Share

TERIMA KASIH WAKTUNYA

  Deva kembali bertemu dengan Georgia saat ia sedang berada di kuil. Ia pun langsung menghampiri dan menyapa gadis pujaannya itu.

“Bagaimana kabarmu?” tanya Deva kepada Georgia.

“Aku baik-baik saja, bagaimana denganmu? Masih melakukan sayembara untuk mencariku?” ujar Georgia mengejek Deva.

“Ah! Aku sudah menemukanmu, untuk apa lagi sayembara itu,” jawab Deva membalas ejekan itu.

“Siapa namamu? Kau lupa memberitahuku kemarin,” tanya Georgia.

“Deva, namaku Deva. Dan kenapa kau tidak menanyakan namaku kemarin?” ujar Deva.

“Seharusnya kau yang harus memberitahu namamu sendiri,” jawab Georgia.

“Lupakan saja, hari ini kau akan pergi kemana?” tanya Deva.

“Kenapa? Aku tidak pergi kemana-mana,” jawab Georgia.

“Bagaimana jika hari ini kau menemaniku saja?” ujar Deva.

“Menemanimu? Kemana?” tanya Georgia.

“Ke rumah guruku, temani aku berlatih di sana. Kau juga akan berkenalan dengan guruku,” jawab Deva sambil menggandeng tangan Georgia.

Mereka pun bergegas pergi menuju rumah Sang Guru. Deva merasa sangat bahagia saat itu, ia menjadi lebih semangat berlatih saat ditemani oleh Georgia, pujaan hatinya.

   Saat tiba di rumah Sang Guru, Deva langsung memperkenalkan Georgia kepada gurunya itu.

“Guru, lihatlah, siapa yang aku bawa kemari,” ujar Deva kepada gurunya.

“Ini gadis pujaanmu, Deva?” jawab Sang Guru.

Georgia hanya tersenyum kepada Sang Guru dan menyapanya.

“Guru, perkenalkan namaku Georgia,” sapa Georgia.

“Iya Nak, Deva sudah menceritakan semua tentangmu kepadaku,” jawab Sang Guru dengan penuh senyum.

“Deva, kau menceritakan apa saja?” tanya Georgia kepada Deva.

“Semua yang kau bilang padaku, aku tidak pernah menutupi semuanya pada guruku, Georgia,” jawab Deva memperjelas.

Sang Guru pun langsung menanyakan asal di mana Georgia tinggal.

“Georgia, kau tinggal di daerah mana, Nak?” tanya Sang Guru kepada Georgia.

“Aku tinggal di sebuah istana milik ayahku, Guru. Dan ayahku tidak pernah mengijinkan aku untuk memberitahu nama kerajaan kami, jadi, aku minta maaf tidak bisa memberitahumu,” jawab Georgia.

Mendengar jawaban Georgia, Sang Guru terdiam, ia merasa bingung dan heran dengan jawaban Georgia itu. Namun, Sang Guru mencoba membuat suasana menjadi baik-baik saja.

“Iya, Nak, tidak mengapa jika itu kemauanmu,” ujar Sang Guru.

“Kau temani aku di sini, sampai aku selesai,” ujar Deva kepada Georgia.

“Iya, kau tenang saja. Waktuku banyak untukmu,” jawab Georgia.

Sang Guru bahagia melihat muridnya itu sudah menemukan gadis impiannya, begitu juga Georgia, yang sangat bahagia ketika dirinya adalah pujaan hati dari Deva. Ia juga menyimpan rasa suka kepada Deva di dalam hatinya.

  Setelah selesai berlatih, Deva kemudian mengajak Georgia pergi ke sebuah taman milik Sang Guru. Deva ingin menghabiskan waktunya bersama Georgia, Georgia pun tak segan menerima ajakan Deva itu.

“Apa kau bahagia hari ini?” tanya Georgia kepada Deva.

“Iya, aku bahagia bisa bersamamu hari ini,” jawab Deva.

“Kau bilang pada guru, jika aku ini gadis impianmu, bukan? Benarkah?” tanya Georgia penasaran.

“Maafkan aku, tapi itu benar adanya. Selama ini banyak gadis-gadis yang aku temui, tapi tidak satu pun yang bisa meluluhkan hatiku,” jawab Deva.

“Lalu?” tanya Georgia lagi.

“Dan ketika aku bertemu denganmu, aku langsung merasa nyaman, aku rasa kaulah gadis impianku selama ini,” jelas Deva.

“Aku beruntung, bisa membuatmu luluh dengan begitu mudahnya,” ujar Georgia.

Mereka mengobrol cukup lama, hingga tanpa mereka sadari, hari mulai gelap. Georgia pun langsung bergegas untuk pergi kembali ke istananya, namun Deva tidak membiarkan gadis pujaannya itu pulang sendirian.

