Hari demi hari Nara lewati dengan gembira. Kehamilannya membuat Zavier sedikit lebih manis padanya. Jika soal dimanja, suaminya sejak dulu sudah suka memanjakannya. Namun, setelah Nara hamil, pria itu semakin memanjakannya serta sangat overprotektif pada Nara. Sekarang Nara sedang keluar rumah, bertemu dengan para teman-temannya untuk menyelesaikan perkara mereka dahulu. Nara sudah izin pada Zavier dan dia ditemani beberapa bodyguard serta maid. Mereka menunggu di dalam mobil, sedangkan Nara berkumpul bersama para temannya. "Maafkan aku, Nara. Aku salah sebab hanya diam saat Tamara menyudutkanmu," ucap Karina dengan nada penuh penyesalan dan sedih. Dia sudah pernah meminta maaf dan Nara mengatakan telah memaafkannya. Namun, dia merasa jika Nara menjauh darinya setelah kejadian itu. "Kami juga, Nara. Harusnya sejak awal kami tidak menjadikan Tamara masuk dalam pertemanan kita dan selalu percaya padamu. Maafkan kami, Nar." Sira mewakili teman-temannya yang lain. "Yah, kaki salah. P
"Amanda," gumam Nara pelan, menatap heran, terkejut bukan main serta tertohok secara bersamaan. Di antara sel disini, hanya sel yang ditempati Amanda yang bersih. Bukan hanya itu, di sel tersebut dilengkapi tempat tidur yang terlihat nyaman, ada selimut, bantal, kulkas, sofa. Ini mirip seperti sel tahanan pejaba …-Hampir saja! "Nara," ucap Amanda sedikit kaget sebab melihat sosok Nara di depan selnya. "Wah wah wah, Nyonya Adam ada di sini? Sedang apa, heh?" Lanjutnya dengan menyunggingkan smirk tipis pada Nara. Dia bangkit dari tempat tidur lalu berjalan ke arah sofa dekat jeruji besi. Dengan arogan, Amanda duduk di sana. "Maaf membuatmu kecewa, Nak manis. Harapanmu untuk melihatku tersiksa itu tidak akan terjadi. Zavier tidak bisa melukaiku, dia sangat antusias menunggu kelahiran bayi kami.""Kamu tidak akan berhasil mempengaruhiku," ucap Nara dengan nada arogan, akan tetapi dalam hati dia sudah merasa ketar ketir. Secara hati-hati dan gugup, Nara menatap ke arah perut Amanda. Te
Nara berjalan cepat dalam kamar kemudian langsung membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Melihat itu, Zavier menghela napas kemudian mendekati Nara. "Kenapa langsung tidur? Kau tidak ingin mendengarkan penjelasan ku?" tanya Zavier, duduk di sebelah istrinya berbaring. Dia mengulurkan tangan, mengusap pucuk kepala istrinya secara lembut. "Cukup tahu," ucap Nara cepat, menepis tangan Zavier dari atas kepalanya. Dia menggeser tubuh, menjauh dari sang suami lalu mengubah posisi dengan membelakangi Zavier. "Di depanku, Mas seolah membencinya, seolah dia adalah nyamuk yang sangat ingin Mas bunuh. Tapi di belakangku, Mas memberinya perlindungan--menyediakan fasilitas untuknya lalu menunggu anaknya lahir.""Ada yang salah jika aku menunggu bayinya lahir?" ucap Zavier pelan. Seketika itu juga Nara menoleh tak percaya pada Zavier. Sejenak matanya melotot karena tak percaya pada jawaban Zavier. Lalu selanjutnya, Nara menampilkan raut muka marah. Dia gusar dengan wajah memerah padam. "Seorang
"A--aku takut Za-Tuan Zavier kemari lagi. Tolong pergi, hiks …."Nara mengerutkan kening, memperhatikan Amanda yang saat ini sudah menagis sejadi-jadinya. Perempuan itu memperlihatkan wajah ketakutan, tubuhnya bergetar. 'Kenapa dia sangat takut pada Mas Zavier? Dia kelihatan seperti orang trauma.'"Memangnya apa yang dilakukan Mas Zavier padamu sampai kamu ketakutan begitu?" tanya Nara, memperhatikan Amanda secara lekat. Ketika dia menoleh ke arah sel Abim, pria itu sudah tak ada di sana. Hanya tinggal jejak darah yang belum dibersihkan. Melihat itu, punggung Nara mendadak panas. Sebenarnya sekejam apa suaminya? Dia tahu Zavier memang sering melenyapkan orang, Nara tidak bisa membenarkan dan bukan juga telah terbiasa. Namun, mau bagaimana lagi, papanya dan papa mertuanya juga begitu. "Tu--Tuan Zavier …." Air mata Amanda semakin mengalir deras, bibirnya tiba-tiba merapat dan wajahnya terlihat semakin pucat. Nara semakin mengerutkan kening, dia penasaran kenapa Amanda bisa setakut it
