Share

Bab 6

Pengaturan?...pengaturan apa?...Apakah yang paman Suryawan maksudkan itu...?. Pertanyaan demi pertanyaan terus berdentang didalam otak Maman, dia belum menemukan pola atau jawaban untuk menghubungkan pernyataan paman Suryawan dengan jalan hidupnya.

"Tunggu dulu...paman kenapa bisa ada di tempat ini? Paman juga tidak bekerja disini,bukan." Tanya Maman dengan nada menyelidiki.

"Saya memang tidak bekerja disini." Sambil tersenyum paman Suryawan menatap lekat ke arah Maman. "Tapi saya yang punya perusahaan ini, jadi saya bebas masuk ke area mana saja di tempat ini." 

Maman tak mampu menahan rasa terkejutnya, matanya spontan membelalak sementara mulutnya terbuka menandakan rasa tak percaya. Maman memang tidak terlalu tahu soal siapa yang menjadi pimpinan di kantor pusat perusahaan, karena dia tidak ada jalur untuk bisa bertemu dengan pimpinan kelas atas, jadi selama ini hal seperti itu kurang diperhatikan oleh Maman.

"Sudah aku duga kamu pasti terkejut, tapi yang ini mungkin akan lebih mengejutkanmu." Paman Suryawan menghentikan sejenak perkataannya, ia menatap dengan seksama ke arah Maman yang nampak kikuk dan dipenuhi rasa kaget dihadapannya.

"Delapan puluh persen saham perusahaan ini dimiliki oleh seorang pria yang tangguh dan cerdas, namun kemudian memilih untuk menghilang dan memintaku untuk menjaga aset sahamnya sampai sekarang." Lalu sambil menepuk bahu Maman ia kemudian melanjutkan perkataannya. "Pria itu adalah ayahmu."

Kali ini Maman semakin terkejut dan hampir saja membuat ia jatuh bersimpuh, tubuhnya bergetar begitu mendengar perkataan paman Suryawan terakhir. Belum sempat Maman bersuara, paman Suryawan berbalik sambil berkata.

"Lain kali lagi kita bicara, saya yang akan menemuimu, kamu jangan khawatir."

Maman masih mematung mendengar fakta yang barusan ia dapatkan, ia hanya mampu menatap paman Suryawan meninggalkannya tanpa mampu lagi mengatakan apa-apa. Ia baru kembali menemukan kesadarannya setelah mendengar bel jam masuk kerja dimulai.

Sementara itu setelah meninggalkan Maman, paman Suryawan kemudian menuju keluar dari lokasi tempat kerja Maman dan menuju ke sebuah mobil Toyota Camry. Sebelum masuk ke dalam mobil ia menghubungi seseorang melalui ponselnya, tak lama kemudian ia terhubung dengan orang tersebut.

"Pak Sumardi?."

"Siap pak Suryawan, ada yang bisa saya bantu pak?."

"Saya sudah bertemu dengan Maman, dan saya sudah sampaikan tentang saham mendiang ayahnya di perusahaan ini."

"Lalu tugas saya selanjutnya apa pak?."

"Bimbing dia dan juga jaga dia, jadikan dia pemimpin yang hebat."

"Baik pak!."

"Satu lagi, tetap jaga rahasia kalau kau juga tahu soal saham ayahnya."

"Siap pak!."

Pak Sumardi baru saja selesai memimpin rapat dengan para kepala bagian ketika menerima telepon pak Suryawan, karena pak Suryawan menggunakan jalur khusus pimpinan pusat saat masuk ke lokasi kerja sehingga ia tak bertemu dengan boss besarnya itu, ia baru tahu kalau pak Suryawan ada di lokasi kerja setelah mendapatkan telpon. Memang beberapa kali pak Suryawan menggunakan jalur khusus khusus tersebut untuk melihat Maman secara diam-diam, pada awalnya ia tidak mengerti mengapa pak Suryawan menaruh perhatian besar pada Maman, baru setelah ia diajak pak Suryawan untuk bertemu berdua secara rahasia, ia mengetahui semuanya. Termasuk fakta bahwa pemilik saham perusahaan tempatnya bekerja adalah Maman. Sejak itulah ia kemudian melakukan banyak pengaturan yang berkaitan dengan Maman sesuai instruksi pak Suryawan, termasuk soal pengangkatan Maman sebagai koordinator tim data control. Bagi pak Sumardi sendiri promosi jabatan untuk Maman memang hal yang lumrah karena sosok Maman sudah menunjukkan kecerdasan dan keteguhan saat masih menjadi anggota tim data control, meskipun tidak bisa ia pungkiri banyak orang yang iri dan dengki dengan promosi tersebut. 

