Share

Bab 4 Dengerin Curhat Gue, Sil

Sekian menit menumpahkan isi hati, plot, alur, dongeng dan seribu kisah tentang hidupnya, akhirnya Melody bisa bernafas sedikit lega.

“Jadi seperti itu, Sil, nasib gue. Sekarang gue harus gimana dong, elo pokoknya harus bisa bantuin gue. Titik,” penyambung kalimat Melody yang sekaligus sebagai penutup curahan hatinya. Kepalanya menunduk dan tangannya sibuk memukul-mukul guling di pangkuannya penuh emosi. Seolah bantal itu adalah punggung keras Alfa yang ingin dia patahkan tulang-tulangnya sampai terpotong-potong menjadi seukuran satu atau dua sentimeter saja. Psycho banget, ya. Di larang ketawa!

Beberapa menit tak mendengar suara Sisil. Melody mengangkat kepalanya kemudian menatap ke arah sahabatnya yang tidur tengkurap tak jauh dari posisi duduknya.

“Sisil, dasar lo, ya. Kenapa bengong gitu, sih? Jangan kesambet di kamar gueeee …” teriak melody gemas melihat Sisil yang menatapnya dengan muka bego nan bengong plus mulut terbuka. Merasa teriakannya tidak ada hasil seperti harapan, akhirnya bantal guling di pangkuan melayang di gebukkan dengan gemas ke punggung Sisil.

“Ish … ish … ish … elo beruntung atau bernasih tragis sih, Mel? Bingung gue mengartikannya,” Sisil yang berucap sambil cengar cengir akhirnya bangkit dari rebahan. Ikutan duduk di depan Melody dengan posisi bersila. Jadilah mereka berdua duduk berhadapan seperti dalam posisi mau transfer ilmu kanuragan tenaga dalam layaknya lakon pendekar-pendekar film kolosal jaman bahula.

“Elo kok nyebelin banget ya, Sil … bantuin gue dong. Gue beruntung dari sisi mana? Yang ada nasib gue ini tragis se-tragis-tragisnya,” wajah Melody Kembali memerah, terutama di bagian hidungnya, yang udah merah, kembang kempis pula. Mirip kayak hidung jambu air yang suka rontok karena orang-orang ogah ngambilin dari pohon sangking banyak buahnya. Jadinya rontok dan biasanya banyak ulat di dalam daging buah, nggak bisa di makan. Apalagi musim buah selalu bertepatan dengan musim hujan. Eh, kok jadi deskripsikan nasib jambu air, padahal awalnya tentang hidung merah Melody, lho.

“Oh, kalau gitu artinya nasib Alfa yang beruntung udah berhasil merawanin pipi elo dua kali. Dan, nasib elo emang bener-bener tragis. Iya itu, yang bener kayak gitu, asli dah,” ungkap Sisil tanpa dosa niat menggoda sahabatnya yang sedang emosi tingkat dewa.

Tangan Melody segera terulur melintir gemas telinga Sisil. Sesuatu hal yang selalu di lakukannya kalau sedang kesal banget sama sahabatnya yang satu ini.

“Eh iya-iya ampun, Mel. Tolong lepasin kuping gue. Gue serius sekarang,” ujar Sisil memohon ampunan.

“Udah gue lepasin tuh. Sekarang gue harus gimana, katanya elo pasti ngasih saran paling jitu ke gue?”

“Mel, elo jangan segitunya dong bencinya. Ntar lama-lama cinta, lhoh.”

“Eh kupret, nyumpahin gue, Lo?”

“Bukan begitu Melody sayang, gue ngingetin aja, kok.”

Belum sampai Melody membuka mulut.

Drrttt … drrttt … drrrttt … getar ponsel dengan iringan nada khas ringtone handphone bersimbol apel tak utuh habis di gigit drakula itu menginterupsi obrolan dua cewek yang hampir di fase serius. Melihat nomor yang tak bernama tapi sudah masuk di memori kepala cantik ber-IQ 130 itu membuat bibir cantik Melody manyun panjang.

“Siapa? Nggak elo angkat dulu?” tanya Sisil heran.

“Ogah.”

“Siapa, sih?” tanya Sisil ulang ikutan kepo ke ponsel Melody ketika panggilan kedua menyambung panggilan pertama yang terabaikan.

“Es batu, ya?” Sisil memastikan ingatannya, sedangkan Melody mengangguk sebal.

“Oemji … benar-benar ya, gue tambah bingung, dia suka atau benci sama elo.”

Panggilan kedua kembali terabaikan. Namun malang tak dapat di sangkal. Semenit kemudian tiba-tiba pintu kamar Melody terbuka tanpa ketukan. Meira masuk kamar sambil menenteng ponselnya.

“Mel, Alfa nelpon kamu kenapa nggak di angkat, sih? Nih, dia telepon ke handphone Mama,” ucap Meira pada putrinya.

“Melody sibuk sama Sisil, Ma.”

“Udah, ayo angkat dulu, bentar aja,” paksa Meira.

