BAB 6
Di balik sosok Mas Ganteng
Langit siang cukup terik sengatannya. Membuat mengkilap kaca mobil sedan hitam yang baru saja sampai di lobi bandara. Ada empat orang laki-laki perpakaian jas rapi lengkap dengan sepatu pantofelnya turun dari mobil.
Salah seorang dari mereka tengah sibuk menyanggah ponsel di telinga sebelah kanan. “Baik, Pak. Kami sudah sampai. Kami akan segera masuk.”
Tampak laki-laki misterius sudah menunggu di lobi bandara. Dia duduk di kursi tunggu dengan gaya berpakaiannya yang khas—memakai jaket kulit hitam berkupluk, kacamata hitam dan masker hitam yang menutupi bagian wajahnya. Dia duduk dengan headphone yang menyanggah di kedua telinganya. Sesekali dia melirik ke arah empa
BAB 7SemSenin, selepas tengah hari dan masih di bulan Mei, laki-laki berpakaian rapi yang menjadi salah satu kepala penyidik kepercayaan badan intelejen negera itu setengah jam lamanya hanya memegangi cangkir berisi kopi hitam dengan pandangan kosong keluar jendela besar di sebuah ruangan yang menjadi kantornya.Nama Zuldan Bahir tampak melekat di saku kanannya. Sementara otaknya sedang berputar-putar hingga tak menyadari, jika kopi di cangkirnya sudah tak lagi mengepulkan asap.Ya, banyak kasus korupsi yang sedang Zuldan tangani saat ini. Kulit wajahnya yang terlihat kasar tak terawat menjadi bukti, bagaimana dia menguras otak untuk memecahkan kasus.Benarkah perjudian gelap menjadi penyebab korupsi? Lalu sejak kapan perjudian gelap itu mulai berop
Setelah mendapat persetujuan, tim kemudian menuju departemen inspeksi untuk memeriksa flasdisk yang dibawa Zuldan.Tepat usai flasdisk terhubung, puluhan layar komputer serentak mengalami gangguan. Membuat Zuldan terbelalak tidak percaya, padahal satu jam yang lalu file di dalam flasdisk tersebut masih bisa dibuka.“Apa ini?” tanya Pak Irawan pada salah seorang tim inspeksi.“Virus, Pak.”“Kamu yakin flasdisk yang kamu kasih barusan berisi bukti?” tanya Pak Irawan pada Zuldan.“Yakin, Pak Irawan. Saya menyimpan bukti itu di sana,” jawab Zuldan.“Terus bagaimana bisa kamu membiarkan data kamu te
Pesawat kemudian mendarat di Bandara Internasional Chek Lap Kok, Hongkong—salah satu kota yang menempati posisi kelima pada Indeks Kota Global setelah New York City, London, Tokyo dan Paris. Menjadi kota yang memiliki pendapatan per kapital yang tinggi. Jadi tidak heran, jika Hongkong adalah pusat keuangan yang kerap menjadi ajang perjudian besar.Sebuah mobil mewah, Marcedes-Benz Limousine S600 sudah stay di depan gedung bandara lengkap dengan sopir sewaanya. Berjalan diiringi empat algojo berjas rapi berwajah beringas memang cukup membuat Mas Ganteng menjadi lirikan lalu lalang orang di dalam bandara.Dasar curut-curut bodoh. Percuma kalian dibayar mahal kalau nggak ngerti tentang situasi.
Cerah langit Rabu membuat kupu-kupu begitu ceria mengepakkan sayap-sayapnya. Di bawah terik matahari yang hangat, mereka memperlihatkan sayap indahnya, menari-nari dan membuat iri perempuan yang mematung di balik jendela lantai tiga—perempuan yang di masa kecilnya mempunyai keinginan untuk bisa mempunyai sayap seperti kupu-kupu. Namun, beranjak dewasa, dia menyadari, jika hal itu adalah hal yang mustahil. Sebab dia bukan perempuan dari negeri dongeng yang dapat menjelma seperti putri ajaib, selain hanya perempuan biasa yang hidup bersembunyi di balik perpustakaan tua.Mari kita amati sosoknya.Cahaya matahari yang masuk ke jendela membuat mata indah Gerta bersinar cokelat keemasan. Kulit wajahnya yang bersih juga turut bersinar. Bibirnya yang tersenyum menggantung indah itu mengartikan, jika dia sangat menikmati sengatan sinar
Wajah Gerta yang semula tegang, kini langsung menggantungkan senyum. Lega hatinya mendengar nama tersebut. Sebab dia sangat mengenal dan juga sangat merindukan perempuan bernama Ira, setelah enam bulan lamanya tak bertemu. “Benerang, Opung? Siang ini?” tanyanya antusias untuk kembali memastikan.Opung mengangguk-angguk, diikuti suara tawa khasnya “Rencanya Opung mau membuat kejutan buat kamu, tapi karena melihat kamu ketakutan, Opung jadi nggak tega.”Mis Ira adalah sosok guru sekaligus teman bicara untuk Gerta. Sosoknya seperti pengganti mendiang Lareta—sosok seorang ibu, seorang guru dan seorang teman yang hangat. Semua ada dalam diri mereka berdua— Lareta dan Ira
“Apa kabar, Gerta?” tanya Ira penuh kerinduan.“Kabar aku baik, Mis. Mis sendiri apa kabar?” tanya balik Gerta tak kalah penuh kerinduan.“Mis juga sangat baik kabarnya dan sangat merindukan kamu di Spanyol.”“Aku juga merindukan Mis di sini.”Dua perempuan itu kini larut dalam pelukan hangat yang dipenuhi dengan kerinduan.Sebelumnya Ira adalah seorang guru sekolah anak-anak yang berprofesi sebagai kosultan anak-anak. Dulunya dia adalah seorang guru honorer ibu kota. Perjumpaannya dengan Lareta membawanya bertemu Gerta remaja yang saat itu sedang mengalami
Seorang laki-laki berperawakan tinggi dengan wajah yang masih muda datang ke perpustaan tua. Laki-laki itu tampak tidak asing dengan bangunan bertulisan Lareta itu. Sebab dia adalah pelanggan yang kerap datang untuk meminjam buku di perpustakaan tua milik Hernawan Sinto itu.Opung yang melihat kedatangan laki-laki bersepatu Yeezy boost 350 V2 zebra itu langsung menyambut ramah. “Selamat datang, Dego.”Dego tersenyum. “Apa kabar Opung? Lama nggak jumpa.”“Lama nggak jumpa karena kamu yang lama nggak ke sini, Dego,” kelakar Opung.Dego tertawa. “Iya juga, sih.”&ldquo
“Ehem!” Opung berdeham keras.Tentu saja Dego langsung terpental kelabakan karena terkejut. Sial! apa gue ketahuan, ya?“Mau sampai kapan kamu berdiri memandangi ruangan itu?” tanya Opung melihat Dego terus mendongak menatap ruangan atas.Huft! Untunglah. Gue kira gue ketahuan menyelibkan buku kramat ini. Dego bernapas lega.Dego langsung menurunkan pandangannya dari ruangan atas. Berkali-kali dia memang celingukan melihat ruangan atas itu. Karena berharap dapat menemukan perempuan berjulukan Putri Tidur itu.Ya, meski ruangan atas itu tampak kosong tak berpenghuni, tetapi Dego da