"Bagaimana sudah siap, Nak?" tanya Tanu pada Sadarga. Nampak jelas bocah di hadapannya tengah selesai mengemas barang-barang.
"Ia Kek! Aku rasa ini semua sudah cukup," saut Sadarga.
"Baiklah, mari kita pergi!" pungkas Tanu.
Di saat Kakek tua itu mulai melangkahkan kakinya, Sadarga hanya diam termenung. Entah apa yang dia lakukan? Sepertinya memikirkan sesuatu.
"Kek! Sebenarnya kita mau kemana? tanya Sadarga.
Mengapa baru kali ini bocah itu bertanya? Padahal untuk sekedar berkemas barang saja, ia memerlukan waktu yang cukup lama.
"Kita akan pergi beberapa waktu dari tempat ini dan akan kembali lagi setelah keadaan mulai membaik," tutur Tanu memberikan penjelasan pada Sadarga.
"Jika begitu, mengapa tak menunggu Ibu dulu?"
Sejak dari awal berkemas, Sadarga hanya memikirkan kepulangan ibunya. Pasalnya, dari pagi buta ia belum bertemu dengan Ningrum.
"Bagaimana ini? Atau sebaiknya ku katakan saja pada bocah ini, a
"Nak, sepertinya tempat ini lumayan aman," ucap Tanu sembari menurunkan Sadarga yang masih dalam gendongannya. "Ia, Kek!" sahut Sadarga. "Sebaiknya kita istirahat sejenak di tempat ini ... karena perjalanan kita tak akan ada akhirnya!" ucap Tanu dengan nada semakin pelan. Kakek tua itu segera membaringkan tubuh pada tanah yang di pijaknya. "Hah, tak ada akhir?" tanya Sadarga penuh penasaran. Mungkin dari tadi bocah itu menunggu kepastian, kemana tujuan Tanu sebenarnya? "Oh, tidak! Maksudku kita tak tahu arah tujuan kita," celetuk Tanu yang menggaruk kepalanya walau tak gatal. Namun kepekaan Sadarga nampaknya lebih dewasa dari usianya. Bocah itu seakan menyadari bahwa Tanu sedang menyembunyikan sesuatu. "Ayolah Kek! Jangan anggap aku masih kecil. Sebenarnya aku selalu mencurigai ibu dan Kakek. Tapi aku menunggu waktu untuk menanyakan kecurigaan itu pada kalian," cela Sadarga dengan alis mata naik sebelah. Sorot mata Sada
Saat ini Tanu tengah tertidur dengan pulas, Sadarga yang terus berteriak tak kunjung mendapatkan tanggapan."Sial! Kenapa kakek diam saja? Apa dia sudah tidur?" bisik Sadarga pada dirinya.Akhirnya bocah itu bergegas dari tempatnya. Tanpa mengetahui tujuan yang pasti, langkah kakinya terasa sedikit hampa.Namun entah apa yang terjadi pada tubuh Sadarga? Bocah itu seakan berjalan tak kenal lelah. Saat ini ratusan depa telah ia lalui tanpa hambatan apapun. Bahkan dirinya tak sadar, bahwa saat ini tengah berada di hutan belantara.Suara hewan buas mulai terdengar mengganggu telinga Sadarga, hawa dingin berkabut tiba-tiba menyelimuti. Pandangan Sadarga pun seakan terganggu dengan kemunculan kabut putih itu.Kerrr!Aaak! Aaaak! Aaak!"A-apa itu?" gumam Sadarga dalam batinnya. Ia langsung mengedarkan pandangan menyisiri setiap sudut hutan yang masih terjangkau olehnya.Setelah riuh suara hewan bersahutan, tiba-tiba Sadarga melihat baya
Setelah Sadarga memejamkan mata, tiba-tiba dalam hitam pekat pandangannya berubah menjadi hijau menyala. Dalam benak bocah itu sempat bertanya-tanya, apakah ia sedang bermimpi atau hidup dalam kenyataan. Rasa penasarannya semakin menjadi, setelah ia menyaksikan pemandangan di sekitarnya seolah berubah menjadi taman bunga.Saat ini Sadarga berada di antara pagar bunga yang menyerupai labirin. Mungkin ia perlu ketelitian, supaya bisa mencari jalan keluar. Andai saja bocah itu keluar dari kurungan labirin, entah pemandangan apa yang ada di balik pagar bunga tersebut."Di-dimana ini?" gumam Sadarga. Bocah itu nampak kebingungan. Sadarga mengedarkan pandangan ke sana - ke mari, hendak mencari tahu dimana dirinya berada.Suasana tegang yang dialaminya seakan menjadi sedikit tenang. Bahkan tengah membuatnya lupa diri. Bagaikan seorang yang mabuk dan mengabaikan suasana di sekitarnya."Hai, Nak!" ucap seorang wanita yang berada di balik bunga pagar.
