Marcel memandang datar ke arah kakak-kakak iparnya.“Aku rasa ini bukan saat yang tepat untuk menyiksa adik ipar kita,” komentar Ronnie. “Ayah dan ibu bilang kalau memang Marcel tidak mau makan, kita tidak boleh memaksanya.”Ciko mendengus.“Astaga, itu sih dari dulu ibu bilang begitu sama kita.” Dia berkomentar. “Kita tidak perlu bilang ibu ....”“Huft, membosankan!” celetuk Alvon, dia adalah kakak ipar Marcel yang bersikap netral—tidak pernah membela Marcel, tapi juga tidak pernah berusaha mencegah penganiayaan itu terjadi di depan matanya.“Kak, hari ini biar aku saja yang suruh Marcel membereskan semua sisa makanan.” Shirley menengahi. “Jangan ada keributan lagi, ingat! Kemarin dia hampir saja bunuh diri gara-gara kalian.”Marcel heran kenapa kali ini Shirley mau membelanya, meskipun tentu saja hal itu justru memantik suara tawa dari mulut Ronnie dan juga Ciko.“Itu sih karena suami kamu saja yang mentalnya lemah!” cemooh Ciko. “Laki-laki sejati tidak akan selemah dia!”Ma
Alvon melirik salah satu kakaknya itu.“Aku tidak tertarik, kecuali penelitian mereka tentang astronomi.” Dia menegaskan.“Siapa yang ajak kamu?” tukas Ciko sambil meraih sehelai tisu untuk membersihkan bibir. “Bagaimana, Kak?”Dia menoleh ke Ronnie yang masih menikmati secangkir susu hangat miliknya.“Malam-malam begini?” tanggap Ronnie sambil menimbang-nimbang.“Ini belum malam, lagipula Marcel hanya punya waktu luang ya sekarang ini.” Ciko menjelaskan. “Kalau siang kan dia harus jadi pembantu.”Ronnie terkekeh, sementara Shirley diam saja. Dia masih dendam karena Marcel pernah memintanya untuk menyantap makanan sisa dari saudara-saudaranya.Di dalam lab, Marcel memperhatikan bagaimana Venya bekerja. “Kita harus bersih-bersih dulu,” kata Venya sambil memeriksa persediaan tabung-tabung yang ada di lemari. “Ini harus kita pilah mana yang masih bisa dipakai.”Marcel mengangguk dan menyahut, “Aku harus bersih-bersih bagian mana? Masih ada tabung-tabung yang berisi cairan kimia
“Ini untuk mulut lancangmu itu!” seru Ronnie sambil menghantam rahang Marcel dengan kepalan tangannya. “Argh, bangsat!”Dia mengumpat ketika tangannya memukul sesuatu yang keras.“Ada apa, Kak?”“Kenapa sih?”Coki dan Alvon mengalihkan perhatian mereka ke arah Ronnie yang menggosok-gosok buku jarinya.Marcel sendiri kebingungan saat tiba-tiba kakak iparnya berteriak sedangkan dia tidak memberikan perlawanan apa-apa.“Kamu diapakan sama Marcel?” tanya Coki dengan nada menyelidik. “Kok kesakitan begitu?”Ronnie tidak segera menjawab, apalagi dia masih belum tahu pasti apa yang menyebabkan tangannya seperti menghantam sebongkah besi.Padahal Ronnie yakin betul kalau dia telah memukul rahang Marcel, tapi kenapa adik iparnya itu hanya berdiri bergeming saja?“Jawab, Kak! Kamu diapakan sama Marcel?” tanya Ciko mendesak.“Sudahlah, tidak usah dibahas!” jawab Ronnie tegas. “Kita tinggalkan saja tempat ini, biarkan mereka melanjutkan penelitian gagal itu ... dan kita harus mempersiap
“Apa kamu tidak bisa menceritakan kepadaku seperti apa ciri-ciri dari cairan yang kamu minum?” tanya Venya sambil mencari di antara lemari kaca. “Aku tidak ingat,” jawab Marcel segera. “Namanya juga pikiranku saat itu sedang kalut, jadi aku asal ambil cairan kimia yang ada dan menenggaknya.” Venya kemudian menghadap Marcel dan menatapnya dengan serius. “Apa kamu masih ingat tabung mana yang kamu ambil?” Dia bertanya lagi. “Tidak, aku kan sudah bilang kalau aku hanya asal ambil.” Marcel menjelaskan. “Memangnya penting bagi kita untuk mengetahui cairan apa yang aku minum? Kan yang penting aku baik-baik saja pada akhirnya.” Venya menghela napas. “Tentu saja itu penting, karena sepengetahuan aku stok formula di sini tidak ada yang aman untuk dikonsumsi.” Dia menjelaskan. “Tapi ya sudahlah ... kita akan susah mencari jejaknya karena tidak ada sisa-sisa dari cairan yang kamu minum itu.” Marcel mengangguk, dia memang tidak ingat sama sekali tentang apa yang terjadi setelah dia minum ca
