Kehidupan rumah tangga Fasya dan Adnan sangatlah aneh. Saat ini mereka tengah duduk di meja makan di mana Adnan dan Fasya masing-masing duduk di ujung meja. Tidak ada percakapan apapun di antara mereka selain dentingan sendok dengan piring. Ini pertama kalinya Fasya melihat Adnan setelah pria itu kembali dari luar kota tadi siang. Sesekali Fasya melirik Adnan yang masih fokus makan. Dia melihat pria itu dengan pandangan menilai. Bahkan dia memiringkan kepalanya untuk berpikir. Yang ada di otak Fasya saat ini adalah Adnan mirip seperti robot. Tidak ada yang pria itu lakukan selain makan, berbeda dengan Fasya yang tidak bisa diam dan sesekali melirik ponselnya agar tidak jenuh. Ingatan Fasya kembali pada semalam, di mana Adnan menghubunginya dan berkata hal yang membuatnya bingung. Hingga saat ini Fasya masih penasaran kenapa Adnan melarangnya bertemu dengan Denis? Mereka adalah sepupu seharusnya Adnan tidak boleh seperti itu. Apa mungkin memamg Adnan yang menyebalkan di sini? F
Adnan mengetuk pintu apartemen di depannya dengan sabar. Selagi menunggu, dia mematikan ponselnya agar tidak ada seorang pun yang menghubunginya. Tubuh Adnan sangat lelah hari ini dan pertemuannya dengan Denis semakin menguras tenanganya. Pintu terbuka dan muncul seorang wanita cantik dengan senyuman lebarnya. "Aku pikir kamu nggak dateng." "Aku males di rumah," jawab Adnan. "Tumben?" Kinan mengerutkan dahinya dan membuka pintunya lebar untuk membiarkan Adnan masuk. Seperti sudah terbiasa, Adnan melepas jasnya dan menghempaskan tubuhnya di atas sofa. Ini bukan kali pertama dia datang karena Adnan memang sudah sering datang berkunjung. Tentu saja! Kinan adalah kekasihnya. "Capek ya?" tanya Kinan mengelus bahu Adnan. "Kamu masak?" Kinan mengerutkan dahinya dan menggeleng, "Kamu laper ya?" Tanpa menjawab Adnan mengangguk. Dia belum sempat makan di rumah karena ia langsung pergi begitu Kinan menghubunginya. Berada di rumah dan melihat Fasya membuatnya sedikit kes
Fasya diam mematung dengan melamun. Dia menatap pergerakan Adnan dengan wajah yang bodoh. Dia masih berusaha mencerna ucapan pria itu tadi. Tidur bersama? Dalam satu kamar? Tidak, itu tidak akan terjadi! "Mas," panggil Fasya lemah. Adnan sendiri masih tak acuh sambil melepas jam tangannya. Dia melirik Fasya sebentar tanpa berniat untuk menjawab panggilan gadis itu. "Mas!" Kali ini Fasya memanggil dengan keras. Dia baru saja tersadar dan mulai menggunakan emosinya. "Kurang keras. Sekalian biar Kakek denger," sahut Adnan santai. "Aku nggak mau satu kamar." Fasya mulai merengek sambil menghentakkan kakinya. Adnan menatap Fasya datar, "Kamu boleh balik ke kamar kamu kalau nggak mau, tapi kalau kakek saya tau dan penyakitnya kambuh. Kamu orang pertama yang saya salahin." Setelah mengucapkan itu Adnan beranjak menuju ke kamar mandi. "Kenapa jadi aku yang salah? Ini semua salah Mas Adnan! Kenapa tiba-tiba ngilang dan pulang malem?!" Fasya berucap dengan suara tertahan.