Maman tetap fokus menyelesaikan tugas dan pekerjaannya hari itu, ia berusaha menghilangkan fakta yang ia dapatkan hari ini tentang ayahnya. Sesaat setelah bel jam makan siang berbunyi, Maman kemudian keluar dari ruang kerjanya lalu menuju ke kantin. Sebetulnya dengan jabatan yang ia miliki ia bisa saja memanggil pelayan di kantin tersebut untuk membawakannya makan siang ke ruang kerjanya, namun ia merasa masih lebih nyaman makan di kantin.

"Eh...ada koordinator nih!?." Tiba-tiba terdengar suara dari arah samping kiri, Maman menghentikan langkahnya beberapa meter dari pintu kantin lalu menoleh ke arah sumber suara tersebut.

Terlihat seorang pria bertubuh gempal berkulit kecoklatan dengan kumis tebal berkacak pinggang, pria itu adalah Richard, termasuk salah satu karyawan senior data control karena lebih dulu masuk ke tim data control dibanding Maman.

"Halo Richard." Sapa Maman

"Ramah sekali koordinator kita ini!?." Kata Richard dengan sinis sambil tertawa mengejek.

Sekumpulan karyawan data control ikut tertawa mendengar kata-kata sinis Richard. Maman hanya dia sambil menatap Richard.

"Eh jangan tidak sopan sama koordinator kita!." Kata salah seorang karyawan, namun Maman tahu kalimat itu bukan untuk memperingatkan Richard tapi sebuah kalimat mengejek.

"Oh iya kita tidak boleh tidak sopan sama beliau, apa perlu kita bentangkan karpet merah untuk menyambut beliau?." Richard membalas tetap dengan nada sinis mengejek.

Maman menghela nafas lalu memalingkan muka dan melanjutkan langkahnya masuk ke kantin. Maman merasa membuang-buang energi untuk meladeni mereka. Ia lalu menuju ke pelayan kantin untuk meminta makan siang, karena jabatannya sudah naik maka menuakan siang Maman juga berubah.

Maman mengedarkan pandangan ke arah kantin mencari Simon namun ia tak menemukan sosok sahabatnya itu, mungkin ia sudah duluan makan siang tadi pikir Maman. Ia lalu menuju ke sebuah meja makan kecil disudut dekat jendela yang merupakan tempat favoritnya di kantin.

"Eh lihat...masak koordinator makan di pojokan!". Teriak Richard sambil menunjuk ke arah Maman. Beberapa tawa mengejek terdengar, Maman mengangkat wajahnya sejenak melihat sosok-sosok yang menertawainya, termasuk Richard. Setelah itu ia kembali melanjutkan makannya.

"Koordinator kok gak berwibawa sih?."

"Koordinator instan yaa begitu."

"Koordinator karena hasil sogokan memang menyedihkan."

Kalimat-kalimat sinis mengejek terdengar dengan jelas dan nyaring, sepertinya kesabaran Maman hari ini diuji lagi, Maman tetap fokus menyantap makan siangnya.

"Hei kalian...minggir semua!." Terdengar teriakan keras dari suara pria yang sangat dikenal Maman, tanpa ia perlu mendongakkan kepala ia tahu jika pemilik suara itu adalah Simon.

"Hey ada pembantu koordinator ternyata?." Kali ini Richard mengarahkan kalimat ejekannya ke Simon yang baru datang.

"Kau lagi Richard!...kamu tidak takut ya kalau menghina koordinator di muka umum bisa membuatmu menderita?." 

"Apa yang aku takuti? Menderita? Tidak mungkin koordinator bodohmu itu bisa membuatku menderita". Kali ini kata-kata Richard terdengar lebih kasar.

"Kamu tidak takut dipecat?." Tanya Simon dengan nada keras.

Richard tertawa terbahak-bahak, lalu berkata. "Dipecat? Dia gak akan berani!."

"Aku tidak tahu kenapa kau berani berkata sesombong itu, tapi bagaimanapun dia itu koordinator kita, jadi wajib dihormati dan dihargai."

"Koordinator?, Aku gak pernah nganggap dia sebagai koordinator."

"Kalau kamu tidak menganggap saya sebagai koordinator." Maman tiba-tiba berkata dengan keras sambil berdiri, ia belum menghabiskan makan siangnya namun ia meras cukup terganggu dengan pernyataan Richard terakhir, sambil menatap tajam ke arah Richard ia melanjutkan kembali. "Kamu boleh pindah dari tim data control, silahkan ajukan surat permohonan pindah bagian ke HRD."

"Itu juga berlaku buat kalian!." Kata Maman tajam sambil menunjuk ke arah beberapa karyawan yang tadi mengejeknya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status