"Fitri!"Reflek Fitri memutar tubuh kebelakang. Dan seketika matanya membola melihat Bastian yang berjarak beberapa meter darinya tampak terengah-engah mengatur nafas yang tersengal."Mas, kenapa ada di sini? Alice dimana?" tanya Fitri penasaran. Dia mengedarkan pandangan mencari keberadaan madunya di sekitar, namun sama sekali tak ada ia lihat. Bastian enggan menjawab pertanyaan Fitri, dia malah berlari mendekati istrinya itu, kemudian menarik dan memeluk pinggangnya sangat erat."Mas."Fitri kebingungan, ada apa dengan suaminya. Bukankah seharusnya dia makan malam bersama Alice, tapi kenapa Bastian ada di sini."Mas," panggil Fitri sekali lagi. Namun, masih tak ada sahutan dari suaminya.Sekarang dahi Fitri berkerut kuat. "Mas, dimana Alice?"Bastian melepaskan pelukan, kemudian menempelkan jari telunjuknya di bibir Fitri. "Sssttt, diamlah Sayang, Alice berada di tempat yang aman.""Tapi--"Bastian membungkam bibir Fitri, melabuhkan kecupan. Fitri terkejut, matanya bergerak kesegala
Dua hari sudah, Bastian dan Alice menikmati bulan madunya di Bali.Fitri bahagia, melihat Bastian memperlakukan Alice dengan sangat baik. Dia juga berharap Alice segera hamil. Tanpa Fitri ketahui jikalau semua yang di lakukan Bastian hanyalah untuk memancing rasa cemburunya saja.Bohong, jika Fitri tidak cemburu melihat kebersamaan suami dengan madunya. Namun,wanita itu sekuat mungkin meredam rasa cemburu yang menyesakkan hatinya. Tak jarang Fitri juga menangis dalam diam tanpa di ketahui siapa pun. Alice pun mulai mengerti kenapa suaminya bersikap baik dan romantis padanya. Semua itu hanya sengaja di lakukan suaminya agar bisa membuat Fitri cemburu. Walau Alice sudah tahu perlakuan suaminya hanyalah sandiwara, namun dia tidak peduli. Bahkan dia menikmati dan seperti bekerja sama dengan Bastian ingin membakar rasa cemburu di hati madunya. Alice juga akan memainkan perannya, bersikap dewasa dan bertutur kata lemah lembut agar bisa membuat Bastian jatuh hati padanya.Lain hal dengan Bas
"Sayang, bangunlah," desis Bastian sambil menyeka peluh di dahi Fitri. Bukannya bangun, Fitri malah merubah posisi tidurnya, memeluk tubuh di sampingnya yang juga lansung di balas oleh Bastian seraya membelai pipi tirus istri pertamanya."Mas aku mencintaimu, aku harap kamu selalu bahagia." Fitri bergumam dalam tidurnya.Bastian tersenyum mendengar perkataan istrinya yang sedang menggigau itu. "Aku juga mencintaimu Sayang. Tapi kenapa kamu malah menduakanku, kamu sunguh membuatku bingung?" balasnya pelan sembari memandangi wajah Fitri dengan seksama.Hening sejenak, yang terdengar hanya deru nafas mereka. Bastian lalu melabuhkan kecupan di kening dan bibir Fitri seketika. Kemudian mengeratkan pelukannya."Maafkan kesalahanku selama ini Mas," ucap Fitri lirih disertai air mata yang kini mengalir di pipinya.Hati Bastian tercubit, melihat Fitri menangis dalam tidurnya, pria itu tidak mengucapkan satu patah katapun, bibirnya seakan terkunci, walau Fitri sedang tidur tapi percakapan mere
"Fitri di vonis dokter terkena kanker otak stadium akhir, Bik," ucap Fitri dengan bibir bergetar."Astaghfirullah, Non!" Bik Mar memeluk Fitri seketika. "Yang sabar ya, Non, Bibik yakin Non akan sembuh," kata bik Mar sambil mengusap punggung Fitri."Apa ini alasan Non meminta Den Bastian menikah lagi?"Bik Mar kembali bertanya. Sebenarnya dia pun tidak setuju dengan keputusan Fitri meminta Bastian poligami. Tentu saja bik Mar selama ini penasaran apa yang membuat Fitri begitu ngotot meminta Bastian menikah lagi. Padahal menurutnya pasangan suami istri itu selalu terlihat mesra, jarang bertengkar seperti pasangan suami istri pada umumnya."Iya, Bik," ucap Fitri dengan air mata yang semakin mengalir deras.Bik Mar terdiam, ia bingung harus melakukan apa untuk menenangkan mantan majikannya.Ruangan kecil berdinding kayu itu kini di penuhi isakan tangis Fitri yang menyayat hati.Bik Mar membiarkan Fitri meluahkan segala kesedihannya, wanita paruh baya itu mengusap-usap punggung Fitri.Bebe
