Share

Part 12

Malam harinya Maya berdiri di balkon kamarnya dengan tatapan nanar. Ucapan Paman Johan sudah membuat gelisah.

"Seharusnya, kamu berpikir sebelum memutuskan semua ini, karena pada akhirnya New-A akan jatuh jika kamu tidak berpikir matang.. dan Erwin, pasti akan sangat sedih jika mendengar hal buruk terjadi pada New-A" ucap Paman Johan dengan serius.

"Apa yang harus aku lakukan??" gumam Maya bertanya pada diri sendiri.

Ia pun mulai mengingat-ingat teman-teman yang bisa ia minta tolong.

"Reno Barack?? atau Aldi Bakri??" gumamnya lagi dengan mengingat-ingat, namun nyatanya tak satu pun bisa ia pegang.

"Atau?? Sausan Holmen?" sebutnya lagi.

"Ck?" decak Maya yang kian pusing, ia merasa jika pikiran kini buntu.

"Mereka pasti tidak mau, ah.. New-A.. New-A?? apa yang harus kita lakukan??" rutu Maya dengan memijit-mijit kepalanya yang seakan ia rasa berdenyut sakit.

Tak lama terdengar suara deringan telfon masuk. Maya pun bergerak untuk mengambil handphonenya tersebut yang berada di meja riasnya.

Terlihat nama Poppy disana, teman kuliahnya dulu.

"Hallo?" sapa Maya.

"Hay, May?? ikut party yuk??"

Maya berpikir.

"Dimana?"

"Sky"

"Ah, baiklah aku akan kesana" jawab Maya yang akhirnya memutuskan untuk rileks sejenak dari beban pikirannya.

Dan komunikasi itu pun terputus begitu saja.

Maya pun akhirnya bersiap dengan menganti pakai yang sekiranya seusai pada party itu.

***

Selang beberapa waktu, akhirnya mobil sedan merah pun terpakir rapi pada satu gedung pencakar langit.

Maya turun dengan membawa tas kecil bersamanya. Ia sudah bersiap untuk melepaskan ke jenuh yang sudah beberapa minggu menghantui dirinya.

Maya pun melangkah pelan menuju gedung tersebut. Ia berjalan dengan langkah pasti dengan langsung menuju lift.

Ia masuk pada lift yang terlihat kosong dan langsung menekan angka 25 pada tombol lift tersebut.

***

Beberapa menit kemudian, Maya pun tiba pada lantai yang ia tuju.

Langkahnya terlihat sangat santai menyusuri lantai tersebut hingga tanpa dua orang pria berpakaian seragam menyambutnya.

"Selamat Datang Mbak" sambut sang pelayan.

Maya memberikan nomor mamber. Dan sang pelayan pun menyambut dengan senang hati.

"Silahkan masuk mbak Maya" ujar sang pelayan dengan mengembalikan kartu milik Maya.

Maya pun berjalan dengan santai ketika pintu berkaca hitam itu terbuka lebar untuknya.

Maya masuk dan sorot matanya mengitari dengan cepat ruangan remang tersebut.

Namun dari kejauhan terdengar suara khas sang teman. Maka seketika senyum Maya pun terkembang dengan langkah menuju sofa besar tempat perkumpulan itu berada.

"Maya!!" seru suara Poppy yang terdengar nyarinf memanggil.

Maya seketika melupakan jenuhnya dan akhirnya berkumpul dengan teman-teman nya itu.

Obrolan ringan, minuman dan makanan silih berganti menemani perkumpulan mereka. Tanpa di sadari Maya akhirnya menghabiskan 3 gelas alkohol berjenis ringan.

Poppy melihat dengan sorot berbeda pada temannya itu. Ia meraih gelas Maya ketika temannya itu akan mengeguk gelas ke 4.

"Hay!! kau bisa mabuk"

"Hm" gumam Maya dengan menyeringai senyum simpul.

"Bagaimana kabar Papa mu??" tanya Poppy dengan nada berbisik pada Maya.

