Raras sedang merapikan barangnya, ketika Wisnu sholat dia buru-buru mengganti baju basahnya dengan yang lebih kering. Sweater bewarna kuning dipadukan dengan celana jins ketat selutut.Adik-adik Wisnu sudah bangun satu persatu, merekw saling berebut kamar mandi, sedangkan si kembar menyiapkan sarapan sederhana.Beberapa gelas teh manis dan semangkok besar nasi goreng sudah tersedia di meja makan. Raras hanya melongo melihatnya, tangan Raras sama sekali tidak pernah menyentuh dapur, bagaimana remaja sekecil itu bisa begitu cepat dan mahir, hitungan menit semua sudah terhidang di atas meja, padahal ini baru jam enam pagi."Sarapan dulu, Ras," panggil Wisnu. Raras mengangguk, mengikuti Wisnu dari belakang."Beri tempat pada Mbakmu," kata Wisnu pada Nela, gadis remaja itu menggeser duduknya. Nasi goreng itu yang membuat perut Raras benar- benar tidak sabar ingin diisi.Wisnu mendekatkan segelas teh ke depan Raras. Raras melihat, meja makan tua ini menjadi tempat berkumpul yang hangat."Te
Raras mengusap keringatnya, dia melakukan olah raga kecil di pagi hari, dia tidak ingin sedikit pun lemak menggumpal di bagian tubuhnya.Raras mendecih malas, saat Andini mendekatinya dengan senyum mengejek, dia benar-benar menampakkan siapa dirinya saat ini."Selamat, Ras," katanya tidak tulus."Atas?" jawab Raras menggulung rambut panjangnya."Kudengar kau sudah menikah.""Ooh... itu, ya, terimakasih."Raras tidak tertarik untuk melanjutkan pembicaraan."Aku kagum denganmu, Ras, seleramu begitu rendah, menikah dengan laki- laki miskin dan cacat." Senyum mengejek kembali terbit di bibirnya."Yang menikah itu aku, Kak, kakak tidak perlu repot-repot untuk memikirkan." Raras mendongak, meneguk air mineral ditangannya."Bagaimana malam pertamamu?" ejeknya lagi."Kenapa? Kakak penasaran bagaimana rasanya bercinta dengan orang cacat?" pancing Raras, wajah Andini memerah."Aku tidak sehina itu," geramnya."Bagaimana, ya? Sangat luar biasa, dia bahkan tidak membuatku tidur semalaman dengan s
Wisnu mengatupkan rahangnya, dia tidak bisa menghentikan orang yang mengaku disuruh mengantar semua barang ke rumahnya, Aryo dan Yono melirik wajah sang Kakak sulung. Mereka tidak berani bicara lebih banyak. Mira yang tampak bahagia dan menyuruh petugas pengantar barang memasukkan perabot itu satu persatu, termasuk satu ranjang untuk kamar Wisnu, dan satu ranjang lagi untuk kamarnya dan Nela, Wisnu diam saja melihat adiknya itu berjingkrak kegirangan.Aryo dan Yono saling tatap meminta tanggapan, keduanya langsung pamit kepada Wisnu dengan alasan ada latihan bola yang harus diikuti. Wisnu cuma memberi isyarat dengan matanya, kemudian mengayuh kursi rodanya masuk ke dalam kamar.*******Raras sampai jam delapan malam, dia sempat mengawasi butiknya terlebih dahulu, Raras baru saja mengucapkan salam ketika Mira langsung berlari padanya."Mbak, Abang dari tadi tidak mau bicara, sepertinya Abang marah karena barang-barang ini." Mira memperlihatkan wajah cemas.Raras kemudian tersenyum, me
Agenda hari ini, membawa Wisnu kerumah sakit untuk pemeriksaan berkala, sejauh ini Wisnu tidak mengeluhkan apapun, dia tipe laki laki yang tidak pernah mengeluh dengan keadaannya, sedapat mungkin dia melakukan semuanya sendiri, mulai dari mandi sendiri, berpakaian dan aktifitas lainnya.Raras memilah baju apa yang akan dipakai Wisnu, tapi tidak ada baju yang dikatakan layak, rata rata adalah kaos oblong yang warnanya sudah pudar, dan jins lusuh yang tak kalah pudarnya.Raras mencoba mencari lagi dengan teliti, akhirnya dia menemukan kemeja kotak kotak yang lebih baik daripada baju sebelumnya, walaupun model dan motifnya sangat ketinggalan jaman, tapi setidaknya ini lebih enak untuk dilihat.Wisnu masuk mengayuh kursi rodanya, handuk putih terlilit berantakan di pinggulnya, Raras tidak mengerti dengan jalan pikiran Wisnu, bahkan dia menolak adiknya sendiri yang berniat membantu memandikannya."Hanya ini yang kutemukan," kata Raras menunjuk ranjang, kemeja kotak kotak dan celana jins hi
