"Siapa, Mas yang ngirim pesan?" tanya Tari penasaran. Dani dan Tari sedang makan di salah satu warung bakso di sekitar tempat kerja mereka.
Hari ini hari Sabtu dan seharusnya mereka libur kerja. Tapi sejak mengantar Reni kemarin, Dani pamit dengan orang tuanya untuk berangkat dari tempat istrinya itu.
Tentu saja mereka tidak curiga sama sekali saat Dani tidak pulang ke rumah. Padahal malam-malamnya dia habiskan bersama Tari, yang hanya pasangan zinanya."Biasa ... siapa lagi," jawab Dani singkat.
"Istrimu yang galak itu?" Ada nada mengejek dalam pertanyaannya.
"Hmmm ...."
"Tapi, aku nggak habis fikir, deh, Mas. Bisa-bisanya dia itu tidak melayani suami dengan baik. Kalau aku, ya. Pasti suami aku bakal aku layanin dengan baik. Seperti malam tadi."
Beberapa hari ini Dani dibuat melambung oleh Tari. Seminggu bersamanya darah mudanya bangkit kembali."Iya, Sayang. Aku sampai kuwalahan ngimbangin kamu. Kalau ama Reni, pasti aku sekarang udah nggak n*fsu lagi. Habisnya kalau dia paling cuma diem. Kan nggak asyik." Keduanya tanpa dosa menjelek-jelekkan Reni. Padahal perilaku keduanya lebih dari sekedar menjijikkan.
Dani terus-terusan menyalahkan wanita malang itu, sedang Tari dengan tidak tahu dirinya merasa lebih baik dari wanita yang terus mereka omongkan.
"Udah, yuk nggak udah di bahas lagi. Setelah ngisi amunisi, kita lanjutkan lagi pertempuran kita. Sebelum tu nenek lampir balik." Dengan teganya Dani menyebut istrinya seperti itu.
"Sekarang aja bilang nenek lampir. Coba besok, pasti udah disayang-sayang," cibir Tari.
"Nggak, Sayang ...." Dani mencubit hidung Tari, "Ih, kamu kalau lagi cemburu ngegemesin, deh."
"Aw ... sakit, Mas." Tari mengelus-elus hidungnya yang terasa perih karena cubitan Dani.
"Habis kamunya ngegemesin." Interaksi mereka akan bisa membuat iri pasangan lain. Tapi sayang, mereka hanya pasangan selingkuh, yang sudah tak peduli dengan dosa.
"Anggap saja ini hadiah bulan madu awal dariku ...." Sebelum beranjak, Dani menyempatkan berbisik di telinga Tari, yang sukses membuatnya tersipu malu.
Keduanya meninggalkan kedai bakso itu dengan suasana hati yang lebih baik. Semalaman berpetualang dengan dosa dan kini mereka hendak melanjutkan lagi.
Astaghfirullahal'adzim ....
"Sayang ...." Mereka kini telah sampai lagi di kamar hotel. Meski hotel yang sama, tapi kamar yang berbeda.
"Hmmm ...."
"Kok, kamu mau, sih ama aku? Kan status aku masih suami orang." Sejujurnya Dani sendiri heran kenapa Tari mau meladeni rayuannya.
Sebenarnya, Dani sendiri tipe orang yang memang suka rayu sana sini, tapi dari kesemuanya tidak ada yang menggubris, karena mereka tahu bahwa lelaki itu telah beristri.Tapi, Tari dengan mudahnya terjerat dengan kata-kata manisnya. Begitulah laki-laki asal menyebar umpan, menunggu ikan mana yang akan terjerat dalam pancingnya.
"Karena apa, ya?" Tari mengetuk-ngetukkan ujung jari telunjuknya pada bibirnya, seolah berpikir kenapa juga dia bisa terjerat pesona seorang pria beristri.
Dani menaikkan sebelah alisnya, menunggu jawaban dari wanita di sebelahnya itu.
