"Boleh Kek, dengan senang hati Wisnu akan lakukan. Oiya Kakek mau ganti baju apa?"
"Jas kemeja celana lengkap, dasi, juga tas kerja soalnya aku mau pergi ke kantor hari ini. Jangan lupa sepatu dan kaos kaki bersih ya?" "Lho kakek masih aktif di kantor ya? Hebat! Joss tenan, Rek!" Wisnu ga sadar dialek Jawa Surabayanya jadi keluar. Itu hanya tercetus saat dia bersama orang yang bisa membuatnya nyaman. Kakek Darmanto yang belum satu jam diakrabinya rupanya sudah memberinya rasa itu."Nggak sih, Wisnu. Cuma sesekali aja ngantor, toh itu dulu kantor yang kubangun dari 0 bulat kan? Kerja anak-anak muda itu, sesekali harus diawasi, Nak. Hendra itu pintar berbisnis, tetapi dia tidak pandai menilai perangai orang jadi kadang masih teWah gimana ngamuknya si putri keluarga kaya ini dalam membela suami tercintanya?Buka bab berikutnya, komen ya. Makasih readers.
"Tekad membaja bagai tertempa makin kuat dengan tantangan "Hai Wisnu, jangan bengong aja dong! Segitu herannya sama gaya sarapan keluarga kaya ya? Biasa aja kali, kamu tu jangan bersikap malu-maluin!" seru tante Mirna sambil mencomot sebuah sandwich. Sinta memelototi tantenya. Keadaannya yang kurang tidur dan masih nyeri di area kewanitaannya membuatnya jadi gampang emosi. "Tante, jangan merusak mood kita semua dong. Ini masih pagi lho, sudah aja membuat suasana jadi kacau! Perlu ya hina suamiku terus, setelah memperlakukan dia kayak kuli kemarin? Apa sih tujuan Tante sebenarnya?" Sinta menaruh sebuah gelas yang dipegangnya dengan keras sampai air putih di dalamnya jadi sedikit muncrat. Wisnu terkejut, dia memegang jemari tangan istrinya dengan erat, dia kuatir nanti malah masalah yang sesungguhnya bukan masalah ini, jadi berkepanjangan. "Tidak apa-apa, Sayang. &
"Suasana baru, tempat baru, hidup baru memberikan tantangan tersendiri untuk ditakhlukkan. Bisakah aku?" by Wisnu "Wisnu? Wisnu kan namamu? Sebagai pegawai baru, buatin kita seruangan kopi dong?"seru senior laki-laki berkepala botak di kantor W-Transport bagian administrasi gudang itu. "Iya nama saya Wisnu. Mohon bimbingannya. Baiklah akan saya buatkan kopinya. Dapur pantrynya di sebelah mana ya, Pak?" "Kamu jalan aja lurus ke arah sana nanti ketemu kok pantrynya sebelah kanan. Ga akan tertukar baunya khas harum kopi dan roti soalnya." Si bapak botak kasih keterangan. "Pak, ngapain sih nyuruh anak baru? Kan ntar orang pantry juga kasih kopi dan teh bentar lagi ?" Pemuda bernama Edi yang tadi satu-satunya teman yang mau senyum pada Wisnu protes. "Diem Lo, Ed. Ga papa kali, namanya pegawai baru bisa diterima di sini ad
"Sendiri dan sepi membuat hati jadi lebih berintropeksi." by Wisnu. "Iya benar. Ada yang bisa saya bantu, Mbak?" "Anda dipanggil Pak Darmanto di ruangan kantor depan. Mari saya antarkan, Pak?" Hmm ada apa ya? Semua teman ruangan Wisnu mengangkat wajah penuh keingintahuan. Kecuali Edi yang cuek saja. Dia lagi fokus mengecek tumpukan laporan. "Wisnu kenapa ya dipanggil Pak Darmanto? Wisnu emangnya siapa sih?" Si Jabrik tampak kepo banget. "Nah iya, siapa Wisnu? Bukan siapa-siapa kali! Siapa tau dia dipanggil cuma disuruh bersihin meja barangkali. Atau ngepel. Hmm atau dikasih kerjaan tambahan admin?" Si botak berusaha menganalisa. "Iya tuh, mungkin saja." Seumur hidup mereka kerja di perusahaan W-Transport, tak pernah sekalipun dipanggil pak Hendra Wiguna, the big boss, apalagi atas
"Hati manusia adalah sebuah palung misteri di kedalaman yang tak terukur, bahkan tak terjangkau oleh pemikiran kita sendiri." by Wisnu. "Wisnu, kalau boleh aku nasehati ya. Klo bisa ... kamu jangan terlalu dekat sama dia, Nu." Edi berbisik sambil menghindari tatapan Pak Adi yang masih ke arah mereka dari kejauhan. "Kenapa? Ada yang salah tentang pak Adi ya, Ed?" Wisnu mengeryitkan dahi. Apa memang om Adi demikian negatif sifatnya? "Iya. Sebaiknya jangan terlalu dekat sih, Nu. Meski dia adalah adik ipar dari pak bos besar Hendra Wiguna, tapi kinerjanya sangat diragukan." Edi berbisik lirih sambil sesekali menoleh kanan kiri, seperti takut ada yang dengar. "Kinerja yang diragukan dari pak Adi itu seperti apa?" Wisnu ikutan berbisik. Mereka berdua sudah berada di dekat pancuran untuk wudlu. Beberapa karyawan ja
