Varsha tiba di gang menuju ke arah rumahnya yang sudah nampak sepi dari aktifitas. Ia menyesap rokok dan membuang sisa rokok tersebut ke sembarang arah.
Jalanan rumahnya terasa becek karena hujan mengguyur kota Jakarta sejak sore hari. Varsha berjalan semangat agar tiba di kediamannya lebih cepat. Ia sudah bisa membayangkan wajah sumringah adik dan Ibunya saat Varsha membawa uang sebanyak itu.Dengan uang sebanyak itu, apa yang akan ia beli untuk pertama kali? Varsha merasa hatinya amat sangat membuncah, harapannya begitu tinggi memikirkan hal tersebut. Ia akan membeli berkarung-karung beras, bahan pokok, dan juga kalung emas untuk Ibunya.Ibu dan adiknya, pasti bahagia sekali! Varsha tersenyum senang.Varsha akhirnya tiba di kediamannya itu. Sedikit aneh! Ia mendapati pagar rumahnya terbuka tanpa ada yang menutup kembali. Apakah Alvia lupa mengunci?Perlahan Varsha masuk ke halaman rumah itu dan menutup pagarnya. Baru saja Varsha membuka pintu perlahan, ia melihat sebuah pemandangan yang sangat mengerikan."Hentikan Pak... jangan Pak!!!" teriak Alvia yang tengah berada dibawah seorang pria.Varsha membelalakan mata. Didapatinya adik perempuannya itu tengah dipaksa melakukan hal yang tidak senonoh oleh seorang pria bertubuh besar. Adiknya yang masih remaja itu terlihat kesakitan dan sekuat tenaga mendorong pria gemuk yang terus merenggutnya.Pria biadab itu, Pak Vian!"Jangan Pak! Kumohon jangan!!!" Alvia terus menahan tubuhnya agar Pak Vian menghentikan tindak kejahatan itu."Berisik! Wanita jalang! Kau sama sampahnya dengan Kakakmu. Rasakan ini! Sudah beruntung kau bisa ditiduri olehku!" bentak Pak Vian sambil menampar Alvia keras-keras.Mendengar suara teriakan Alvia yang mengerikan, Varsha benar-benar tidak dapat mengendalikan sisi biadabnya.Varsha meraih sebuah botol kaca. Tanpa tedeng aling-aling, ia memecahkan botol kaca tersebut di kepala Pak Vian. Lelaki itu langsung melolong, merasakan potongan kaca itu sebagian sudah menusuk kepalanya."Kakak!!!" teriak Alvia sambil menutupi tubuhnya.Varsha tidak tahan lagi. Dihajarnya Pak Vian bertubi-tubi hingga seluruh giginya copot. Tangan Varsha yang bagai batu itu menghantam wajah Pak Vian hingga darah segar keluar dari hidung, mulut dan telinga."Apa yang setan ini sudah lakukan padamu?!" tanya Varsha sambil meraih sambungan listrik, hendak menyengatkannya pada Pak Vian."Kakak jangan bunuh orang itu!!! Kakak bisa dalam bahaya!!!" Alvia terlihat histeris.Varsha merasa hidup setidak adil itu terhadap dirinya. Kebencian orang-orang pada Varsha telah membawa petaka bagi adik yang ia sayangi itu. Kenapa, semua orang membencinya?"Katakan padaku, apa yang harus kulakukan untuk manusia sampah ini...?" tanya Varsha sambil menarik kepala Pak Vian yang sudah tak berdaya ke arah Alvia."Bawa ia ke kantor Polisi Kak, cepat!!!" titah Alvia.Varsha melayangkan hajaran pada Pak Vian untuk terakhir kalinya. Tangan Varsha sontak berlumuran darah dan Pak Vian benar-benar tak sadarkan diri."Kakak! Dia mati Kak!!!" Alvia terlihat histeris.Varsha terlalu membabi buta menghajar atasannya itu. Varsha lupa, bahwa Pak Vian hanyalah pria lemah! Varsha yang terlalu emosi tidak sadar bila hajarannya sangat mematikan bagi pria lemah seperti itu.Varsha bergegas memeriksa keadaan Pak Vian dengan napas tersengal-sengal.Sialan! Pria itu mati!"Bisakah Kakak berpikir dulu sebelum bertindak?! Keadaan ini akan membuat Kakak masuk penjara lagi!!!" teriak Alvia histeris.Varsha merasa harga dirinya rusak. Ia menjatuhkan dirinya di lantai, menatap sosok jasad yang terbujur kaku itu dengan air mata."Tidak bisakah aku hidup dalam keadaan normal? Tidak bisakah aku bahagia sekali saja...?" Varsha menitikan air mata.Ia tidak lemah. Tidak sama sekali. Namun kali ini ia benar-benar lelah dengan hidupnya. Ia tidak pernah hidup tenang! Entah ia membuat orang lain celaka, atau entah kondisi ekonomi yang terus mendesaknya. Keadaan sulit itu terus menyerang hidup Varsha tanpa jeda.Kali ini, ia membunuh!
