Share

BAB 7: Acara Pertunangan Yang Menjengkelkan

Acara pertunangan Dinda dan Bastian, berlangsung, tenda warna putih dan unggu sudah terpasang rapi di sepanjang jalan depan rumah Larasati, menu sajian untuk para tamu pun sudah di tata rapi, Rania berdiri di salah satu sudut rumah, mengawasi para paramusaji yang siap melayani para tamu. Terlihat Dinda mengenakan kebaya modern, gadis itu tampak semringah ketika para tamu memuji kecantikannya.

“Wah, tak sia-sia kecantikanmu bisa memikat seorang Dokter, hidupmu bakalan terjamin, menjadi istri seorang dokter,” seloroh seorang ibu.

“Iya, Bu Larasati juga beruntung berbesan dengan keluarga terpandang, rumah tangga Faiz dan Rania, juga harmonis, lengkap sudah ya Bu kebahagiannya,” timpal yang lainnya.

“Iya, senang dan bangga pada kedua anakku, mereka bisa mengangkat derajat orang tua,” sahut Larasati dengan binar kebahagiaan.

Mendengar hal itu Rania hanya mendengus pelan, hingga panggilan ibu mertuanya membuatnya melangkah mendekati wanita yang berpakaian kebaya dengan rambut di sanggul.

“Ran, cepat kesini!”

“Ada apa Bu?”

“Apa semua menu untuk  tamu sudah siap, aku tidak mau sampai para tamu mengeluhkan hidangannya.”

“Sudah siap semuanya, aku juga sekalian ingin mempromosikan cateringku Bu, jadi tidak  akan mengecewakan para tamu.”

“Ahh sok–sokan ingin usaha, paling juga berhenti di tengah jalan, dana modalnya amburadul,“ rutuk Larasati.

Tidak lama kemudian rombongan dua mobil keluarga Bastian pun datang, tunangan Dinda itu mengenakan batik warna cokelat, pria tampan bertubuh tinggi dan tegap mengurai senyum, ketika turun dari mobil, di sampingnya Dokter Fathan, tak kalah tampan, tubuh atletisnya begitu semakin tampak dengan setelan kemeja batik dan celana kain senada, membuat pria 40 tahun itu semakin terlihat mempesona apalagi dengan status duda yang di sandangnya.

Acara pertunangan Dinda dan Bastian pun dilaksanakan, tanggal pernikahan sudah ditetapkan, Dinda, Larasati dan Faiz tersenyum bahagia, tapi tidak dengan Rania, ia tersenyum getir menatap ketiga orang yang meremehkan dirinya dan mengkhianati cinta dan ketulusannya selama tujuh belas tahun ini. Ya tujuh belas tahun cinta yang diberikan untuk suami dan keluarganya seakan hanya di anggap buih yang tak ada gunanya di saat mereka memiliki derajat yang tinggi malah meremehkan keberadaan Rania.

“Bu Rania,” sapa seorang dengan suara baritonnya.

“Pak Fathan,” balas Rania dengan senyum mengembang.

“Tadi kata pramusaji, semua menu ini adalah masakan ibu, apa betul itu?”

“Benar Pak, sekalian saya promosi dengan usaha catering yang baru saya rintis ini,“ jelas Rania.

“Awal yang bagus Bu Rania, Oh pembayaran rumah, besok akan saya selesaikan, sekalian kita akan ke notaris, untuk menyelesaikan berkas-berkas kepemilikan, bisa ‘kan?”

“Tentu saja bisa,” jawab Rania.

“Aku senang kita sebentar lagi menjadi keluarga,” ujar Fathan, menatap Dinda dan Bastian yang tampak bahagia.

Rania hanya terdiam, karena ia tahu pernikahan Dinda dan Bastian, tidak akan terlaksana, Rania yakin, setelah Rania membongkar kebusukan Dinda, pasti Bastian, tidak akan mempersuntingnya.

Mata Rania terbelalak, ketika melihat seorang wanita berpenampilan elegan, Kinan datang, ia turun dari mobil mewahnya, wanita berparas cantik dan tubuh seksi itu menebar senyum.

Larasati langsung menyambutnya dengan ramah, Dinda juga ikut menyambut kekasih dari kakaknya itu. Sementara itu Faiz, terlihat bahagia akan kedatangan Kinan, tapi laki-laki itu menjaga jarak, sedangkan Rania hanya mengamati semua tingkah laku keluarga suaminya yang penuh dengan sandiwara.

“Dokter Fathan, silahkan menikmati hidangannya, saya tinggal dulu,” pamit Rania.

“Silahkan Bu Rania,” sahut Fathan dengan sopan.

Rania berjalan ke arah Kinan. ”Berani sekali kamu hadir  disini,” ucap Rania.

“Kenapa tidak berani, keluarga Mas Faiz sudah merestui hubungan kami, begitu Dinda menikah, kamu dan Mas Faiz akan bercerai, jadi buat apa lagi aku sembunyi-sembunyi,” jawab Kinan, dengan angkuhnya.