“Kali ini aku harus mengantarmu pulang, Georgia,” kata Deva.

“Tidak, seperti biasa, pengawalku selalu menungguku di pertengahan jalan, jadi kau tidak perlu mengantarku,” jawab Georgia.

“Kau tidak boleh menolak, mari aku antar,” ujar Deva sambil menggandeng kembali tangan Georgia untuk mengantarnya pulang.

Georgia pun tidak bisa berkata apa-apa lagi, ia terpaksa menerima ajakan Deva untuk mengantarnya. Saat sampai di pertengahan jalan, Deva menyadari jika tidak ada satu pun pengawal dari istana Georgia yang menunggunya.

“Kau bilang ada pengawalmu di sini, tapi tidak ada sama sekali,” ucap Deva.

Georgia merasa bingung mau menjawab apa, karena sebenarnya, ia selalu pulang sendirian tanpa ditemani seorang Pengawal. Ia terpaksa berbohong karena ia tidak ingin Deva mengetahui istananya.

“Sudah! Jalan saja!” perintah Georgia.

Deva pun lanjut berjalan untuk mengantar Georgia pulang.

“Sudah sampai, kau boleh pergi, terima kasih sudah mengantarku kemari,” ujar Georgia.

“Sudah sampai? Ini istanamu? Cukup besar,” jawab Deva.

“Iya, kau boleh pergi. Besok aku akan datang untuk menemanimu lagi,” sahut Georgia.

Deva pun mengiyakan ucapan Georgia dan langsung kembali ke istananya.

  Sesampainya Deva di istana, ia kembali menceritakan pertemuannya dengan Georgia kepada ayahnya.

“Ayah, aku sudah tahu dimana istana Georgia berada, tadi aku mengantarnya kesana,” ujar Deva.

“Benarkah? Dimana istananya? Jauh?” tanya Carolus.

“Lumayan jauh, tapi aku pertama kali melihat istana itu, Georgia menolak untuk memberitahu tentang istananya itu karena ayahnya yang tidak memberinya ijin,” ujar Deva.

“Ayah yakin, ini sangat aneh. Kenapa ayahnya tidak mau memberikan ijin untuk menceritakan kerajaannya itu? Apa dia tidak bangga dengan kerajaannya?” kata Carolus.

“Entahlah, Ayah. Sang Guru juga merasa heran dengan pernyataan Georgia itu,” sahut Deva.

   Carolus dan Deva juga merasakan keanehan dari keluarga Georgia. Meski begitu, mereka tidak mau memikirkan itu terus menerus. Pada saat malam tiba, Deva merasakan rindu yang teramat dalam. Ia merindukan kehadiran Georgia di sisinya lagi, Deva juga tidak sabar menunggu hari esok dengan kedatangan Georgia. ‘Aku harap, malam ini kau datang dalam mimpiku, Georgia,’ gumam Deva dalam hati.

  Singkat cerita, matahari kembali terbit menyinari kehidupan di Kerajaan Throne. Deva pun terbangun menyambut matahari yang sedang terbit di hadapannya. “Matahari yang cantik, selamat pagi ibu, bahagia lah di surga,” ujar Deva menyapa ibunya yang sudah tiada. Deva pun pergi ke luar kamarnya, ia melihat ada Sang Guru yang sudah berada di istana dan tengah sibuk berbincang dengan Carolus.

“Guru, kau ada disini,” ujar Deva kepada Sang Guru.

“Iya, Nak. Aku kemari untuk membicarakan sesuatu kepada ayahmu,” jawab Sang Guru.

Deva pun ikut duduk bersama Sang Guru dan ayahnya. Ia mendengar semua percakapan ayahnya dengan Sang Guru itu.

“Aku mendengar ada salah satu orang dari Kerajaan Edayon yang sering datang kemari,” ujar Sang Guru.

“Benarkah? Untuk apa dia kemari?” tanya Carolus kepada Sang Guru.

“Entahlah, aku tidak tahu maksud dan tujuannya datang kemari,” jawab Sang Guru.

Kemudian Deva langsung memotong perbincangan itu.

“Mungkin saja, dia disuruh untuk menjadi mata-mata, Ayah. Kita harus berhati-hati,” ujar Deva.

“Mungkin saja, tapi kita harus cari tahu dulu siapa orangnya,” sahut Carolus.

Sang Guru mendapat kabar dari salah satu orang terdekatnya, ia mengatakan jika ada seseorang dari Kerajaan Edayon yang sering datang ke Kerajaan Throne. Tidak ada yang tahu maksud dan tujuan orang itu datang ke Kerajaan Throne. Kini, kabar itu masih menjadi teka-teki bagi orang-orang di Kerajaan Throne, termasuk Deva, Sang Guru dan Carolus.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status