"Aku malu punya Kakak sepertimu...," tutur Alvia sambil mengepalkan tangannya.Varsha menoleh ke arah Alvia yang tengah memandanginya nanar."Apa?" tanya Varsha tak percaya."Kau tidak normal! Selalu saja membuat malu Ibu dan membuat masalah! Sekarang lihat Kak, Kakak sudah membunuh!!!" bentak Alvia.Varsha tak percaya kata-kata menyakitkan itu keluar dari mulut adiknya sendiri. Sosok adik yang selalu ia utamakan melebihi dirinya, sosok adik yang ia perjuangkan agar bisa makan enak dan hidup layak meskipun Varsha harus menahan segala penderitaan dan penghinaan terhadap dirinya. Kini, ia telah melontarkan kata-kata yang sangat sakit untuk Varsha dengar."Kau menyukai pria ini? Iya?" tanya Varsha.Alvia menangis sambil menutup mulutnya."Aku muak padamu Kak. Kenapa aku tidak bisa mempunyai Kakak yang baik seperti orang lain? Tidak bisakah kau mencari uang dengan normal seperti orang di luaran sana?!" tanya Alvia.Varsha meraih uang di dalam tas, dilemparkan uang-uang itu ke muka adiknya. Ia sudah tidak tahan lagi!"Jadi, kau dan Ibu... hanya butuh uangku? Iya?" tanya Varsha dengan lirih dan tubuh gemetar.Alvia terlihat memandangi Kakaknya sambil merapatkan mulut."Hal kotor apa yang telah kau lakukan sehingga mendapat uang sebanyak ini? Aku tidak sudi menerima uang haram darimu Kakak sialan! Seharusnya kau tidak pernah lahir di dunia ini!!!" Alvia membentak tanpa menjawab apa yang Varsha pertanyakan.Varsha tidak pernah sesakit itu jika seseorang menghina. Namun kali ini, rasa sakit yang di deranya terlalu dalam tanpa toleransi. Harga diri Varsha sebagai seorang pria hancur, ia sama sekali tidak berarti."Baik. Jika kau pikir caraku membelamu itu salah, aku minta maaf. Tapi mulai hari ini, tak usah berlagak mengenalku lagi."Varsha meraih tasnya dan pergi meninggalkan mayat Pak Vian dan Alvia begitu saja. Ia sudah tidak iba lagi pada adiknya itu, ia sudah sangat kecewa.Nampak Ibunya yang entah darimana berlari ke arah rumah. Ia terlihat sangat shock."Aa! Kenapa?!" tanya Ibu berapi-api.Varsha memandang Ibunya dengan menahan air mata."Saya membunuh pria yang tengah memperkosa Via. Laporkan saja saya ke Polisi Bu, saya sudah lelah...." kedua bola mata Varsha berembun.Ibu menampar Varsha keras-keras."Anak setan! Pergi kamu, pergi! Sudah Ibu urus dengan baik, kau malah memberikan Ibu kotoran!!!" Ibu berteriak histeris.Varsha benar-benar terluka. Sebenarnya, seperti apa Varsha dimata keluarganya sendiri? Apakah Varsha sangat-sangat tak berarti dimata keluarga? Bukankah ia telah berusaha keras?Di tengah kesulitan ekonomi, Varsha