"Hm, sedikit lebih baik" sahut Maya dengan menatap pada gelas di tangannya.

"Aku dengar kau akan menikah dengan Dimas Anggara??"

Maya bergeming, begitu pula dengan beberapa teman yang mendengar percakapan mereka.

"Apa benar??" tanya seorang lainnya dengan nada serius.

"Ah, tidak.. aku ti.." ucap Maya terhenti ketika tak sengaja melihat sosok yang ia kenal.

"Tidak, aku pikir itu hanya gosip karena yaa, perusahaan Star Tomo berinvestasi pada New-A" jelas Maya sekilas.

"Oh, aku sempat kaget, jika benar kau menikah dengan Dimas, maka kau akan jadi gadis yang beruntung!!" ujar seorang teman wanita lain.

Mendengar ucapan temannya itu, Maya merasa jijik, bagaimana penilaian orang begitu sempurna pada sosok bajingan yang ternyata mempunyai jiwa binatang.

"Sepertinya kalian harus tau, jika baru-baru ini aku mendengar seseorang mengambil alih dermaga kapal keluarga Alex" ujar seorang wanita dengan santai menyantap buah di atas meja mereka.

"Oya??" seru seorang lainnya yang kaget.

"Ya, aku rasa pria ini benar-benar kaya" timpalnya lagi dengan yakin.

Maya mendengar dengan seksama, dan mendengar kata-kata kaya seolah mengusik rasa penasarannya.

"Mereka memanggilnya dengan nama Master"

"Master??" seru Maya dan Poppy bersamaan.

"Heem, ah.. pasti dia orang yang tak bisa kita jangkauan..  bahkan kelas pergaulannya benar-benar terbatas" seru wanita itu lagi dengan nada serius.

"Apa nama perusahaannya??"

"DG"

"DG??" ulang Maya.

"Heem, DG alias Drangon"

"Oh" sahut Maya cepat.

"Aku rasa pastilah itu perusahaan senior, dan pemiliknya pasti seorang pria tua yang jelas telah sepuh di bidang bisnis" ujar Poppy berpendapat.

"Hm" gumam Maya menyetujui.

***

Setelah hampir 4 jam berkumpul dengan teman-teman nya, Maya yang hendak pulang. Akhirnya menyempatkan diri pergi ke toilet.

Dan ketika ia berada pada bilik toilet untuk buang air kecil, tanpa di sengaja ia mendengar pembicaraan yang menarik perhatiannya.

"Aku dengar DG melebarkan dunia bisnis hingga ke dermaga kapal, hal itu terjadi karena Keluarga Alex tak bisa membayar hutang pada DG"

Pikiran Maya dengan cepat berputar.

"Jadi, aset Alex berpindah pada DG??" bisik batin Maya.

"Aku jadi tambah penasaran pada sosok pemilik DG, ia bisa dengan seyap melebarkan bisnisnya tanpa harus gambar gembor.." ujar wanita yang bersuara nyaring.

"Ya.. aku dengar ia juga berinvestasi pada tambang batu bara"

"Waah" gumam Maya berbisik kagum dalam bilik toilet.

"40 miliar rasanya itu keuntungan terkecil DG dalam 6 kuartal"

Maya reflek menutup mulutnya dengan cepat, ia cukup terkaget mendengar pembicaraan perusahaan misterius ini.

Tak lama terdengar suara air di wastafel itu mengalir deras.

"Aku semakin penasaran siapa pemilik DG?? dari kabar sky jika pemilik DG itu masih muda dan tampan"

Tawa kecil pun seketika terdengar.

"Ah, sayangnya aku tak bisa berpaling dari Dimas Anggara"

Deg...Maya terkaget ketika mendengar ucapan wanita itu menyebutkan nama pria brengsek Dimas Anggara.

"Apa pun yang terjadi, aku akan  tetap menjatuhkan hati pada Dimas Anggara"

"Tapi, aku dengar anak dari New-A akan menikah dengan Dimas, apa kau tak tau?"

