mengalihkan pandanganya dari layar ponsel. Membuat Ibu Yudha sedikit kesal. Yudha yang duduk di sampingnya pun menyenggol lengan Risa pelan. "Main ponselnya bisa nanti lagi, gak?" tegur Yudha pelan. "Ibu lagi bicara s
āKamu kapan, Han? tuh Syifa udah lamaran, kamu nya masih aja belum ada pasangan,ā celetuk Tante Mila.Hana yang mendengar perkataan itu, merasa sedikit risih saat pertanyaan itu di lontarkan di depan keluarga yang lain. Entah pertanyaan keberapa kali yang sudah ia dengar.Hana menatap tante Mila. āDoakan cepet nyusul Syifa, Tante ā¦,ā tak mudah bagi Hana untuk tersenyum. Seolah semua baik-baik saja padahal hati sudah perih. Apalagi kejadian ia batal tunangan masih jelas di ingatannya.āJodoh gak ada yang tau kapan datangnya, cukup doakan semoga dapat yang terbaik,ā kali ini paman Syakir yang begitu dihormati dikeluarga Hana buka suara. Beliau kakak tertua Ibu Hana sementara tante Mila adalah adik dari Ibunya. Mereka tiga bersaudara.āAlhamdulillah masih ada yang belainā ucap Hana dalam hati. Jika ada Ifa, Tante Mila pasti tidak akan berkata seperti itu, karena ifa akan membalas ucapannya. Hana memilih berada di dapur membantu sepupu yang lain menyiapkan makanan. Kedua anak paman Syaki
"Kamu pulang malam ini, Ris?" tanya Ibu Yudha pada Risa yang baru saja pulang pelatihan. Ia pulang sendiri, karena Yudha ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan."Iya, Bu. Biar subuh sudah di sana," jawab Risa yang sedang duduk di ruang tamu. Meminum air mineral yang ia bawa dari tempat pelatihan. "Bu, aku nanti kayaknya mau beli motor baru, biar di tempat kerja enak mau ke mana-mana. Gak enak nebeng atau pinjam motor temen terus.""Ya, beli aja. Asal ada uangnya aja," Ibu Yudha menyetujui niat Risa. Namun, ia juga sedikit khawatir. Kalau-kalau Risa minta belikan sama Yudha. Sejak nikah sama Risa, uang bulanan diberikan Yudha berkurang. Ya, walaupun suaminya masih kerja namun hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Tidak bisa memenuhi gaya hidupnya. "Ada, sih bu. Mau cari yang bekas aja.""Bekas? kenapa gak kredit yang baru? eh Ris, kenapa gak beli mobil. Kan bisa SK kamu taruh di bank buat jaminan," usul Ibu Yudha yang membuat Risa mengeryitkan dahinya bingung. Ibu Yudha mengusu