Share

06. Menyelamatkan Aleya

"Tempatnya benar di sini?"

Heris mengerutkan dahinya. Ia mencoba untuk terus memahami gambar yang ada di ponselnya. Namun rupanya sangat sulit, karena gambarnya hanya menampakkan kotak-kotak saja.

"Hei!"

"Apa?" sahut Heris yang seperti baru sadar dari lamunannya.

"Benar di sini tempatnya?"

Heris mengedikkan bahunya, lalu menyodorkan ponsel itu pada William. "Bagaimana aku tau? Semua gambarnya terlihat sama!"

"Rupanya perbedaan Anda dengan Pak Haris ada di otaknya," gumam William.

"Kurang ajar."

Heris dan William langsung turun dari mobil. Lalu mereka mulai menelusuri satu-satunya jalan setapak yang ada di dekat bangunan tua dengan cat setengah luntur. Begitu tiba di depan pintu besar, William langsung membuka pintu tersebut. Kemudian ia mendorong Heris masuk ke dalam ruangan tersebut dan menutup pintunya. 

"Hei! Apa yang kamu lakukan sialan?!" teriak Heris sembari berulang kali memukul pintu dengan keras.

"Anda lewat pintu utama, saya akan lewat pintu belakang," ujar William.

Heris yang sudah ada di luar ruangan itu hanya bisa mendengus kesal. Ia mulai menelusuri ruangan yang gelap tanpa penerangan. Berbekal senter dari ponsel, ia berusaha menemukan Aleya.

"Ditenggelamkan? Kira-kira tempat bagian mana yang bisa digunakan untuk menenggelamkan seseorang? Ini 'kan bukan laut," gumam Heris dengan dahi berkerut.

Duk duk duk!

Heris sontak menoleh saat mendengar seperti ada suara orang yang memukuli dinding. Ia mulai mendekati sumber suara itu dengan langkah yang pelan. Hingga ia berhenti tepat di depan dinding sebuah ruangan yang lebih terlihat seperti toilet.

"Benar ... toilet! Bagaimana bisa aku tidak terpikirkan tempat itu?!"

Heris langsung menggerakkan knop pintu dengan cepat untuk membuka pintu tersebut. Tapi ternyata tidak kunjung membuahkan hasil. Kini ia memilih untuk mendobrak pintu tersebut.

Brak!

Pintu ruangan itu langsung terlepas dari tempatnya. Heris bergegas menerobos masuk ke dalam toilet dengan penuh harap. Mengingat waktu mereka hanya tersisa 7 menit. Heris mulai mengarahkan cahaya senternya untuk menerangi ruangan tersebut. Kedua matanya terbuka lebar saat mendapati Aleya yang ada di sebuah kotak dengan air yang terus mengalir di dalamnya.

"Sial! Bagaimana cara membuka kotaknya?" gumam Heris sembari mendekati kotak tersebut.

Ia mulai mengamati dengan saksama setiap sudut kotak di depannya. Aleya yang ada di dalam sana terlihat sangat panik, apalagi saat air mulai memenuhi setengah dari tempat tersebut. Heris mendecak pelan, lalu menemukan sebuah kunci yang berbentuk kode. Ia diminta memasukkan 6 angka untuk membukanya.

Heris langsung mengetikkan kode brankas hasil pemikiran liarnya yang belum sempat dicoba, kebetulan jumlahnya juga 6 angka. Jantungnya berdegup cepat dan wajahnya berubah cemas saat hendak menekan angka terakhir. Ia akan merasa sangat bersalah kalau ternyata kotak itu tidak terbuka.

"Ayolah, terbuka!"

Ceklek.

Air dari dalam kotak langsung keluar dari celah yang terbuka. Secepat mungkin Heris menarik salah satu sisi kotak yang nampaknya merupakan pintu. Senyumnya mengembang saat berhasil masuk ke dalam sana. Lalu ia bergegas membuka ikatan yang ada di kedua tangan dan kaki Aleya. Wanita itu dengan cepat melepas lakban yang menutup mulutnya.

Aleya menatapnya sejenak dengan air yang masih terus mengguyur tubuhnya. Sedetik kemudian, ia langsung memeluk Heris dengan erat. Samar-samar terdengar suara tangis dari wanita tersebut.

"Terima kasih sudah menyelamatkan saya!" serunya dengan suara keras.

Heris hanya menjawabnya dengan anggukkan. Lalu mereka keluar dari tempat itu dan mencari keberadaan William. Namun sudah berputar-putar ke seluruh penjuru, mereka tidak kunjung menemukan pria tersebut.

"Kamu yakin pergi ke sini dengan teman? Bukan sendirian?" tanya Aleya.

Heris mengangguk sembari menggaruk kepalanya. "Bahkan saya naik mobil dia."

"Kalau begitu, kita cek di luar. Barangkali dia pulang duluan."

Aleya menarik sebelah tangan pria itu dan menariknya keluar dari sana. Heris mengerutkan dahinya saat tidak melihat ada mobil William.

"Dia ... meninggalkanku?"

~~~

"Anda tidak mengingat apa pun?"

Aleya mengangguk pelan saat dokter terus mengajukan pertanyaan yang sama. Ia melirik ke arah Heris yang duduk sembari mengeringkan rambutnya dengan handuk. Di samping pria itu juga ada Hamdan yang sedang menatap Aleya. Wajah anak itu terlihat cemas, apalagi saat Aleya mulai menudingkan telunjuk ke arahnya.

"Apa dia adik saya, Dok?" tanya Aleya.

Dokter itu menoleh ke arah Hamdan, lalu menggeleng pelan. "Bukan, dia anak Anda."

"Jadi ... saya sudah punya anak?" Aleya mendesis pelan, lalu menunjuk ke arah Heris. "Kalau begitu ... Dia?"

"Suami Anda."

Heris sontak menoleh ke arah Aleya sembari menaikkan kedua alisnya. Ia tidak dengar percakapan wanita itu dengan dokter. Jadi ia kelihatan bingung, apalagi saat Aleya tersenyum ke arahnya.

"Jadi dia suamiku?" gumam Aleya. "Pantas saja tatapannya terlihat sangat hangat."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status