“Nyebelin banget, sih? Suruh matiin aja di handphone mama, biar dia telepon lagi ke handphone Melody,” cemberut Melody menahan kesal.

Meira menggelengkan kepala pelan, kemudian berbicara sebentar dengan Alfa, selanjutnya segera keluar dari kamar Melody.”

Tiga detik kemudian.

“Elo, apa-apa’an sih?” sembur Melody begitu berbicara dengan Alfa di handphone-nya.

“Gue cuma mau mastiin keadaan elo aja, selamat sampai rumah apa kagak, kan tugas gue jagain elo, wajar dong,” jawab Alfa di seberang dengan santai.

“Dasar penjilat, Lo. Terusin aja kebusukan elo di depan orang tua gue, kena karma tau rasa ntar. Sibuk pacaran sama janda aja pake bilang jagain gue.”

Sisil mendelik mendengar ucapan kasar Melody, namun anehnya yang dia dengar justru Alfa yang di seberang telepon malah tertawa. Handphone yang sengaja di loudspeaker membuat Sisil dengan jelas bisa mendengar percakapan Tom and Jerry made in Indonesia.

“Salah elo sendiri nggak mau angkat telepon gue, lagi apa sih sama si cicilan itu?” Melody melirik ke arah Sisil yang tengah mengepalkan tangannya penuh emosi mendengar penyebutan namanya oleh Alfa, menahan sekuat tenaga biar nggak ikutan teriak.

“Eh, namanya Sisil, bukan cicilan, dasar kerbau dodol. Jangan ganggu gue, gue sibuk, lagi belajar biar dapat nilai 100.”

“Alah … belajar sehari semalam dalam 365 hari nggak bakalan elo dapat nilai 100. Model elo kan kayak dodol garut, nggak mungkin bisa ngalahin gue. Gue bakal tetap lebih unggul dari elo. Liat aja kalo nggak percaya.”

“Eh, kerbau, kalo elo cuma mau musuhan sama gue, tutup teleponnya segera dan jangan usik gue atau mama gue lagi. Cukup sekian dan terima kasih.”

“Eh dodol, tunggu dulu, gue mau video call, ayo buka kameranya.”

“Ogah.”

“Ayo.”

“Gue nggak pake baju, cuma pake tanktop aja.”

Sisil yang tadinya emosi menyemburkan tawa ngakak tertahan sambil guling-guling di kasur hingga perutnya mulas.

“Pake BH nggak? Pokoknya gue mau lihat elo.”

“Otak mesum karatan, efek janda pasti, ya?”

Dengan terpaksa akhirnya Melody menerima panggilan video dari Alfa. Cowok itu senyum-senyum melihat wajah jutek gadis yang di jodohkan dengannya itu.

“Elo cantik ya kalau di kamera, tapi tetap aja lebih cantik janda.”

“Bener-bener maniak janda, Lo. Udah, gue tutup teleponnya, udah puas kan lihat gue?”

Melody menutup sepihak teleponnya, dan ternyata Alfa juga sudah tidak meneleponnya Kembali. Nafas Melody kembali kembang-kempis menahan emosi. Sisil sebagai sahabat yang baik segera memberikan sebotol air mineral yang kebetulan tersedia di meja belajar.

“Tarik nafas, hembuskan … nah gitu, pinter.”

“Asem, lo, udah kayak dukun bayi aja lagi bantu gue lahiran.”

Akhirnya keduanya tertawa ngakak.

Beberapa saat mereka berdua ngobrol menyusun solusi untuk Melody.

“Jadi, intinya gue harus punya pacar atau gebetan?’

“Iyalah, elo berhak bahagia juga, Mel, jadi berusahalah buka hati untuk cowok yang pengin deketin elo.”

“Tapi gue takut dan kasihan sama mama papa gue kalo jadi anak durhaka, Mel.”

“Mel, ini hidup elo, masa depan elo.”

“Iya juga sih, terus caranya boleh via sosmed atau iyain cowok-cowok yang lagi suka deketin gue gitu?”

“Iya, itu terserah elo, terserah hati elo, yang penting elo harus segera milih satu orang. Jangan biarin Alfa ngerusak hari-hari elo dan bikin elo tersulut emosi terus. Buat enjoy aja hidup ini dengan cara elo sendiri, toh dia juga ngelakuin hal seenak jidat dia juga.”

“Iya deh, ntar gue mantepin hati. Emang elo nggak ada calon yang bisa gue langsung comot aja gitu, Sil? Kan elo tahu selera gue kan?”

“Gue nggak tau selera elo. Sahabatan puluhan tahun nyatanya sampai sekarang elo jomblo terus, darimana gue bisa tahu?”

“Ya kali aja ada yang bisa di comot gitu, Sil. Buntu gue kalo suruh mikir urusan gini.”

“IQ aja 130, tapi dodol urusan mikirin cowok. Comat-comot emang jajanan di kantin Mak Erni? Iya deh nanti kalo ada yang gue sreg dan menurut gue cocok buat elo ta rekomendasikan.”

