Share

Akhirnya Pindah

Hari ini Aya resmi pindah ke cabang utama. Badannya masih terasa lelah akibat perjalanan darat yang cukup lama, tapi ia tidak mungkin untuk izin karena ini adalah hari pertamanya bekerja.

Selesai memarkirkan motornya, ia bersiap untuk masuk.

“Semoga hari ini baik-baik saja,” doa Aya dalam hati.

Baru saja hendak melangkah masuk ke dalam kantor, ia bertemu tatap dengan seorang pria yang sedari tadi berdiri di depan pintu masuk. Pria itu menatap Aya dari ujung kaki hingga ujung kepala dengan seksama. Awalnya Aya berniat untuk menyapa, tapi karena ekspresi wajah pria itu sangat dingin, niat itu Aya urungkan.

Dengan kepala sedikit menunduk, gadis itu melangkah masuk.

Agenda rutin pagi ini adalah pengarahan dari manajemen. Kegiatan yang cukup membosankan tapi harus tetap dilakukan. Sepanjang pengarahan berlangsung, Aya terus menatap ke arah layar besar yang menyajikan data kinerja kantor cabangnya.

“Ada yang ingin disampaikan, Pak Eric?” tanya moderator untuk yang kedua kalinya.

Tanpa komando semua karyawan yang ada langsung mengarahkan pandangannya pada Eric yang belum memberikan respon saat diminta oleh moderator, tak terkecuali Aya. Aya seolah tak bisa berkedip saat netranya bertemu tatap lagi dengan Eric.

Eric menerima mic yang diberikan. Pandangannya langsung beralih ke layar membahas target kinerja unit kerja Aya.

Wajah pria itu seolah pernah terekam dalam ingatannya, tapi entah mengapa Aya sulit untuk mengingatnya.

Begitu selesai pengarahan, Aya dan teman satu unitnya langsung menuju ruang rapat untuk pembahasan target kerja.

Duduk melingkari meja, Eric datang lebih dulu dan duduk tepat di depan Aya.

Aya berusaha untuk ramah dan melempar senyum pada Eric. Namun Eric sama sekali tidak membalas senyuman yang Aya berikan.

Sepanjang rapat berlangsung, Eric terus memperhatikan Aya yang terlihat sangat gugup.

“Kenapa Pak Eric dari tadi lihatin aku terus ya? Apa aku ada salah ngomong? Apa aku kelihatan bodoh?” Batin Aya. Sedikit risih serta bingung dengan sikap penuh misteri yang Eric tunjukkan padanya.

Rapat yang sebenarnya hanya berjalan kurang dari satu jam terasa lama bagi Aya. Ia menghela nafas lega begitu bisa keluar dari ruang rapat.

Menjelang pukul setengah empat sore, Aya dan dua rekannya baru saja tiba di kantor setelah kunjungan ke beberapa nasabah. Masuk paling terakhir, saat membuka pintu kaca Eric ternyata sudah berdiri tepat di depannya.

Reflek ia menyapa Eric dan membiarkan pria itu lebih dulu keluar. Tidak ada sahutan dari Eric yang kemudian duduk di kursi depan kantor sembari menghisap rokoknya.

“Ay, tolong dong ambilin map putih di mobil tadi. Ketinggalan,” pinta Reza sebelum menaiki anak tangga.

“Oke, Za.” Aya memutar balik badannya.

Setibanya di luar, Aya tak melihat mobil kantor yang mereka pakai tadi. Ia lantas memutuskan untuk mengecek ke halaman belakang kantor.

“Loh mobilnya nyala,” ucap Aya heran sembari menghampiri mobil hitam itu.

Ia begitu kaget saat membuka pintu depan dan mendapati Eric berada di dalam. Kaca mobil yang cukup gelap membuatnya tidak dapat melihat dengan jelas ke dalam mobil. Padahal seingatnya Eric masih merokok di depan kantor, tapi tahu-tahu sekarang malah berada di sini.

“Aduh Maaf, Pak. Maaf,” ucap Aya jadi salah tingkah spontan menutup kembali pintu mobil.

“Maaf, saya mau ambil map putih itu, Pak,” ucap Aya kikuk membuka lagi pintu mobil sembari menunjuk map yang ada di atas dashboard.

Dengan ekspresi wajah yang dingin dan datar, Eric memberikan map putih itu. Sorot matanya begitu tajam membuat Aya merasa terintimidasi.

“Makasih, Pak,” ucap Aya sembari menerima map itu dari tangan Eric dan pergi. Sebelumnya sempat terjadi aksi tarik menarik map karena Eric seolah enggan melepaskannya.

Dari dalam mobil Eric menatap Aya lekat. Nafasnya sedikit memburu mengingat kejadian malam itu saat ia mabuk.

“Bisa-bisanya dia terlihat sama, gak ada bedanya. Setelah sekian tahun aku ikhlas, sekarang aku harus berhadapan dengan orang yang beda tapi sama,” gumam Eric memijat keningnya.

**

Pulang dengan keadaan langit yang masih cerah, Aya melipir sebentar ke mall untuk mencari pakaian kerja. Beberapa pakaian kerjanya sudah mulai sesak saat dipakai.

“Mbak, kamar pasnya di mana?” tanya Aya pada petugas toko.

“Ada di sebelah sana, Mbak,” sahut wanita itu dengan tangan yang menunjuk ke salah satu sudut toko.

Aya tersenyum kemudian membawa tiga potong pakaian yang akan ia coba di kamar pas. Ia langsung masuk ke bilik nomor satu yang keadaannya memang kosong. Sedang mencoba pakaiannya, dari bilik sebelah terdengar suara seorang anak perempuan yang merengek minta keluar.

“Tunggu sebentar, Farah Sayang. Oma beresin dulu bajunya.”

“Farah mau keluar, Oma. Farah mau keluar.” Aya tersenyum kecil mendengar percakapan di bilik sebelah. Selesai mencoba ketiga baju itu, Aya lantas membuka pintu biliknya dan melihat anak perempuan yang ia yakin dari bilik sebelah.

“Halo, anak cantik,” sapa Aya ramah melambaikan tangan pada anak perempuan itu. Anak perempuan cantik yang berumur sekitar enam tahun dengan poni yang menghiasi wajahnya.

Anak perempuan itu termangu melihat Aya. Beberapa detik kemudian ia berjalan mengikuti kemana Aya pergi.

“Loh, Farah? Farah kamu di mana?” Wanita paruh baya yang baru keluar dari bilik nomor dua itu kebingungan mencari Farah, cucunya.

Sementara Aya yang baru saja selesai dari kasir, kaget saat berbalik dan melihat anak perempuan itu ada di belakangnya.

“Eh. Anak cantik sama siapa? Kok sendirian? Namanya siapa?” Aya membelai rambut lurus anak itu.

“Farah,” ucap anak perempuan itu dengan netra yang terus memandang Aya.

“Farah pasti tadi sama Oma kan, sekarang Oma Farah di mana?” tanya Aya lagi. Ia yakin sekarang Farah pasti sedang dicari oleh Oma. Benar saja, tidak lama terdengar pengumuman dari pengeras suara mengenai anak hilang.

Dengan cepat Aya menggandeng tangan Farah dan membawanya ke meja pengaduan.

Wanita paruh baya yang buat laporan itu tak berkedip saat melihat cucunya datang bersama dengan Aya.

“Maaf, Bu, ini anaknya.” kata Aya melepas gandengan tangannya lalu pamit.

Baru beberapa langkah, Farah mengejar Aya dan menarik tangannya.

“Mama …”

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status