Maya berdebar menunggu reaksi jawaban wanita itu. Namun nyatanya wanita  itu hanya tertawa kecil.

"Tidak ada yang tah rencana Dimas, selain aku.. dan aku akan percaya padanya"  ujar wanita itu yang terdengar percaya diri.

Tak lama terdengar langkah sepatu hak tinggi itu keluar dari ruang toilet itu. Hingga sesaat toilet itu pun menjadi hening.

Maya masih melamun tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

Dan akhirnya Maya sadar jika sedari awal Dimas memang tidak pernah tulus untuk menikah dengannya.

***

Di pekatnya malam, langkah kaki Maya berjalan di sepanjang koridor rumah sakti. Langkah kakinya berjalan pelan menuju kamar rawat sang Papa.

Perlahan ia membuka pintu ruangan itu. Terlihat sang Papa masih terbaring di atas tempat tidur itu .

Wajah Maya berubah sedih, ia mendekat pada sisi jemari sang Papa yang terlihat kaku. Ia meriah jemari itu dan mencoba mengenggam sela-sela jemari Papa Erwin.

Namun nyatanya hal itu membangunkan sang Papa.

"Pah??"

Maya berusaha mendekat pada sang Papa dengan sedikit merendah.

"Papa baik-baik aja kan?? apa butuh sesuatu?"

Pria paruh baya itu hanya menggeleng pelan dalam  keterbatasan.

Maya terpaku dengan wajah sedih.

"Pah, maafkan Maya ya??" ucapan Maya lirih.

Sorot mata sang Papa pun menunjukkan rasa khawatir pada sang putri. Ia ingin berbicara namun lidahnya tak dapat dia gunakan seperti sedia kala.

Hingga dengan terpaksa ia mengerakkan tangan kiri untuk membelai wajah sang putri.

Maya terteguh, sentuhan itu membuatnya lemah.

"Maya akan lakukan apa pun untuk menyelamatkan New-A" ucap Maya pelan.

***

Berselang beberapa waktu, tersebar undangan dengan sangat cepat dari pihak Star Tomo yang akan meresmikan kantor baru.

Dan yang membuat Maya dan Marcel kaget adalah, peresmian itu di lakukan secara sepihak oleh Star Tomo.

"Star Tomo mulai menguasai kita" seru Marcel dengan wajah kesal melihat undangan yang beredar.

"Bahkan dalam  peresmian ini ia menambah neberapa klausal yang tidak ada salam rancangan kita?" timpal tim yang menangani investasi.

Maya di buat pusing dengan hal yang benar-benar diluar dugaan. Padahal pihak New-A sudah menghentikan pekerjaan ini dari 1 bulan yang lalu, namun nyatanya pihak Star Tomo berjalan  sendiri tanpa New-A.

"Kita harus bagaimana??" seru seorang bawahan Maya yang terlihat gusar. Waktu yang mereka miliki tidak lah banyak untuk membatalkan kerjasama ini.

Maya akhrinya bangkit dari kursinya dan mengenggam selebaran undangan itu.

"Kau mau kemana?" tanya Marcel.

Maya menoleh.

"Bertemu dengan Dimas Anggara dan menghentikan ini semua" ujar Maya dengan nada tegas.

🍃🍃🍃

Mobil sedan merah milik Maya akhirnya kembali terparkir di halaman gedung Star Tomo. Padahal ia pikir, ia tak akan pernah kembali lagi.

Dengan langkah tegas, Maya masuk kedalam gedung tinggi itu. Tujuannya jelas yaitu menuju ruang kantor Direktur Utama, Dimas Anggaran.

Setiap di lantai tujuan Maya, suasana yang sama persis kembali terlihat. Hening dan tanpa seorang sekertaris di meja kerjanya.

Maya mengenggam tas ya ia bawa dengan kuat. Dan langkah pun berjalan dengan pasti masuk kedalam ruangan utama itu.

Ketika pintu itu terbuka, Maya melihat kesekeliling ruangan itu yang terlihat rapi dan kosong.

