Share

3. Di usir dari rumah.

“Bagaimana para saksi, sah?”

“Sah!”

“Sah!” 

 Seminggu setelah peristiwa pengusiran Adit dari rumah pernikahan Rani dan Adit pun dilaksanakan. 

Mereka memang melaksanakan pernikahan itu dengan sedikit terburu-buru. Karena tidak ingin perut Rani terlihat besar .Meski pun begitu, beberapa orang sudah tahu jika Rani hamil sebelum ia menikah.

Sementara itu kedua orang tua Adit tidak menghadiri pernikahan yang sederhana itu. Tetapi, Bu Ana memberikan beberapa barang sebagai mas kawin kepada menantunya itu, tidak lupa Ia juga memberikan uang kepada Adit. 

Selama ini Adit membantu Pak Tomi di toko grosir milik Pak Tomi. Dan jika dia diusir, otomatis Adit tidak memiliki penghasilan. 

Itulah sebabnya, Bu Ana memberikan uang kepada sang anak. Walau bagaimana pun, Adit adalah anak kesayangannya. Sehingga, ia juga tidak mau jika Adit nantinya akan kesusahan.

Rani yang merasa sangat sedih karena kedua mertuanya tidak datang dan memberikan restu mulai menangis. Air mata mulai menetes di pipinya.

Bahkan mereka hanya menikah di KUA dan membagikan nasi kotak ke tetangga dekat rumah mereka karena memang tidak mengadakan resepsi.

 Tentu saja hal ini membuat banyak pertanyaan dari tetangga-tetangga mereka dan mereka pun menarik kesimpulan jika Rani sudah hamil diluar nikah. Oleh karena itu pernikahannya pun dilaksanakan secara buru-buru.

Terlebih orang-orang di kampung itu mengetahui, jika Adit adalah anak seorang pemilik toko grosir terbesar di kampung mereka.

“Pasti kedua orang tua Adit tidak merestui pernikahan putranya. Bapaknya si Rani kan orang gila. Mana mungkin orang terhormat seperti Pak Tomi mau menikahkan anaknya dengan anak orang gila,” kata tetangga Rani.

“Iya, kayaknya sih hamil duluan.”

Begitulah gosip-gosip yang terdengar di luaran. Hal itu tentu saja membuat Bude Yatmi merasa sangat terganggu.

Dengan kesal, ia pun langsung mengetuk pintu kamar keponakannya itu.

Sehabis melaksanakan ijab qobul, Rani dan Adit memang pulang ke rumah Bude Yatmi, karena selama ini Rani tinggal bersama budenya itu.

“Ran, buka pintu!” seru Bude Yatmi.

Rani dan Adit yang baru saja selesai berganti pakaian saling pandang. Tetapi, mereka pun langsung membukakan pintu.

“Ada apa Bude?” tanya Rani dengan wajah penuh kebingungan.

“Kalian sudah menikah, kan? Sekarang tugas Bude untuk menjagamu sudah selesai. Jadi, Bude mau kamu dan suamimu meninggalkan rumah ini. Bude sudah pusing mendengarkan omongan tetangga,” kata Bude Yatmi dengan kesal.

Rani menatap Bude Yatmi dengan penuh kesedihan. Ia tidak menyangka jika budenya itu tega mengusirnya.

“Maksudnya, Bude mengusir kami?” kata Rani.

“Apa ucapanku kurang jelas? Iya bude sudah mengusirmu. Bude tidak mau kamu tinggal di rumah ini lagi. Bude mau kamu dan Adit pergi.”

Wajah Rani memucat, sebelumnya ia tidak pernah tinggal jauh dari Budenya. Dan ia juga belum pernah bekerja di mana pun. Sehingga ia bingung bagaimana setelah ini. Ia pun menoleh dan menatap sang suami.

“Mas, bagaimana ini?” kata Rani kepada Adit.

Adit menghela napas panjang. Ia memang masih memiliki uang. 

Tadinya uang itu akan ia gunakan sebagai modal usaha. Tetapi, sepertinya ia harus menggunakan uang itu untuk mencari kontrakan rumah, ia tidak mungkin membawa Rani pulang ke rumahnya.

“Bude ... Apakah Bude benar-benar mau mengusir kami?” tanya Rani sekali lagi.

“Iya, kuping Bude terasa panas. Kamu itu sudah melempar kotoran ke wajah bude. Padahal, kurang apa bude selama ini? Bude sudah membesarkanmu dari kecil, tetapi seperti ini balasanmu pada bude?” kata Bude Yatmi dengan kesal. 

Sebagai orang tua yang sudah membesarkan Rani sejak kecil merasa sangat kesal sekaligus sedih. Seandainya saja Rani tidak hamil duluan.