"Terlalu mudah, mintalah sesuatu yang sulit, Mi Amor."Nara seketika mengerjapkan mata, menatap Zavier ragu untuk sejenak. Kemudian, dia mengerutkan kening. Nara sedang berpikir keras. "Yang sulit?" beo Nara, masih memikirkan sesuatu yang bisa masuk dalam kategori sulit. Zavier menganggukkan kepala. "Yah, yang sulit.""Bulan." Nara tiba-tiba menyeru senang, "kita makan steak di bulan. Bagaimana, Mas?" "Wow!" Wajah Zavier seketika muram. Sial! Dia lupa jika istrinya sering diluar nalar. Jelasnya pasti anaknya juga akan ketularan sifat Mommynya yang suka aneh. "Masih kurang sulit yah, Mas?" tanya Nara ragu, memperhatikan raut muka suaminya yang terlihat datar. Masih enjoy! Zavier menggelengkan kepala. "Tidak. Ini pas.""Berarti kita akan makan steak di bulan?"Zavier menganggukkan kepala, tersenyum tipis sembari menjatuhkan tubuh ke ranjang. Otomatis membuat Nara ikut Zavier– Nara berbaring tepat di atas tubuh Zavier. "Ke bulan sangat jauh. Jadi … sebelum ke sana, biarkan aku mem
"Jadi kak Kenan dan Kak Sereya akan menikah?" tanya Nara yang saat ini berada di halaman samping. Dua keluarga sedang berkumpul dan mereka merayakan kebersamaan bersama. Orang tua Kenan sejujurnya ingin ikut, tetapi keduanya belum pulang dari tempat berlibur. "Iya, aku akan menikah dengan Kak Kenan. Dan kuharap kamu bisa menjaga diri dengan baik setelah ini, karena setelah menikah mungkin Kakak tidak bisa menjadikanmu prioritas lagi," ucap Sereya, membalik daging di atas panggangan khusus. Nara memangut pelan, tersenyum begitu hangat pada Sereya. Meskipun kakaknya galak, kenyataannya Sereya sangat menyayanginya. "Iya, Kak. Tapi berjanjilah, Kakak harus bahagia dengan Kak Kenan. Jangan pikirkan apapun kecuali kebahagiaan kalian," celetuk Nara, dibalas oleh anggukan serta senyuman tulus dari Sereya. "Kau sedang hamil, lebih baik kau duduk. Istirahatlah."Awalnya Nara menolak, akan tetapi karena Sereya terus memaksa, Nara akhirnya memutuskan untuk beristirahat. Dia berjalan ke arah g
Semua orang berkumpul di bawah, menatap syok Sabila yang telah tak sadarkan diri, berada tepat di pangkal tangga. Dari kepalanya keluar darah, membuat Nara panik, hanya bisa terdiam di tempatnya dengan tubuh membeku dan membatu. Satu yang Nara pikirkan sekarang, semua orang pasti menuduh Nara. Mereka pasti mengira jika Nara lah yang mendorong Sabila. 'Pa-Papa selalu percaya padaku. Aku akan berbicara padanya, ' batin Nara, berniat turun untuk menemui papanya yang ada di bawah. Dia akan menjelaskan kalau bukan dia yang mendorong Sabila, tetapi Sabila sendiri lah yang mendorong dirinya. Namun, baru satu langkah, Nara sudah berhenti. Zavier dibawah dan tiba-tiba melayangkan tatapan tajam ke arahnya, membuat Nara takut–reflek kembali membeku. Zavier menyusul Nara, sedangkan yang lainnya mengurus Sabila–membawa perempuan itu ke rumah sakit. "Ma-Mas Zavier, bukan aku yang men …-" Ucapan Nara berhenti, Zaveir tiba-tiba menggendongnya lalu membawa Nara ke atas. "Mas Zavier," panggil Nara
"Zavier sepertinya sudah gila, Sayang," ucap Kenan, memeluk pinggang Sereya dengan mesra sembari menatap lurus ke arah depan–ke arah Zavier dan Nara yang saat ini sedang mandi hujan bersama. Sereya memijit pangkalan hidung, sudah tidak tahu harus mengatakan apa lagi.Saat mereka ingin pulang, mungkin mampir ke rumah sakit untuk memastikan kondisi Sabila, tiba-tiba saja hujan turun dengan deras. Nara langsung keluar rumah untuk mandi hujan, adiknya tersebut memang suka dengan hujan. Tetapi tentu Sereya tidak akan membiarkan. Zavier tiba-tiba menyusul Nara dengan wajah terlihat dingin. Sereya kira Zavier ke sana untuk memarahi Nara, akan tetapi pria itu malah ikut mandi hujan dengan Nara. Sekarang Sereya dan Kenan tengah menonton pasangan tersebut, di mana Nara naik ke pundak Zavier."Ada apa dengan Zavier? Ck, jika Nara sakit, aku tidak akan mengampuni Zavier. Aku …-" "Sayang, memangnya kau berani pada Za?"Sereya langsung menoleh ke arah Kenan, mendengus pelan lalu menggelengkan