selalu berjuang untuk keluarganya. Ia tidak meminta untuk berkuliah. Ia juga menyingkirkan rasa ingin berkuliahnya itu karena tidak tega melihat Ibunya harus berjualan kue keliling.Varsha hanya ingin mereka bahagia saat ini. Lalu kenapa semua perjuangannya itu dimaknai sebuah kotoran oleh Ibunya?Varsha memutuskan pergi ke atas gedung Rumah Sakit Suryakancana, tempat ia bersembunyi kala merasa gundah dan resah. Melalui tangga darurat dan pintu rahasia, Varsha menemukan tempat menenangkan itu sejak satu tahun kebelakang. Tempat dimana ia bisa melihat bintang-bintang dan juga pemandangan kota Jakarta yang gemerlap.Varsha menghela napas, menatap ke arah langit."Tuhan, apakah tidak cukup bagimu mengujiku? Tangan mana lagi yang harus kuangkat demi memintamu mewujudkan harapanku? Kepada Tuhan mana aku harus berdoa agar harapanku terwujud? Aku telah cukup bersabar Tuhan, aku sudah lelah dengan hidupku! Tolong ambil saja nyawaku Tuhan... aku sudah tidak tahan lagi...." Varsha menangis tersedu-sedu.Varsha beranjak dari duduknya, kemudian berdiri di ujung atap gedung. Kedua bola mata indah itu memandang ke arah halaman gedung Rumah Sakit yang berjarak tujuh tingkat."Tuhan, jemput aku...," tutur Varsha.Ia membawa rasa sakit hati, kecewa dan terluka dalam hati. Ia ingin menjatuhkan diri dari atas gedung tersebut dan melupakan semuanya.Namun tiba-tiba seseorang menariknya ke belakang hingga Varsha jatuh terjerembab. Varsha tidak menyangka akan ada orang di belakangnya."Bodoh! Jangan bunuh diri!!!" Lengkingan suara seorang perempuan terdengar sangat histeris.Varsha membelalakan mata. Menatap seksama sosok gadis yang tengah memelototinya itu."Siapa kau?!"**"Jangan bunuh diri!" ujar gadis itu sambil memelototi Varsha.Varsha tertegun menatap seorang gadis cantik berbalut kemeja dengan tangan terkepal."Siapa kau?!" tanya Varsha dengan mata terbelalak.Gadis itu melayangkan jitakan di kepala Varsha secara spontan. Varsha benar-benar kaget atas perlakuan gadis pemberani itu."Selelah apapun hidupmu, tidak sepatutnya kau bunuh diri! Berapa banyak orang yang memohon untuk hidup dibawah sini, sedangkan kau malah ingin mengakhiri hidup!" bentak gadis itu lagi.Varsha menarik napas dan berdecak lidah."Apa urusannya denganmu? Memang kau tahu aku siapa?!" bentak Varsha tak kalah sengit.Gadis itu terdiam. Ia menarik napas. Varsha berharap gadis itu pergi dan meninggalkannya agar ia bisa mati."Aku tidak peduli kau siapa, tapi jika kau butuh teman bicara... kau... kau bisa bicara padaku! Aku akan mendengarkanmu!" Gadis itu berapi-api.