"Senang, susah, bahagia dan sedih semua sebenarnya sama, hanya tinggal dari sisi mana ditelaah, dari hati dan pikiran yang sama. Semua pasti bermakna." by Sinta. Setelah ganti baju rumahan berupa baby doll tipis warna pink dan mencuci muka dan kaki sehingga segar, Sinta segera menyusul suaminya, dia ikutan berbaring di sebelah kiri Wisnu. Sinta ingin tidur juga, tapi akhirnya tak tahan lagi, dia merangkul suaminya dengan penuh gairah yang meluap. Diletakkannya kepalanya di dada suaminya. Lalu diselipkannya juga kaki kirinya di sela kedua kaki Wisnu. Terasa sangat hangat di situ. Sinta mengangkat kepalanya menghadap ke wajah Wisnu, lalu menelusuri leher suaminya dengan hidung mancungnya. Diendusnya dengan penuh cinta. Terasa sangat harum di situ. Karena cinta, semua jadi terasa indah dan hanya benar adanya. Wisnu yang masih terlelap
"Gairah cinta suka sayang, tanda cinta mulai berdentang berkembang." by Sinta. Mereka lalu saling memandang dengan penuh hasrat. Tinggal sesaat lagi cinta itu akan berbuncah indah sekali lagi. Tetapi tiba-tiba Wisnu jadi teringat sesuatu yang lebih penting. "Eh Sayang, maaf jadi ingat belum belajar. Ternyata kerja di bagian admin gudang itu tak semudah kelihatannya ya? Banyak ini itu kucrut, puyeng kepala si barbie . Ajarin dunk?" Wisnu menciumi lengan Sinta yang harum. Sinta menggelinjang geli, dia lalu mengecup dahi Wisnu penuh sayang. Jemari lentik itu terus merabai apa saja yang ada di tubuh belahan jiwanya. "Masak udah malam mau belajar, enakan juga nerusin yang tadi kan? Kau ga perlu sibuk belajar, Mas. Kau itu menantu keluarga konglomerat Wiguna dengan W-Transportnya. Ga kerja pun pasti rutin dikasih bendelan uang. &
"Semangat, cinta, maaf dan pengertian, membuat hubungan makin harmonis." by Sinta. Sinta memperhatikan suaminya dengan penuh cinta. Rasa kangen dan penasarannya masih menggebu. Dia ingin sekali menikmati malam keduanya sekarang. Tapi di sisi lain, batinnya tak tega melihat suaminya lagi kecapekan. Sinta jadi punya pemikiran lain. Kenapa dia tidak ikutan tidur juga sejenak saja? Toh Sinta juga sebenarnya lumayan lelah habis 'digempur' suaminya tadi magrib lalu belajar berjam-jam yang sungguh melelahkan otak. Tak sampai 15 menit Sinta sudah terlelap memeluk suaminya. Sampai akhirnya malam kedua berlalu sudah dan berganti hari ketiga bagi pasangan ini. *** Tetapi janji tetaplah janji, dan janji itu tetap mengawang di langit-langit jika belum dituntaskan. Jam 3.00 pagi Wisnu terbangun. Wisnu memang terbiasa mempunyai panggil
"Tantangan adalah tanggung jawab yang sengaja atau tidak diadakan untuk meningkatkan kualitas diri manusia." by Wisnu. "Tante dan Om ingin punya anak? Mau Wisnu kenalin sama sodara di Surabaya?" "Hai anak udik. Maksudmu apa sih, gajelas banget, mau kenalin sama saudaramu yang pasti juga sesama orang udik kan? Cuih! Gak deh!" "Tante bisa kan kalau ngomong yang agak sopan dikit dong. Meski udik, suamiku ini sarjana S1 sastra Inggris loh!" Sinta membanting sendok yang dipegangnya untuk menyendok bubur ayam sebagai sarapan paginya kali ini. "Iya tahu. Bangga banget sih kamu elah! Tapi apa maksudnya dikenalin sama saudaranya itu? Ga level kali ye? Yang ada ntar malah model orang yang ngrepepotin kaya Wisnu. Ogah!" Sinta mau belain lagi, tapi segera Wisnu memegang lengan istrinya sehingga Sinta paham, ga boleh marah-marah pagi gini. Wisnu lalu menjawab dengan