“Maafkan Rani, Bude. Rani khilaf ... maafkan Rani. Tapi, izinkan Rani dan Adit tinggal sementara di rumah ini. Kami tidak tahu harus ke mana,” kata Rani memohon.

Tetapi, Bude Yatmi melotot kesal.

“TIDAK!” serunya. 

Wanita separuh baya itu pun menatap Rani dan Adit dengan emosi. 

“Mau sampai kapan kalian tinggal di rumah ini? Kamu sekarang sudah memiliki suami, lebih baik kalian mengontrak. Jangan tinggal di sini lagi. Bude sudah malu dengan tetangga-tetangga.”

Bude Yatmi menarik napas panjang sejenak sebelum kembali meneruskan ucapannya.

“Kamu memang menikah dengan anak orang kaya. Tetapi, anak ini pun sudah dibuang oleh orang tuanya karena menikahi kamu! Tidak ada rasa kebanggaan di pernikahan ini. Bahkan ,orang tuanya Adit pun tidak datang ke rumah ini untuk menyaksikan ijab qobul kalian. Sekarang pergi!”

Rani hanya bisa terisak mendengar ucapan budenya. Sejak kecil, ia memang dirawat oleh Bude Yatmi.

Pak Edi Ayahnya mengalami depresi semenjak Ibunya meninggal dunia. Semua orang juga mengetahui jika Pak Edi sangat mencintai istrinya, sehingga ketika sang istri meninggal ia tidak kuat menahan kesedihan, dan ia pun menjadi depresi hingga akhirnya gila.

Sejak saat itulah Rani tinggal bersama Bude Yatmi. Bude Yatmi lah yang membesarkan Rani dan menyekolahkannya. Sehingga, wajar jika wanita setengah baya itu marah, karena Rani sudah menghilangkan kepercayaan yang ia berikan.

“Sudahlah sayang, sekarang kita bereskan saja barang-barang, kita keluar dari rumah ini,” kata Adit.

“Iya, kalian memang harus keluar dari rumah saya! Toh kalian sudah besar, sudah berumah tangga. Tidak baik menumpang dengan orang tua,” kata Bude Yatmi dengan kasar.

Sesungguhnya, wanita itu pun sedang menahan sakit di dalam hatinya. Sebenarnya, ia tidak tega untuk mengusir Rani dari rumah itu. Tetapi, ia juga tidak kuat mendengar omongan tetangga di luar sana yang menghina Rani.

“Baik Bude, sekarang juga kami akan pergi dari rumah,” ini kata Adit.

“Kita mau ke mana, Mas?” tanya Rani dengan cemas.

Adit tersenyum, kemudian mengelus bahu sang istri perlahan. Lalu, ia menggandeng tangan Rani.

“Ayo, kita bereskan barang-barang kita. Tasku belum aku keluarkan, jadi kamu bereskan barang-barangmu saja. Ayo aku bantu,” kata Adit.

Dengan dibantu oleh Adit, Rani pun memasukkan pakaiannya yang tidak terlalu banyak ke dalam sebuah koper yang sudah usang. Ia juga memasukkan ijazah SMA-nya ke dalam koper itu.

Tidak banyak barang yang mereka bawa, karena memang mereka tidak memiliki apa-apa.

Setelah selesai, Rani dan Adit pun keluar dari kamar mereka menghampiri Bude Yatmi yang tengah duduk di kursi sofa sambil merenung.

“Bude, kami mohon pamit. Terima kasih selama ini bude sudah membantu Rani. Maafkan kesalahan Rani, Bude,”kata Rani sambil memeluk Bude Yatmi.

Wanita itu tidak membalas pelukan Rani. Tatapan matanya entah ke mana, tetapi tampak jelas jika ia sedang merasa sedih.

“Pergilah, mumpung hari masih siang. Jadi, kalian bisa mencari rumah kontrakan,” katanya.

Perlahan, Adit menghampiri Bude Yatmi. Ia berniat untuk mencium tangan Bude Yatmi, tetapi wanita itu mengibaskan tangannya tidak sudi disentuh oleh Adit.

“Kami pamit, Bude,” kata keduanya.

Sambil membawa koper milik Rani dan juga tas ransel miliknya, Adit dan Rani pun keluar dari rumah Bude Yatmi, mereka berjalan menyusuri jalan setapak di kampung itu.

“Maafkan aku ya Ran. Aku tidak bisa memberikan pesta yang meriah kepadamu, malah kita juga diusir oleh Budemu, tapi aku janji akan membahagiakanmu dan anak kita.”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Emra Secondbranded
Budenya kurang sajen, tega bener ngusir ponakan cuma gara-gara gosip tetangga.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status