Sudah tiga bulan lamanya Fitri menyandang status sebagai istri pertama. Selama tinggal satu rumah dengan madunya. Ia baru memahami karakter Alice yang sebenarnya.Jika di depan Bastian, Alice akan bersikap baik dengannya, namun kalau suaminya tak ada di rumah Alice hanya menganggap Fitri angin lalu saja. Bersikap semena-mena terhadapnya.Hari ini, Bastian Off bekerja. Fitri terlihat amatlah senang, ia memasak makanan kesukaan suaminya. "Mas mau aku ambilkan sayuran yang mana?" tanya Alice ketika mereka tengah berada di ruang makan.Bastian menoleh. "Aku mau sayur capcaai buatan istriku," jawab Bastian cepat."Tapi aku kan gak ada masak sayur capcai, Mas. Aku hanya masak tumis kangkung tadi.""Maksudku, sayur capcai buatan istri pertamaku."Mendengar perkataan Bastian, Alice lansung cemberut."Mas, cobalah masakan Alice, tadi dia sudah bersusah payah memasak untuk Mas." Fitri menimpali saat melihat mimik wajah Alice yang cemberut.Bastian menghela nafas sejenak. " Baiklah, ambilkan aku
Selesai menyematkan jaket, di tubuhnya. Fitri bergegas pergi ke desa sebelah dengan menggunakan motor matic. Teriknya matahari membuatnya menyipitkan mata. Meski kepalanya dilindungi helm tapi tetap saja silau.Dengan sangat hati-hati ia mengendarai kendaraan roda dua tersebut, membelah jalanan kerikil. Setelah menempuh perjalanan 40 menit, Fitri telah sampai di desa tersebut. Ia lansung bertanya pada para penduduk, di mana penjual rujak biasa mangkal."Mbak jalan lurus saja, nanti ketemu sekolah dasar. Nah biasanya di sana ada tukang rujak Mbak.""Terimakasih ya, Pak." Lantas Fitri pun pergi menuju ke tempat penjual rujak yang di ketahuinya setelah bertanya pada salah satu warga, sampainya di sana ia membeli rujak pesanan madu dan mertuanya, setelahnya ia pulang kerumah..."Alice, ini rujak untukmu." Fitri memberikan kantong plastik berisikan tiga bungkus rujak.Alice mengambil kantong tersebut dari tangan Fitri, tanpa berkata sepatah kata pun."Ambilkan kami piring!" perintah Rita
Fitri segera membalas pesan Aldi, mengatakan akan menjumpainya nanti sore dan meminta Aldi agar membawakan obat untuknya.Fitri terlonjak kegika Bastian tiba-tiba menyelonong masuk ke dalam kamar tanpa mengetuk pintu. Tak mau menimbulkan kecurigaan ia lansung menyembunyikan ponselnya dibawah bantal."Fitri, kenapa wajahmu pucat? Kamu sakit?" tanya Bastian panik, melihat wajah istrinya sangat pucat."Hm, hanya kecapean saja, Mas, nanti juga sembuh sendiri, aku hanya butuh istrahat saja,"Bastian mendekat, lalu berbaring di sebelah istri pertamanya."Kamu yakin? Apa lebih baik kita ke puskesmas saja?" Bastian menempelkan punggung tangannya dikeniing Fitri, yang terasa hangat saat ini."Tidak usah, Mas, ini hanya demam biasa, tadi aku juga sudah minum obat."Bastian menghela nafas berat. "Baiklah, kalau nanti masih demam juga, aku akan panggil dokter atau bidan ke rumah."Fitri mengangguk. "Iya, Mas. Mas tadi tidak bertengkar dengan Mbak Rita kan?""Tidak usah pikirkan, tidurlah." Bastian
"Simpan semua alibi kau itu. Aku tak akan percaya lagi.""Mas! Buka pintunya!" serunya lagi, yang tak kupedulikan. Segera aku melangkah masuk ke dalam rumah."Mas, kamu kenapa?" sapa Alice. Dialah istri yang selama ini kuabaikan.Aku menoleh melihatnya. Lalu menjatuhkan tubuh di sofa, sambil memijat pangkal kening yang terasa berdenyut. "Mas," Alice ikut duduk di sampingku seraya mengusap lembut pundakku. "Mas, walaupun aku bukanlah wanita yang kamu cintai, tapi setidaknya jadikanlah aku sebagai temanmu, tempatmu berkeluh kesah."Perkataannya membuatku seketika menoleh padanya. Aku tak habis pikir, mengapa wanita yang tak kucintai ini, malah dia lah yang lebih baik padaku. Sekarang aku baru menyadari dia begitu mencintaiku."Terimakasih, Alice. Maaf, selama ini aku belum bisa menjadi suami yang baik untukmu. Aku malu karna selama ini tak pernah menganggapmu ada, terimakasih karna sudah peduli padaku," ucapku sambil mengelus perutnya, yang di dalamnya ada makhluk kecil yang sedang berk