Sesaat ia sempat menghelan nafas lega,  yaa setidaknya ia tak melihat adegan tak senonoh Dimas lagi.

Namun tak lama seketika terdengar derap langkah  berjalan menuju ruang Utama itu. Maya reflek berbalik dan pria itu pun muncul dengan beberapa staf yang mengikuti langkahnya dari belakang.

Dimas sedikit terkaget, namun tak lama ia melempar senyum pada Maya.

"Lama tidak bertemu sayang!" ujar Dimas dengan mendekat pada Maya. Maya secara spontan mundur untuk menghindari.

Wajah tegas dan jutek terlihat jelas di wajah Maya.

Melihat sambutan yang berbeda, Dimas memberi kode pada stafnya untuk keluar dari ruangannya itu.

Sepeninggalan staf Dimas, tatapan tajam Maya terlihat jelas di mata Dimas.

"Apa??"

Mendengarkan hal itu, Maya yang sudah kepalang marah dengan cepat melemparkan lembaran undangan di hadapan wajah Dimas.

"Apa anda tidak punya rasa malu, Tuan Dimas?? kita sudah putus.. dan New-A tak akan pernah bekerjasama dengan Star Tomo!!" ucap Maya meradang.

Dimas menatap lembaran undangan yang jatuh kelantai, dan tanpa terduga senyum tipisnya terukir.

Ia seolah mengejek ucapan Maya.

"Kau masih marah dengan kejadian itu?? aku hanya bersenang-senang sesaat dan.. aku berjanji itu terakhir kalinya dan tidak ada wanita lain yang akan aku nikah selain  kamu, Maya" ucap Dimas Anggara dengan mencoba mendekat dan hendak menyentuh rambut di pundak Maya.

Namun Maya dengan cepat menapih tangan Dimas.

Sorot mata Maya tajam, ia merasa jijik mendengar ucapan Dimas yang tak tau malu.

"Berhentilah berpura-pura" ucap Maya tegas tanpa rasa takut.

"Karena sampai kapan pun, Zarulita Maya Aritama tidak akan pernah mau menikah dengan pria bintang seperti mu" ucap Maya tajam dengan nada penekanan.

Dimas meradang, sorot matanya berubah marah mendengar ucapan Maya.

Hingga dengan cepat ia meraih lengan Maya lalu menariknya dengan paksa. Maya beraksi cepat dan berusaha untuk menahan.

Dimas memaksa tubuh Maya di dalam dekapannya.

"Kau tak akan pernah bisa menolak, seorang Dimas Anggara!! tidak juga dengan New-A yang akan aku lebur menjadi Star Tomo baru" bisik Dimas dengan wajah penuh percaya diri.

Maya terhenyak ketika mendengar ucapan Dimas yang begitu percaya diri.

"New-A butuh Star Tomo,  New-A butuh Dimas Anggara, karena itulah kau harus menikah dengan aku, Maya!!" ujar Dimas dengan penuh nafsu pada Maya.

"ITU TIDAK AKAN PERNAH TERJADI!!" pekik Maya marah. Lalu dengan kuat mendorong Dimas, sehingga ia pun terlepas dari cengkraman pria bajingan itu.

Dimas mendengus senang melihat reaksi Maya yang terlihat frustasi.

"Kau masih saja keras kepala Maya!!" seru Dimas santai, lalu ia berjalan menuju meja kerjanya.

"Baiklah jika kau tak mau aku paksa, maka coba kau lunas seluruh hutang New-A dan bayar finalty yang telah di tanda  tangani oleh Direktur Erwin Aritama??" ujar Dimas menantang Maya.

" 80 miliar, cash" ucap Dimas tersenyum licik.

Maya mengepalkan jemari tangannya dengan kuat, nilai yang cukup fantastis.

"A-ku pasti akan membayar semua dengan lunas!!" jawab Maya bergetar, ia berusaha kuat di hadapan pria yang sudah menjebak dirinya.

Seringai tawa Dimas terlihat jelas ketika mendengar ucapan Maya.