“Nah, gitu dong Sisil gue yang cantik, gue bener-bener sayang elo. I love You,” pekik Melody sambil memeluk erat sahabatnya.

“Lepasih ih, gue normal, ini di kamar jangan sampai terjadi yang iya-iya, gadis gue tetap buat Kevin seorang.”

“Ya Ampun, ta*k lho, gue juga normal kali meskipun masih nyaman jomblo sampai sekarang. Fikir gue bakal jadi anak yang berbakti kepada ortu, biar mereka yang cariin jodoh buat gue, eh … malangnya nasib gue ketemunya es batu songong, gue lupa doanya nggak sebutin kriteria jodoh yang gue pengin, huhuhuhu … “

Sisil hanya menggeleng-geleng pasrah melihat tingkah absurd gadis yang begitu setia dan baik menjadi sahabatnya selama ini.

“Gue cuma berharap elo bahagia, Mel.”

“Penginnya gue juga gitu, Sil. Tapi kenapa yang di jodohin sama gue orangnya absurd juga kayak gitu, orang yang bikin gue alergi karena adem kayak es batu, sombong, songong, angkuh, lengkap wes pokoknya.”

“Lihat elo gini gue jadi bener-bener bersyukur punya Kevin, Mel. Gue pilih-pilih sendiri, dapat restu orang tua kami dan selangkah lagi gue menuju tahap selanjutnya. Semoga elo udah bawa gandengan waras pas datang ke acara tunangan gue bulan depan.”

“Aamiin … doakan gue selalu bisa sebahagia elo ya, Sil, biar papa sama mama keturutan punya cucu sebelas di usia muda mereka. Biar gue nggak pake repot momong banyak balita.”

“Astaga … istighfar gih, elo doa baik-baik kok ujungnya gitu, sih.”

“Astaghfirullah … iyaya dosa gue, maaf ya Allah, gue pengin bahagia, pengin mama sama papa juga bahagia karena gue anak-anak satu-satunya, kalo nggak gue siapa yang bakal bahagiakan ortu gue?”

“Alhamdulillah waras lagi. Aamiin … elo pasti bahagia, kok. Yang sabar ya, ada gue disini.”

“Iya, makasih ya, Sil, elo selalu ada buat gue.”

Selebihnya mereka bercanda penuh tawa sepuas-puasnya hingga akhirnya Sisil pamit pulang ketika Kevin menjemputnya. Mereka berdua sesungguhnya memiliki acara akan selesaikan administrasi acara pertunangan mereka bulan depan di WO yang mereka sewa. Tapi demi Melody, Sisil dan Kevin rela menunda kepentingan yang seharusnya bisa di selesaikan siang tadi.

Bagi Sisil, Melody tak hanya seorang sahabat. Gadis itu juga menganggap Melody sebagaimana seorang adik baginya. Kebetulan usia mereka juga terpaut satu tahun dengan Melody yang lebih muda. Orang tua mereka juga sudah saling mengenal dengan sangat baik selayaknya saudara.

Persahabatan keduanya yang mendekati usia enam tahun ini membuat ikatan persaudaraan itu menjadi semakin erat. Sisil menangis ketika Melody menangis, meskipun di luar dia nampak begitu tegar dan berusaha selalu membuat joke supaya sahabatnya bahagia, tapi sesungguhnya hatinya pedih melihat wajah cantik sang sahabat yang sedikit kehilangan cerianya. Berkebalikan dengan Melody, jika Sisil menangis maka dia akan ikut menangis sekeras tangisan Sisil. Hal itu biasanya terjadi ketika Sisil sedang curhat masalah percintaannya dengan Kevin. Atau, jika Sisil sedang kambuh sakit asam lambung akutnya yang membuat gadis itu tak bisa melakukan apapun, sampai harus opname di rumah sakit. Maka di jamin mata Melody akan membengkak kebanyakan nangis dan rela nggak tidur menunggui Sisil dan bahkan rela bolos kuliah.

Jadi, bagi Sisil, menyarankan Melody memiliki kekasih meskipun ada Alfa yang di jodohkan dengan sahabatnya itu adalah saran yang tepat. Supaya sahabatnya tidak terkena penyakit hypertensi karena kebanyakan emosi dan beban fikiran. Supaya Melody selalu bisa melewati hari-harinya tetap penuh keceriaan. Dia sama sekali tidak mau kehilangan keceriaan gadis itu. Bagi Sisil, Melody lebih tepat menjadi seorang adik baginya. Lebih tepatnya sebagai pengganti adiknya nomor dua yang meninggal dunia karena sakit kanker yang di derita. Sisil sangat menyayangi Melody sebagaimana dia menyayangi adik-adik kandungnya. Sisil anak pertama dengan dua adik perempuan. Namun Tuhan lebih menyayangi adiknya yang berjarak usia dua tahun di bawahnya untuk kembali ke pangkuan-Nya sejak kurang lebih tujuh tahun yang lalu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status