Fathan mengusap rambut Abela. ”Jangan dipikirkan, seseorang bisa berubah, apalagi kita berpisah dari Mami Hara dua tahun,” jawab Fathan menenangkan hati putri kecilnya itu.Tapi dalam hati, Fathan sangat terganggu dengan pernyataan Abela, mungkinkah Harafa berubah sedratis itu dalam waktu dua tahun.Fathan mengajak Abel, untuk makan malam bersama, lalu keduanya keluar kamar dan menuju ruang makan, sampai disana terlihat Haralina sudah selesai makan.“Maaf Mas, aku makan duluan, soalnya sudah lapar banget, oh... ya aku tidur dimana?”“Kamu tidur di palvilium tamu, biar Bi Surti yang mengantarmu,”suruh Fathan dengan tegas.“Okay, aku bisa tidur dimana saja, asalkan dekat dengan Abel,”balas Harlina, lau mencium pipi Abela.Haralina lalu melangkah pergi mengikuti Bi Surti, yang akan menunjukkan palvilium tamu, yang terletak didepan rumah utama.“Nyonya Hara, apa perlu aku siapkan susu hangat sebelum tidur?”“Tidak, aku tidak suka susu, siapkan saja air mineral dan minuman soda, ada ‘kan?”
Setelah rapat usai, Fathan kembali ke ruangannya, beberapa jam lagi akan diadakan konfrensi pers, untuk meredam kekacauan, yang menimpa Harafa Hospital, tapi Fathan cemas, ini berarti hubungannya dengan Rania semakin rumit.Fathan menghubungi Fadil, sang pengacara. “Pak Fadil, datanglah ke kantorku, sekarang kita perlu bicara!” perintah Fathan.“Baik Pak , 30 menit saya akan sampai di kantor Bapak,” balas Fadil.Kemudian Fathan berlanjut menghubungi Rania, tak lama ponselpun terhubung.“Ran, bagaimana keadaanmu?”“Kenapa masih menanyakan keadaanku Mas, kamu tahu betapa hancurnya diriku. Lihat anggapan publik, terhadapku, aku seperti wanita rendah, dan saat bersembunyi karena takut di hujat,” gertak Rania.“Sabar Ran, kamu harus percaya padaku, ini tak akan lama.” Fathan menghela napasnya.”Nanti sore aku akan membuat pernyataan pada media, apa yang aku katakan nanti, itu hanya untuk meredam, gosip yang bereder, dan demi Harafa Hospital,” lanjut Fathan lagi.“Terserah, apa yang ingin
“Mamah!” teriak Safa.”Papah kenapa?”“Safa cepat panggil ambulance, Papahmu terluka, ia banyak keluar darah!”suruh Rania, dengan nada gemetar.Safa meraih ponsel, dan melaksanakan perintah ibunya. Faiz masih tak berdaya, rupanya pecahan vas yang terbuat dari kaca merobek kulit kepala Faiz.Safa dan Rania gemetar saling berpelukan menatap nanar tubuh yang berlumuran darah itu, tak lama petugas ambulance datang dan segera menangani Faiz.Safa dan Rania mengikuti ambulance, menuju Harafa Hospital, setelah sampai disana, Faiz langsung ditangani team dokter.“Pasien banyak kehiangan darah,”ucap dokter.Rania dan Safa terduduk lemas, hanya bisa menunggu di depan ruang UGD“Mah..apa yang terjadi? Mamah melukai Papah?”tanya Safa bernada sedih.“Papahmu, ingin melecehkan Mamah, Safa. Aku reflek ingin melindungi harga diriku,”jawab Rania. Sambil berdiri dan berjalan mondar –mandir.”Aku sudah bilang padamu ‘kan, jangan pernah bercerita apapun tentang masalah Mamah, jika kamu ingin bertemu Papahm
Dengan langkah lebar, dan raut wajah memendam amarah, Fathan menuju kamar perawatan Faiz. Saat itu Faiz sendiri didalam kamar, karena Larasati pergi ke kantin rumah sakit untuk sarapan.Brak! Pintu dibuka kasar, kemudian ditutup kembali dan dikunci, Faiz terkejut, tapi ia tak heran, jika Fathan datang dalam keadaan marah.“Baguslah, Rania, sudah memberimu pelajaran, aku harap setelah ini kamu sadar, jika Rania sudah muak denganmu!”gertak Fathan.Faiz tersenyum getir, seraya menahan pening di kepalanya. ”Fathan, entah apa yang terjadi denganku, aku semakin mengilai Rania, disaat kami sudah terpisah, rasanya aku tak pernah akan menyerah, walau nyawa di ujung tanduk sekalipun,” balas FaizPernyatatan Faiz membuat geram Fathan.”Aku bisa saja menyuntikmu dengan obat mematikan, jadi jangan coba-coba kamu mengancamku atau bahkan mendekati Rania, aku sudah bilang, jika kamu ingin mendapatkan Rania kembali langkahi dulu mayatku!”“Lenyapkan aku sekarang, ini kesempatanmu mumpung aku tak ber