"Nggak tahu aja, Mas. Sejak bertemu Mas, rasanya udah asyik aja nyambung. Mungkin memang kita jodoh kali ya, Mas. Bukankah laki-laki boleh menikah lebih dari satu? Dan juga ... aku cinta sama Mas ...." Di akhir kalimat, suara Tari dibuat semenggoda mungkin, hampir mirip desahan.
Analogi yang sangat menyesatkan dan hanya mencari pembenaran atas kesalahannya. Jodoh? Poligami? Kenapa kata itu yang selalu jadi alasan seseorang berselingkuh. Hampir lupa, dan satu lagi 'cinta'. Malah ada yang bilang cinta tak pernah salah.
Memang benar, antara cinta dan nafsu hanpit tidak ada sekat. Selalu kata-kata cinta yang digunakan untuk menutupi nafsu.
"Mas juga cinta sama kamu, Tar." Dani membelai lembut pipi kekasih haramnya itu dan mengecup keningnya.
"Mas ...," ucap Tari manja.
"Hmmmm ...."
"Kenapa Mas nggak cerai aja, sih ama istri Mas itu? Lagian 'kan sudah jelas-jelas nggak bisa ngasih keturunan."
"Ehm ... gimana, ya. Mas kasihan sama dia. Nggak ada yang mau selain Mas soalnya. Kamu tenang aja, yang penting hati dan tubuh Mas hanya untukmu." Memang seorang buaya, pandai bersilat lidah.
"Iya, Mas. Tapi, apa kira-kira istri Mas mau dimadu?" Wanita mana yang rela dimadu, bahkan mungkin jika Tari ada di posisi Reni sekarang, dia juga tak akan menerima perselingkuhan suaminya ini.
"Tenang saja. Reni nggak punya pilihan lain. Kalau kamu hamil, itu akan membuktikan jika rahimnya yang bermasalah. Dan dia mau tidak mau harus menerima keputusanku untuk menikah lagi," kata Dani mantap.
Mendengar pernyataan Dani, segera Tari mengeratkan pelukannya di tubuh pria itu.
"Andai aku kenal kamu lebih dulu, Tar. Kamu nggak perlu jadi istri kedua."
'Nggak papa, Mas, aku jadi istri kedua. Karena akan kubuat Mas melupakan istri pertama Mas itu dan menjadi milikku sepenuhnya.' Tari tak menanggapi kalimat Dani, hanya saja wanita itu sudah ada rencana licik di hatinya.
Tanpa aba-aba, Tari menyerang b*bir Dani dengan ganas. Hal inilah yang seringkali membuat Dani melayang, hal yang jarang dia dapatkan dari Reni.
Tari cenderung ganas dan dominan di atas ranjang, mungkin memang gairahnya yang tinggi atau karena memang sudah lama tidak mendapat belaian dari lelaki.
Mereka pun mulai lagi pergumulan haram yang entah akan berapa ronde lagi malam ini. Mengingat nafsu keduanya sedang melambung dan juga setelah ini, mungkin akan lama lagi waktu mereka untuk terus bergulat seperti ini.
Tak ada lagi Reni dalam pikiran Dani. Apalagi mengingat dosa. Bahkan Tuhan pun telah dikesampingkan keduanya.
***
Di lain tempat, Reni sedang bergulat dengan hatinya. Dia merasa kasihan dengan anaknya kelak. Kenapa harus ada di saat hatinya sendiri bimbang. Apakah dia bisa tetap bertahan setelah apa yang dilakukan suaminya?
Lama Reni menatap benda itu, bingung apa dia harus memberitahukan Dani segera? Reni kembali ke kamar dan mencari gawainya.
Ingin rasanya dia berbagi kebahagiaan dengan suaminya itu, tapi ... mengingat kenyataan bahkan suminya kini mungkin sedang bersenang -senang dengan selingkuhannya, membuatnya semakin mengurungkan niatnya.
Lama dia hanya mengusap-usap layar hape-nya. Entah apa yang dia cari, bahkan setelah pesan terakhir suaminya tadi, tak juga ada pesan lainnya lagi. Meski hanya menanyakan sudah makan apa belum. Tak ada lagi perhatian dari Dani.