Varsha menatap salah seorang ajudan Fabian yang menyerahkan sebuah dokumen diatas meja. Disamping dokumen tersebut, terdapat sebuah bolpoin mahal dengan ukiran nama Fabian."Ini surat perjanjian kontrak, bahwa kau bersedia untuk menjadi Fabian Suryakancana dengan kontrak selama satu tahun. Jika misi yang ditentukan itu gagal, maka dengan sukarela anda harus menyerahkan nyawa." Ujar ajudan Fabian.Varsha menelan saliva.Bukankah hal ini sangat berat? Apakah ia harus benar-benar menjadi alat Fabian? Sebenarnya hati Varsha bertolak belakang, namun jika ia mendekam di penjara pun hidupnya akan semakin sengsara. Ia tidak punya banyak pilihan untuk hidup."Baik."Varsha meraih bolpoin itu, menandatangan perjanjian diatas materai dan juga meninggalkan sidik jarinya diatas sana. Fabian tersenyum licik sambil meneguk whiski dengan sekali tegak."Menjadi diriku, kau akan belajar juga seperti apa sifatku, sikapku, dan kebiasaan
"Varsha!"Varsha menyadari panggilan itu untuknya. Namun ia melengos, berpura-pura tidak mendengarnya."Varsha, masa kau lupa aku?!" Syahna menghampiri Varsha sambil menunjuk mukanya sendiri.Varsha menatap Syahna seksama hingga akhirnya Frans menghampiri."Nona Syahna, senang bertemu dengan anda." Frans membungkukan tubuhnya.Syahna menatap Frans seksama kemudian ia ikut membungkukkan badan."Maaf sepertinya saya salah orang, ia mirip dengan temanku." Syahna mengusapi lengannya dengan perasaan bersalah.Teman? Sejak kapan Varsha berteman dengan Syahna?"Namaku Fabian, mungkin... kita belum pernah bertemu?" Varsha berakting seramah mungkin dan mengulurkan tangannya.Syahna tertegun. Terasa ada yang aneh. Ia sudah pernah bertemu dengan Fabian. Tapi, ada yang berbeda dengan Fabian."Ah, mungkin kau melupakanku. Kita pernah bertemu, saat peresmian Rumah Sakit cabang ke tiga di Jaka
Fabian menyambut kedatangan Alindra dengan seringai penuh arti. Ia menatap Alindra dari atas sampai bawah dengan tatapan layaknya serigala yang siap menerkam."Fabian!" seru Alindra.Gadis itu berhambur ke pelukan Fabian, bibirnya tertaut di bibir Fabian dengan lengan melingkar di leher. Bahkan Fabian memagutnya tanpa peduli para pelayan berada disana memperhatikan.Varsha gemetar. Tidak mungkin ia harus meniru perilaku berengsek semacam itu!!!"Aku merindukanmu, sejak pesta kemarin, aku tidak bisa berhenti memikirkanmu Fabian... aku tidak bisa menikah dengan seorang lelaki yang sudah kuanggap adik sendiri!" Alindra terlihat dramatis.Fabian mengacungkan telunjuknya, menempelkannya di bibir Alindra yang terulas lipstick berwarna nude."It's okay baby, ceritakan padaku disini... aku selalu ada... menyediakan waktu untukmu." Fabian mengulurkan tangannya, mengusapi wajah Alindra.Varsha tak karuan memandangi pe