Pagi hari terjadi keributan di dapur rumah sakit, beberapa staf dapur bagian penyimpanan bahan makanan menjerit.“Ada tikus! Di ruang persedian bahan makanan, tolong!”jeritannya mengundang beberapa staf lainnya untuk melihat apa yang terjadi. Ada beberapa tikus sedang berlarian, di antara persedian bahan makanan, beberapa cleaning service berlomba –lomba menangkapnya.Kejadian itu terdengar oleh Rania, ia bergegas menuju ruang persedian makanan, dan terkejut dengan apa yang dilihatnya sekitar sepuluh tikus tertangkap.“Ada tikus di ruang penyimpanan bahan, aku ingin bicara dengan staf yang bertangung jawab pada kebersihan ruang penyimpanan, untuk datang ke kantorku!”perintah Rania tegas.Rania berdiri dan kini dihadapanya ada 3 karyawan yang bertanggung jawab.“Kanapa bisa terjadi seperti ini? Dari mana datangnya tikus –tikus itu?”tanya Rania dengan nada marah.“Saya juga tidak tahu Bu Rania, baru kali kejadian seperti itu.”“Aku ingin memeriksa cctvnya!” Rania melangah cepat men
Satu hari berlalu, kejadian kemarin masih menjadi tranding topik dimedia sosial, juga di kalangan staf dan para medis. Dewan direksi dan pemegang saham, ingin menindak lanjuti kejadian itu, dan mendesak Fathan mengadakan rapat darurat. Atas desakan para dewan dan pemegang saham, akhirnya Fathan mengadakan rapat. Hadir disana juga Rania dan Haralina, kedua wanita yang sama cantiknya itu saling bertatap sinis, kini Rania, bisa melihat dengan jelas, jika dirinya berusaha disingkirkan dari Harafa Hospital.“Kami ingin Bu Rania, mengundurakn diri dari Harafa Hospital , kejadian di ruang penyimpanan persediaan makanan, tetap tanggung jawab Bu Rania, dan dalam hal ini, ia lalai melaksakan tugasnya!”tegas Fahri dengan lantang, berusaha memojokan Rania.“Aku setuju dengan Pak Fahri, Bu Rania harus keluar dari Harafa Hospital,”timpal Haralina semakin tajam menatap RaniaTerlihat beberapa dewan direksi lainnya menyetujui usul dari Fahri dan Haralina.“Aku sudah menbentuk team penyelidikan,
“Anton...jadi ia datang Ke rumah sakit di jam satu kurang dan keluar tiga puluh menit kemudian dengan terburu-buru,” gerutu Fathan.“Nah itu yang aku curiga Pak Fathan, Pak Anton kepala devisi keamanan, kerja di jam delapan pagi sampai jam lima sore, kenapa ia datang di jam satu dini hari, dengan penampilan yang mencurigakan, dan lihat waktu keluar dari pintu lift, barang yang tadi dibawa masuk sudah tidak ada ditanganya, jika Anda perhatikan kantung palstik yang dibawa itu bergerak-gerak, apa itu tikus?”“Bisa jadi, tapi aku yakin, seandainya ia pelakunya , pasti ada seseorang yang menyuruhnya,”gumam Fathan.“Ya Pak Fathan, untunglah waktu itu saya masuk shif malam, jadi tak sengaja, kamera dashbord mobil, manangkap Pak Anton.”“Terma kasih, Anda bisa merahasiakan hal ini, sampai aku menangkap pelaku sesungguhnya, karena aku yakin, Anton, hanya seoarang kaki tangan,”pinta Fathan“Baik, Pak Fathan, saya bisa merahasiakan hal ini.”Dokter wanita itu pun pergi. Meninggalkan ruangan
Harafa semakin hari semakin jauh dari sifatnya yang dulu, dua tahun hilang ingatan, kebiasaannya berubah, itulah yang dipikirkan Fathan. Pria bertubuh tegap dan berparas tampan itu kembali melangkah menuju tempat tidurnya, berlahan dibaringkannya tubuhnya di atas ranjang, rasa rindu pada Rania semakin membuncah, hampir satu minggu Rania tidak bisa dihubungi.Pagi menyapa kota Jakarta, Fathan sudah terlihat duduk di kursi makan. Abela juga terlihat menuruni tangga dan sudah berpakaian rapi.“Mau kemana Sayang?” tanya Fathan.“Pah, Abel, bosan, liburan sekolah di rumah terus, Abel, janjian sama teman, mau main ke rumah teman bolehkan?” izin Abela.“Boleh, nanti biar Papah yang antar kamu,” balas Fathan.“Tidak usah, Mas, biar aku saja yang antar Abel, sekalian aku mau berbincang pada Abel,“ suara Haralina mengalihkan perhatian Fathan dan Abel. ”Tapi nanti aku agak terlambat masuk kantor ya,” lanjutnya lagi.“Tidak apa-apa, yang penting Abela sampai di rumah temannya dengan selamat,” ba