Saat ini, jalan keluar dari labirin pagar bunga itu mulai tersingkap. Setiap jalan yang dilalui Sadarga, telah di tandainya dengan membuat simpul tali yang terbuat dari akar dan lerumputan.Tak ada satupun jalan labirin yang terlewatinya, hingga akhirnya hanya tersisa satu jalan saja. Namun sayangnya jalan ini di penuhi oleh rumput yang berduri."Mengapa harus jalan ini yang tersisa?" tanya Sadarga pada Ningrum yang bersemayam dalam jiwanya."Lalui saja dengan penuh keyakinan! Jangan pedulikan duri di sepanjang jalan itu! Nak, maafkan aku ... karena tak bisa menemanimu lebih lama lagi," pungkas Ningrum."Tu-tunggu, maksud ibu?"Sudah beberapa kali Sadarga memanggil ibunya. Namun sang ibu tak kunjung memberikan tanggapan sepatah kata pun. Wanita itu seolah datang tak diundang, pulang tak diantar."Ke-kemana ibu? Ibu! Ibuuuu!" teriak Sadarga.Seiring menghilangnya suara Ningrum, Sadarga terlihat begitu panik. Bocah itu nampa
Tak terasa waktu berlalu hingga matahari hampir terbenam. Sudah cukup lama Sadarga berada di antara alam ketidak sadaran dan alam sadarnya. Labirin yang terdapat di taman bunga itu, merupakan wujud ilusi dari sebuah jurus yang dimiliki Tanu. Namun suara wanita yang mengaku sebagai Ningrum, merupakan wujud asli wanita itu. Saat ini, Ningrum sedang berada di tempat persembunyian. Ia sedang dalam kejaran para tentara kerajaan. Di sela waktu kesendiriannya, tiba-tiba sukma Ningrum terpanggil untuk keluar dari dalam tubuhnya. Hingga pada akhirnya merasuki tubuh Sadarga dan mereka berdua bisa berjumpa di alam bawah sadar. Sungguh cerdas pemikiran Tanu. Kakek tua itu berhasil mempertemukan ibu dan anak walau hanya dalam alam bawah sadar. Namun ada sesuatu yang belum diketahui Sadarga. Bocah itu tidak tahu bahwa sebenarnya mahluk misterius yang berwujud seperti monyet besar dan telah mengejarnya, merupakan penguasa hutan gerbang kematian. Tapi keberuntu
"Pusi, apa kau mau ikut denganku?" ajak Sadarga, bocah itu berniat menjadikan si kucing untuk dijadikan hewan peliharaannya."Meow!" Pusi pun seakan menyahut ajakan Sadarga. Mungkin ia mengatakan bahwa dirinya bersedia. Lalu menjadikan Sadarga sebagai majikan barunya."Grrr!" geram Pusi mendengkur.Tak lama setelah Pusi menggeram, dua singa itu berdiri dan berjalan entah kemana. Dari kejauhan tiba-tiba terdengar suara menggaung. Mungkin suara itu berasal dari dua singa yang tengah berjalan dan hilang di kegelapan malam.Setelah itu sekelompok rusa pun berjalan menuju arah yang sama dengan dua singa tadi."Meow!"Tak lama setelah kepergian singa dan rusa, Pusi langsung berlari."Hei, mau kemana kalian? Sial, apakah kalian mau meninggalkanku?" pungkas Sadarga.Suasana di hutan saat ini sudah gelap. Sadarga mengalami kesulitan untuk melihat di malam itu, mungkin hal tersebut dikarenakan tak adanya alat bantu penerangan. 
"Hei, Nak! Ada apa denganmu? Mengapa malah melamun? Cepatlah pergi dan segera cari kayu bakar. Aku sudah tak sabar untuk melahap semua daging ini!" ucap Tanu. Kakek tua itu seakan begitu yakin, bahwa Sadargalah orang yang membawa sekelompok rusa ke tempatnya."Ba-baiklah, Kek!" sanggup Sadarga. Bocah itu nampak masih keheranan. Di sepanjang jalan ia terus berpikir. Bagaimana mungkin sekelompok rusa itu tiba-tiba datang?Namun setelah kepergiannya hingga matahari sampai di atas kepala, Sadarga belum kunjung kembali. Entah apa yang terjadi dengan bocah itu?Tanu yang masih menunggunya, memutuskan untuk melakukan penebangan pohon. Kemudian kakek tua itu memasak daging rusa seorang diri."Dasar bocah payah, kemana dia?" cibir Tanu. Kakek tua itu sepertinya sangat lapar. Hingga ia tak sadar, bahwa saat inj kumpulan tulang rusa sudah menumpuk di hadapannya. Dan itu semua sekaligus menjadi tanda, bahwa kakek tua itu sudah menghabiskan satu ekor rusa pangga
Suara teriakan dari lereng gunung terdengar begitu ricuh. Bukan hanya teriakan saja yang mengganggu telinga di siang ini, melainkan suara hentakan dari sepatu besi seakan mengganggu gendang telinga.Tanu yang masih bersandar di atas pohon, nampaknya telah tidur hingga lelap. Kakek tua itu awalnya hanya berniat melemaskan otot saja. Namun setelah kantuk datang, matanya seakan tak terkendalikan lagi."Paman, lebih baik kalian tunggu saja di sini. Aku akan naik kesana, dan menemui kakek! Aku hanya tak ingin dia marah, karena kedatanganku bersama kalian."Lain halnya dengan Sadarga. Bocah ini terlihat sangat bergairah."Baiklah Nak! Kami akan menunggu di sini," sahut pemimpin pasukan menyanggupi titah Sadarga.Dengan penuh semangat. Sadarga segera lari melewati jalan setapak yang menanjak. Entah apa yang membuat bocah itu bersemangat? Namun raut wajahnya seakan penuh harap.Akhirnya Sadarga tiba di tempat Tanu beristirahat."Kakek. Bangun