“Kalian memang pasangan yang serasi, pandai bersandiwara, wanita sepertimu memang pantas mendapatkan laki-laki seperti Mas Faiz, menikahlah, nikmati kebahagian kalian,” balas Rania dengan senyum getirnya.

“Ya memang seperti itulah seharusnya Rania, aku dan Mas Faiz menikah, kami akan mengulangi kembali kisah cinta yang terputus tujuh belas tahun ini, dan memang niatku untuk merebut Mas Faiz lagi, apa kamu kira kami bertemu secara kebetulan, tentu tidak.”

“Apa maksudmu Kinan?”

“Aku dan Mas  Faiz, adalah sepasang kekasih, saat Mas Faiz ingin menikahiku, aku belum siap, untuk menjadi seorang istri, aku memiliki ambisi, cita-cita. Dan setelah cita-cita tercapai, barulah aku mengejar cintaku kembali yaitu Mas Faiz,” ungkap Kinan, yang membuat Rania meradang.

“Jadi benar, kalian adalah mantan sepasang kekasih,” gerutu Rania, rasanya hatinya seperti tercabik-cabik.

“Apa kamu pikir dulu Mas Faiz, menikahimu karena cinta, jangan menghayal, Rania. Mas Faiz menikahimu itu  karena ia frustasi aku meninggalkannya, jadi kamu hanya untuk pelampiasannya saja.”

Rania menghela napas kesal, lalu tatapannya berubah tajam.

”Apa kamu kira kamu akan bahagia dengan cara merebut suami orang,” timpal Rania.

“Aku tidak merebut Mas Faiz darimu Rania, aku hanya kembali padanya, jika kamu tidak bisa menerima, silahkan mundur jadi istrinya.”

“Tentu saja Kinan, tapi percayalah kemunduranku, akan membawa petaka untukmu,” ancam Rania, lalu berlalu dari hadapan Kinan.

“Ahh apa yang bisa kamu perbuat Ran, hanya wanita bodoh dan kuper saja berlagu pakai ngancam,” gumam Kinan.

Rania memasuki dalam rumah, ia menahan tangis, begitu kejamya lelaki yang ia cintai dan menaruh semua kepercayaan selama tujuh belas tahun ini. Kini Rania duduk di tepi tempat tidur, mengusap air mata yang menggenang di sudut mata, sesaat terdengar langkah kaki menuju kamar, secepatnya Rania menyembunyikan dirinya di balik lemari pakaian.

Ceklek! Pintu terbuka, lalu terlihat Kinan dan Faiz, memasuki kamar, setelah itu menutup dan mengunci pintu kamar.

“Kamar siapa ini Mas?” Kinan memeluk manja lengan Faiz.

“Kamarku, aku sangat merindukanmu Kinan, setelah pernikahan Dinda, aku dan Rania akan bercerai, dan saat itu kita tidak usah sembunyi-sembunyi lagi.” Faiz menarik pinggang ramping Kinan, dan langsung memeluknya, untuk beberapa saat mereka bertaut bibir dengan mesranya.

Sementara Rania masih ada di balik almari dan merekam semua aktiviras panas suaminya, walau kesal dan marah, Rania berusaha menahan dirinya.

Hingga ketukan pintu menghentikan aktivitas mereka.

“Kinan, besok datang kesini, kita lanjutkan permainan ini, disini ibu dan Dinda tidak akan keberatan,” bisik Faiz dibalas  senyuman genit Kinan.

Tok!,tok Ran, kamu didalam?”suara Larasati mencari keberadaan Rania.

Ceklek!

“Lho kalian ada disini? Ibu mencari Rania, sejak tadi tidak kelihatan batang hidungnya,” gerutu kesal Larasati.

“Rania tidak ada disini, mungkin saja ada di dapur,” jawab Faiz.

Larasati menatap putranya dan Kinan yang berdiri di ambang pintu.

”Jaga jarak kalian, aku tidak mau skandal perselingkuhanmu tercium, kita harus menjaga reputasi keluarga,” titah Larasati.

“Jangan khawatir, semua masih terkendali, iya ‘kan Kinan.”

“Iya Bu,“ timpal Kinan.

Lalu ketiganya menjauh dari kamar, setelah tampak sepi barulah Rania keluar, darahnya sungguh mendidih mendengar percakapan Larasati, suaminya dan Kinan. Dengan langkah lebar Rania menuju lorong rumah, belum sampat kakinya menuju luar, ia melihat Dinda memasuki kamarnya dengan tegesa-gesa. Karena penasaran, ia pun mengintip.

“Sayang kenapa kamu kesini,” ucap pelan Dinda.

“Aku hanya melihat pertunanganmu Din, apa kau serius akan meninggalkanku?” seorang pria ia menarik pinggang Dinda, wajah keduanya saling mendekat.

“Aku akan bersamamu meskipun aku  menikahi Bastian, kita bisa melakukan ini sembunyi-sembunyi seperti ini misalnya,” Dinda mulai mengoda dengan menempelkan bibirnya di bibir kekasihnya itu.

Rania tak habis pikir dengan kelakuan adik iparnya itu, bahkan disaat acara pertunangannya ia bermain gila seperti itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status