Begitu Shirley melenggang pergi dan tidak terlihat lagi, Marcel segera mengangkut baju-baju kotor istrinya ke tempat cucian, dia masukkan hampir semuanya ke mesin cuci kecuali dia potong gaun berbahan tipis dan belahan dada rendah untuk dicuci secara terpisah.Sebagai laki-laki normal, Marcel tentu pernah berhasrat untuk melakukan hubungan suami istri dengan Shirley. Namun, itu sebelum dia diusir tepat pada malam setelah mereka resmi menikah.“Pergi sejauh-jauhnya dari kamarku! Jangan pernah sekali-kali kamu tidur di ruangan yang sama denganku, ngaca dulu sana!”Sejak saat itu, Marcel memupus naluri laki-lakinya dan menganggap bahwa dirinya tidak pernah menikah.“Pak Marcel, sarapan!” Nana melongok ke tempat cucian, di mana Marcel sedang duduk di depan ember dan mencuci gaun Shirley menggunakan kedua tangannya. “Makanan sisanya saya buang di mana ...?”Marcel menoleh ke arah Nana dan menyahut, “Biar aku yang urus, Bi. Anak-anak Bibi jangan lupa disuruh makan.”“Baik, Pak.” Nana
“Kamu serius?” Venya mengenakan masker dan mendekati Marcel yang sedang berbaring di atas meja praktek yang sudah dibersihkan. “Aku tidak bisa menjamin reaksinya akan bagaimana ... Kenapa kita tidak menggunakan tikus atau sejenisnya?”Marcel menatap langit-langit di atasnya sambil berpikir.Beberapa waktu yang lalu dia memang telah menawarkan dirinya kepada Venya untuk menjadi kelinci percobaan dalam uji coba mereka.“Ide bagus,” ucap Marcel. “Setiap formula yang kita hasilkan harus diuji coba ke manusia dan hewan, dari situ barulah kita tahu perbedaannya.”Venya mengangguk dan segera mengambil sebuah tabung berisi cairan berwarna hijau terang dan meminumkannya beberapa tetes ke mulut Marcel.“Bagaimana rasanya?” tanya Venya hati-hati setelah Marcel menelan cairan hijau itu. “Apa yang kamu rasakan, mual? Perasaan ingin muntah ... atau apa?”Marcel mencecap cairan itu, dia merasakan sensasi pahit selama beberapa detik. Setelahnya tidak ada yang dia rasakan selain hambar seperti a
“Ayah sama ibu akan ke luar kota selama satu minggu!”“Oh ya? Menyenangkan sekali!”“Hidupku bebas, telepon Kak Ronnie! Minta dia untuk cepat pulang ....”“Kita bisa bikin pesta selama tiga hari tiga malam!”Suasana dapur sudah riuh ketika Marcel muncul untuk membantu Nana menyiapkan makanan.“Ayah liburan sama ibu atau apa?” tanya Alvon ingin tahu.“Entahlah, siapa peduli sih? Yang penting kan kita bisa bebas ngapain saja di rumah!” jawab Ciko segera. “Pasti seru kalau kita bikin pesta ....”“Jangan ngawur, aku justru mau menggunakan momen sepi ini untuk menonton film fiksi ilmiah.” Alvon menyela. “Pesta membuat rumah ini jadi berisik dan aku tidak terlalu suka.”“Kamu bisa di kamar, kunci pintu dan nonton sepuas kamu.” Ciko menyarankan. “Aku jamin tidak akan ada yang mengganggumu!”Sementara kakak-kakaknya berdebat, Shirley lebih memilih untuk bermain ponsel dan tidak ikut serta dalam pembicaraan.“Cel, mana makanannya!” teriak Ciko tidak sabar. “Lelet sekali kamu!”“Iya,
“Aku tidak bisa memastikan,” geleng wanita itu. “Tapi yang pasti kamu tidak sama seperti aku, ayahku, dan manusia lainnya ... Darah kamu seperti tercipta dengan elemen rumit yang aku sendiri tidak terlalu paham ... Mungkin itu sebabnya, kamu mengalami reaksi berbeda ketika seharusnya kamu merasakan sakit karena tersiram air panas, atau energi kamu yang cepat terisi penuh padahal hanya makan sedikit roti ....”Marcel terdiam cukup lama mendengar penjelasan Venya tentang kejanggalan itu. “Jangan-jangan ini karena aku ... minum cairan itu?” cetus Marcel sambil berpikir keras. “Sayangnya aku tidak tahu cairan apa yang aku minum, mungkin mau bisa sekalian menelitinya kalau ada sisa ....”Venya menggeleng, dia ingat betul seperti apa suasana ketika dirinya pertama kali menyelundup ke lab bersama sang ayah.“Saat aku dan ayahku datang, seperti ada bekas pel di lantai yang penuh debu.” Venya menggambarkan. “Kamu lihat ada bekas lainnya tidak? Mungkin botol yang aku minum ... atau ada s