Varsha merasakan tangannya gemetar. Ia tidak percaya dengan apa yang sudah dilakukannya, apa yang sudah tubuhnya kerjakan.Ia kotor.Varsha telah menjaga prinsip itu seumur hidup. Namun pada akhirnya ia melanggar semua prinsip itu dengan tindakan yang sangat buruk. Ia tidak dapat memilih ingin hidup seperti apa, ia hanya bisa menjalani waktu ke waktu dengan naluri."Brak!"Lima gepok uang jatuh di pangkuan Varsha. Kepulan asap rokok mengenai wajah Varsha, berasal dari mulut yang tengah menyeringai padanya."Wanita adalah barang terbaik untuk meredakan stress. Keluarkan semuanya jika kau merasa penat. Wanita tidak akan menolakmu." Fabian terkekeh.Varsha mengepalkan tangan kuat-kuat. Entah kenapa, baru kali ini ia tidak selera dengan jumlah uang yang Fabian berikan. Ia melakukan hal kotor pertama yang luar biasa menyiksa batinnya."Ayolah, kau seperti anak gadis yang baru saja diperawani." Fabian terkekeh, "Kau aka
Varsha dibangunkan pada pukul enam pagi. Ia yang lemas dan habis mabuk itu sontak mengerjapkan mata. Tubuhnya menggeliat dengan sedikit kesulitan. Seluruh tubuhnya kaku dan linu."Selamat pagi Tuan, hari ini jadwal anda ke kantor Triasono Group." Frans menganggukkan badannya sembilan puluh derajat.Varsha mengangguk. Ia berusaha bangkit dari posisinya dan duduk sambil menggosok mata.Astaga, tidak terasa setelah banyak pelatihan bisnis ia masuk ke kantor untuk pertama kali. Varsha sedikit gugup. Apakah ia bisa menjalani semua itu?Varsha bergegas mandi menggunakan sabun yang benilai cukup fantastis. Penampilan Varsha yang sangat sederhana itu berubah menjadi sosok pria yang lebih dari sekedar tampan! Uang telah mengubahnya menjadi seseorang yang memiliki sebuah kharisma mewah.Tubuh tegap dan tinggi itu dibalut dengan pakaian dari merk ternama. Rambutnya segera ditata oleh asisten kamar, wajahnya turut diolesi skincare mahal yang mem
Beberapa waktu ke belakang.Nyonya Keiyona menghentikan mobilnya di sebuah daerah yang terletak di sudut kota Jakarta. Kemudian, ia menurunkan kaca mobil yang dinaikinya itu perlahan."Apa, ini daerah tempat Varsha tinggal?" tanya Nyonya Keiyona.Ajudan Nyonya Keiyona mengangguk."Iya Nyonya, Varsha bekerja di sebuah Mall sebagai sales dan menghidupi keluarga yang sudah mengurusnya...." tutur ajudan tersebut.Nyonya Keiyona memperhatikan langkah seorang anak laki-laki yang tengah memakai tas selempang dan seragam kerja.Luar biasa! Sosok anak lelaki itu sungguh tampan dan mempesona sehingga setiap orang yang dilewatinya terperangah."Apakah, itu Varsha?!" tanya Nyonya Keiyona terkejut.Ajudan itu mengangguk."Iya, itu Tuan Varsha... usianya 21 tahun sekarang..." jawab Ajudan.Nyonya Keiyona tak percaya bahwasanya 20 tahun sudah berlalu sejak kejadia
(Peringatan: Episode ini diperuntukan untuk usia 25+ dikarenakan adegan yang tidak pantas dibaca anak dibawah umur. Harap bijak dalam membaca.)Syahna membelalakan mata ketika Varsha mengatakan kalimat tersebut."Kau sakit, beristirahatlah!" Syahna melepaskan cengkraman tangan itu kemudian berlalu.Varsha hanya menghela napas. Kemudian, ia menatap langit-langit kamar Rumah Sakit dengan perasaan bertanya-tanya.Kenapa Nyonya Keiyona mengatakan bila Fabian merupakan anak pungut? Apa yang sebenarnya tidak diketahui Fabian selama ini?Varsha memutuskan untuk kembali ke kediaman Fabian. Mengingat bahwa tugasnya mempelajari bisnis Triasono group masih banyak. Rasa sakit akibat pukulan itu tidak seberapa untuk Varsha. Ia harus belajar lebih keras agar Fabian tidak kecewa digantikan olehnya."Tuan, Tuan Fabian ada di ruangan." Frans memberitahu Varsha yang baru saja tiba.Varsha tertegun sejenak, kemudian ia berjalan meng