Reni menghela nafas, haruskah dia tetap bertahan jika seperti ini? Kini wanita itu beralih mengelus perut ratanya. Hatinya menghangat ketika tahu ada kehidupan di dalamnya.
"Kenapa Allah memberiku cobaan seberat ini?" Tak terasa cairan hangat keluar dari sudut matanya. Kali ini dia benar-benar hancur. Tubuhnya luruh ke lantai. Lagi-lagi dia menangis, banyak air mata yang dikeluarkannya untuk suaminya itu.
Sedang Dani, suaminya ... tentu saja sedang bersenang-senang dengan wanita lain. Betapa kejinya sebuah peselingkuhan.Pagi-pagi sekali Dani sudah sampai di rumah mertuanya. Secangkir kopi kini sudah ada di hadapannya. "Dari rumah jam berapa, Dan?" tanya Bambang, ayah Reni. Pria berusia 55 tahun itu duduk di kursi ruang tamu untuk menemani menantunya. Karena ayahnya menderita asam lambung, Reni hanya menyuguhkan segelas teh hangat untuk ayahnya itu."Sekitar jam 6 tadi, Yah." Bambang hanya manggut-manggut mendengar jawaban Dani.Setelah basa-basi dengan mertuanya itu, Dani pun segera pamit untuk pulang ke rumah. Orang tua Reni masih menyambut hangat menantu kesayangannya itu. Reni sendiri belum bisa bercerita pada keluarganya.Dengan motor matic keluaran 2016, Dani membonceng Reni meninggalkan halaman rumah orang tuanya.Meski Reni sudah
[ Alhamduillah baik, Ren. Ada apa?]Sebuah pesan masuk . Reni segera melihat ke arah pesan itu. Dengan buru-buru dibalasnya dan mengirimkannya.[ Aku pengen ketemu, kangen nich. Aku main tempat kos kamu, ya.] Reni pikir lebih sopan jika meminta tolong dengan bertatap muka.Reni dan Tasya memang dulu sangat akrab ketika keduanya sama-sama bekerja di pabrik yang sama. Jadi, sudah tak segan lagi bagi Reni untuk bertemu.[ Boleh-boleh aja. Kapan kamu mau main?] [ Besok gimana?] Reni benar-benar tidak sabar ingin tahu tentang Tari. Sebenarnya dia ingin hari ini juga, tapi mengingat hari sudah sore, diurungkannya niat awalnya.[ Oke, deh. Besok aku pulang jam 4.][ Oke]Ren
"Eh itu si Dani, Ren !" Tasya menyenggol lengan Reni. Wanita itu segera mengikuti arah pandang sahabatnya itu.Tentu saja Reni sangat hafal dengan sosok dan perawakan Dani, dan dia yakin bahwa itu adalah dia.Dani berjalan melewati gerbang sendirian. Reni tidak menemukan tanda-tanda suaminya itu tengah berbicara dengan wanita lain."Itu ... yang namanya Tari." Tasya menunjuk ke arah seorang wanita yang berjalan di belakang Dani. Cukup lama Reni mengamatinya, wanita berambut panjang dengan tubuh sedikit berisi. Terlihat begitu segar, tak seperti dirinya yang terlihat seperti bunga yang layu.Reni membuang nafas, 'Apa Mas Dani udah bosen ama yang kerempeng kayak aku?' Hatinya terus menduga-duga kenapa suaminya itu bisa sam
Dani memasuki kamarnya, hatinya dipenuhi amarah ketika mendengar aduan dari ibunya tadi. Ditambah nafsu yang tidak tersalurkan saat bersama Tari tadi membuat amarahnya semakin memuncak.Dilihatnya Reni yang sudah tidur berbaring memunggunginya."Yank ... yank ...!" panggil Dani kasar. Reni bergeming, dia pura-pura tertidur. Dia tahu apa yang akan dikatakan suaminya itu.Kini Dani mendekatkan tubuhnya pada Reni, dan mengguncang-guncang bahu istrinya agar terbangun."Yank ....""Eugh ...." Reni menggeliat, dia membalik tubuhnya dan menatap wajah suaminya yang penuh dengan amarah.Reni terduduk dan berusaha bersikap biasa, "Kenapa, Mas?" Wanita itu mengernyitkan dahinya, seolah penasaran dengan apa yang akan dikatakan suaminya. Padahal dia sudah menduganya.