Maya pun dengan kesal keluar dari ruang kantor Utama Star Tomo.

***

Sepeninggalan Maya, Dimas Anggaran menatap view luar kantornya dengan mata bernelangsa jauh.

Namun terlihat di sudut meja kerjanya sebuah bingkai foto lama terpajang. Terlihat seorang pria dan seorang anak laki-laki yang memamerkan foto  piala kemenangan.

🍃🍃🍃

Di lain sisi, di sebuah rumah kediaman yang mewah. Terlihat seorang wanita tua duduk di hadapan meja kerja seorang pria muda yang tengah menatap serius layar laptopnya.

"Pilih lah!!" ujar wanita paruh baya itu dengan meletakkan beberapa lembar foto wanita di atas meja.

Ferdian tak mengubris, ia terlihat masih fokus pada tugasnya.

"Ferdian Bastian??" seru sang Mami dengan nada penekanan.

Pria muda itu pun terusik.

"Sudahlah Mami,  tidak perlu cemas.. aku tidak akan memilih yang tua!!"seru Sang cucu angkat.

Namun wanita paruh baya itu tidak akan pernah percaya pada ucapan pemuda ini.

"Mami tidak akan  percaya" seru wanita itu dengan galak.

"Aku sudah mendengar bahwa kau kembali pada nenek lampiran itu lagi!!" timpal sang Mami dengan marah.

Ferdian menatap Maminya dengan heran.

"Apa Mami mendengar gosip?"

"Tidak!! tapi aku tau jika kau masih saja berhubungan dengan nenek lampiran itu, Ferdian!!" ucap sang Mami tegas.

"Kau masih muda, cari lah yang seusia dengan mu!!" nasehat sang Mami yang cemas akan pergaulan sang keponakan yang lebih menyukai wanita lebih tua.

Ferdian menghela nafas.

"Aku rasa Mami sudah salah menilai, aku tak perhubungan lagi dengan tante Lusya" terang Ferdian.

"Mami tidak percaya, titik!! jadi sebelum kau menyesal Nak, tolong menikah dengan yang telah Mami pilihkan, oke??" ujar sang  Mami dengan nada mengancam.

"Waw, jadi Mami mengatur perjodohan?"

"Benar!! sebelum kau masuk lebih jauh dengan nenek lampiran itu, atau kau mau Mami laporkan hal ini pada Papa kejam mu itu?? agar Tante Lusya mu itu hilang!!" ancaman yang tak main-main dari seorang Mami Sari.

Ferdian meradang. Hela nafasnya terdengar jelas ia sangat kesal dengan ancaman sang Mami yang sudah lama mengasuh dirinya.

"Baiklah.. Baiklah!! seru Ferdian dengan meraih lembaran foto secara asal lalu memberikannya pada Mami.

Sang Mami mengambil dengan senang hati.

"Semoga gadis muda ini bisa memikat hati kamu yang sudah membantu, Tuan Ferdian Bastian" seru sang Mami dengan meninggalkan ruang keruang kerja keponakannya itu.

Ferdian terlihat kembali melanjutkan tugasnya dengan fokus. Namun satu pesan masuk di handphone kecil membuatnya dengan cepat mengalihkan fokus pada handphone tersebut.

"Leonar Stockes" ucap Ferdian dengan mengangguk pelan. Jadwal rahasia yang harus ia lakukan.

Tak lama hela nafas Ferdian pun berhembus pelan. Sesaat ia menikmati ruangan kerja yang cukup klasik bekas peninggalan sang kakek. Terlihat jelas susunan foto keturunan Bastian tersusun rapi dinding kerja tersebut.

"Apa, kalian menikah karena cinta?? atau karena tuntutan garis keturunan??"  gumam Ferdian pada foto-foto yang berjejer rapi.

Senyum bodoh pun terlihat dengan menertawakan kakek buyutnya yang lebih dahulu membuat silsilah Bastian bertahan hingga sampai pada dirinya, Ferdian Bastian.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status