Raras dan Wisnu duduk di kursi antrian, Raras menilai Wisnu adalah laki laki pendiam dan tidak akan bicara kalau tidak dimulai duluan, dari tadi dia hanya menundukkan wajah, mungkin dia malu dengan kejadian tadi sebelum berangkat, Raras sendiri berusaha keras melupakannya, tapi semakin dilupakan malah semakin teringat lebih jelas."Berapa umurmu?" tanya Raras memecah kebisuan di antara mereka."Dua puluh tujuh," jawab Wisnu. Ternyata dia masih muda."Benarkah? Berarti kita seumuran, bulan berapa kau lahir?""Bulan Agustus.""Oh, Ternyata aku lebih tua tujuh bulan darimu." Raras tidak menyangka ini."Iya," jawab Wisnu, dia tidak memperhatikan lawan bicaranya, memang pemuda desa yang sangat lugu. Andai saja dia dipermak sedikit di salon, pasti dia terlihat lebih tampan, begitu pikir Raras."Ayahmu?""Beliau sudah meninggal tiga belas tahun yang lalu.""Maaf." "Tidak apa-apa, sudah sangat lama," jawab Wisnu."Hmmm, kau tidak punya kekasih?" Raras penasaran."Tidak, wanita lebih memilih
Wisnu kecewa saat mobil Raras berhenti di pekarangan rumah. Sepertinya acara angkat-mengangkat akan gagal kali ini, karena dua bocah bertubuh tinggi sudah siap siaga di depan pintu menunggu kedatangan mereka. Yono dan Aryo bekerja sama memindahkan Wisnu ke kursi roda, mendorongnya masuk ke dalam rumah."Kok pulangnya cepat?" Ada penyesalan di hati Wisnu melihat adiknya pulang lebih cepat."Ada supervisor dari dinas pendidikan yang datang kesekolah, jadi semua siswa dipulangkan lebih awal," jawab Aryo."Kita langsung makan siang ya, Bang! kami tadi sudah memasak, Yono dapat rejeki lebih jadi kita bisa makan ayam.""Rejeki lebih dari mana? Kau saja belum bekerja," selidik Wisnu."Itu ... dua hari yang lalu Yono dipanggil kepala sekolah, dia mendapatkan beasiswa khusus, yang anehnya dia sendiri yang mendapatkannya.""Kok bisa?" Wisnu semakin penasaran. "Beasiswa apa?""Nggak tau juga sih, Bang, katanya beasiswa khusus, banyak banget lo Bang, sebulan dapat sejuta, tadi untuk bulan ini uda
Wisnu meremas kuat seprai yang berada di sisi kiri dan kanan Raras. Menahan gejolak yang tidak bisa lagi dia kendalikan, baru kali ini dia mengenali naluri primitif seorang laki -laki yang selama ini belum pernah dirasakannya. Di tengah tengah rasa yang membara, Wisnu mencoba menjaga kewarasannya, pernikahan ini bukan pernikahan sungguhan, apa yang tengah dia lakukan hanya untuk dirinya sendiri tanpa persetujuan dari Raras. Bahkan dia terlihat seperti pencuri sekarang ini.Wisnu mengangkat wajahnya, menelisuri wajah pualam milik Raras, andaikan dia yang memiliki gadis ini untuk selamanya, mungkin Wisnu takkan menginginkan apa-apa lagi dalam hidupnya. Raras masih memejamkan mata, tidak merasa terusik dengan ujung jari Wisnu yang mengelus lembut setiap bagian wajahnya satu persatu, Raras terlihat kelelahan.Mata wisnu memuaskan rasa dahaganya, setidaknya dia hanya punya kesempatan mengagumi Raras disaat tidur begini. Jika saja gadis itu sudah membuka matanya maka tak ada lagi kepercayaa
Banyak yang tidak disukai Raras di keluarganya, sang ayah terlalu menjunjung tinggi tradisi sebagai seorang bangsawan yang berasal dari keturunan raja yang entah lahir dan hidup dizaman apa karena Raras tidak tertarik mengetahuinya. Ayahnya sangat fanatik dengan tradisi jika seorang yang berdarah biru harus menikah dengan darah biru juga supaya anak yang lahir tetap memiliki kasta yang lebih tinggi. Dia dibesarkan dengan seorang pengasuh yang mendalami bagaimana tata cara mendidik anggota keturunan kerajaan. Dari kecil apapun dalam hidup Raras selalu diatur, bagaimana cara bicara, berjalan, berpakaian dan sebagainya. Awalnya Raras mengikuti dengan patuh, tapi semenjak kehadiran Andini dan ibunya, semua tidak lagi sama.Dulu sekali ayahnya sangat mencintai ibunya, wanita yang cantik dan menjadi primadona plus darah biru yang melekat padanya. Di usia Raras yang ke-lima belas tahun sang ibu terkena penyakit kanker payudara yang menyebabkan dia keluar masuk rumah sakit.Saat itulah ibu An