Perasaan Dani begitu bahagia pagi ini. Mengetahui bahwa Reni hamil adalah hal paling membahagiakan untuknya. Setelah 7 tahun menanti, akhirnya hari ini datang juga. Hari di mana ada kehidupan di rahim Reni.Sikapnya juga sudah kembali manis pada istrinya itu, seakan kemarahan semalam tidak pernah ada. Reni cukup melambung dengan kehangatan Dani.'Tapi, bagaimana dengan Tari? Apakah harus kulanjutkan hubungan ini atau tidak?' Dani merasa dilema dengan kehidupannya. Jika dia tahu Reni sedang hamil, tak mungkin dia meniduri Tari. "Argh ...! Entahlah. Jalanin saja."Dani men-starter motornya dan melajukan ke jalanan. Pikirannya semrawut antara Reni dan Tari. Tak mungkin dia meninggalkan Reni yang sedang mengandung anaknya. "Mungkin aku harus mengakhiri semuanya dengan Tari. Aku tak mau Reni
*PoV Tari*Seneng rasanya pagi ini bakal ketemu Mas Dani. Entah kenapa perasaan cinta ini tak bisa hilang begitu saja. Mas Dani adalah cinta pertamaku dulu. Mungkin Mas Dani tak mengingatku, dia ada di kelas 3 sedang aku masih kelas 1.Seperti gadis remaja lainnya yang mengidolakan kakak kelasnya, akupun begitu. Dia memang bukan yang paling populer di angkatannya, tapi dialah yang menjadi idolaku saat itu.Rasanya seperti takdir, saat tahu dia menjadi rekan kerjaku di tempat kerjaku yang baru ini. Mungkin ini yang namanya jodoh. Setelah lama tidak bertemu, akhirnya dipertemukan lagi.Apalagi statusku sekarang yang sudah menjanda, akan mudah untuk bersama-sama lagi dengan cinta pertamaku itu.Sayangnya, Mas Dani masih memiliki istri. Huft! Andai dia mau menceraikan istriny
[Apa perlu aku datang ke rumahmu, Mas dan bilang tentang kita?] "Tidak! Tari nggak boleh ke sini." Dani begitu gelisah setelah membaca pesan terakhir dari Tari.[Jangan macam-macam kamu, Tar! Sekarang maumu apa?] [Kita ketemu, Mas.][Baik besok kita bisa ketemu. Tapi nggak bisa lama.][Terima kasih sayangku. Emmuach ....]Dani tak membalas pesan terakhir dari Tari. Segera dia menghapus sms-nya dengan Tari tadi. Pria itu kini sangat bingung dengan perasaannya.Dani menghirup napas panjang dan menetralkan wajahnya. Agar Reni tak melihat raut kecemasan di wajahnya. Dia lantas kembali ke kamar dan berbaring tidur di sebelah Reni yang telah terlelap.***
"Aku hamil, Mas." Dengan penuh keberanian, Tari memberi tahu Dani tentang kehamilannya.Seketika Dani tampak shock. Dia tidak langsung menyahut, seolah kesadarannya telah ikut melanglang bersama pikirannya tentang kehamilan Tari. Dani mencubit lengannya, sedikit keras, "Aw ...!" Sakit ternyata. Berarti ini benar-benar nyata. "Bagaimana kamu bisa hamil, Tar?" Suara Dani sedikit bergetar. Hamil? Mengapa kata itu sekarang menjadi m*mok bagi Dani.Dani sepertinya lupa jika dia tidak pernah pakai pengaman saat berhubungan dengan Tari. "Gimana sih kamu, Mas. Apa kamu lupa tentang perc*ntaan panas kita waktu itu!" Setengah berteriak Tari membuat Dani celingukan. Tari sangat marah karena Dani seolah meragukan perkataannya."Sss