Berlari lima kali putaran di taman komplek perumahan sudah cukup bagi Adnan. Dari jauh dia bisa melihat kakeknya yang tengah duduk di kursi taman sambil bermain dengan anak-anak komplek. Adnan tersenyum tipis melihat itu. Perasaannya menjadi tenang saat kakeknya sudah lebih sehat dan bisa tersenyum lepas. Udara pagi yang segar memang efektif untuk membuat pikiran menjadi tenang. "Ayo, pulang, Kek," ajak Adnan setelah sampai di depan kakeknya. Pria tua itu melirik jam tangannya sebentar dan mengangguk, "Ayo, kalau Fasya bangun pasti dia cariin kamu yang ilang." Di belakang kakeknya, Adnan memutar matanya jengah. Jika pria di hadapannya itu bukan pria yang ia sayangi tentu Adnan akan berbicara dengan tajam. Sayangnya ia tidak bisa melakukannya. Bahkan Adnan merelakan kebahagiaannya demi menikah dengan gadis asing yang jauh dari kriterianya. Perjalanan ke rumah tidak terlalu lama, hanya membutuhkan waktu tujuh menit dengan berjalan kaki. Sesekali Kakek Faris menyapa dan ters
Fasya menatap beberapa kantong belanjaan di tangannya dengan perasaan senang. Lupakan fakta jika dia pernah berjanji untuk menghargai uang. Dia akan menghargai uang, tetapi tidak untuk saat ini. Fasya sedang terlena dan membeli barang yang sudah ia inginkan sejak dulu. Tidak, Fasya bukan termasuk orang yang kurang mampu. Kakeknya selalu mencukupi kebutuhannya. Hanya saja, Fasya lebih sadar diri sehingga tidak mau merepotkan kakek dan neneknya. Dia tidak mau kakek dan neneknya bekerja lebih keras hanya untuk memenuhi keinginannya. Sebenarnya Fasya cukup bijak, tetapi jika berhadapan dengan Adnan adalah pengecualian. Pria itu tidak memberikan uangnya dengan cuma-cuma. Adnan sudah menjual namanya di depan Kakek Faris dan tentu Fasya harus mendapatkan keuntungan dan memanfaatkannya. "Java Chip Frappucino satu ya, Kak. Yang grande." Setelah berkeliling memanjakan dirinya akhirnya Fasya memilih untuk beristirahat dan membeli minuman. Dia sudah lelah berjalan ke sana-ke mari tet
Sambil bersenandung, Fasya menuruni tangga dengan perasaan senang. Saat memasuki ruang makan, dia melihat Adnan yang sudah duduk di kursinya. Pria itu meliriknya dengan ekspresi yang membuat Fasya tertawa. Mau tidak mau Fasya membalasnya dengan senyuman konyol. Dia tahu apa yang ada di kepala Adnan saat ini. Pria itu panik dan waspada saat Fasya tahu jika dia memiliki kekasih. "Saya nggak akan bahas yang semalam sekarang," ucap Adnan tiba-tiba sambil melirik Bibi Sari. Fasya menatap Adnan polos, lebih tepatnya tidak peduli. Dengan santai dia kembali memakan sarapannya. "Tapi jangan harap kamu bisa lolos nanti." "Lolos apaan sih? Orang aku nggak ngapa-ngapain loh." "Saya lagi nggak mood buat main-main." Fasya berdecak, "Siapa yang ajak main Mas Adnan? Orang nggak asik gitu." Adnan menyelesaikan sarapannya dan berdiri. Sebelum pergi dia menghampiri Fasya dan berucap pelan. "Apapun yang kamu ketahui, jangan sampai orang lain juga tau, terutama kakek. Kalau kakek say
Fasya menuruni anak tangga dengan langkah pelan. Bahkan dia belum mengenakan sepatunya agar tidak menimbulkan suara. Jika ada yang melihatnya, mungkin mereka akan berpikir jika Fasya adalah maling. Gerak-geriknya begitu mencurigakan seolah takut jika keberadaannya akan diketahui oleh seseorang. Memang benar begitu adanya. Pagi ini Fasya ingin menghindari Adnan. Semalam dia sudah berhasil menghindar dengan tidur terlebih dahulu. Beruntung Adnan pulang malam sehingga Fasya bisa menyusun rencananya dengan baik. Jujur saja, Fasya mulai tidak tenang saat tahu jika Adnan adalah bosnya di kantor. Dia takut jika pria itu akan berbuat semena-mena karena dia selalu mengerjai Adnan akhir-akhir ini. Fasya tahu jika tidak selamanya dia akan menghindari Adnan. Namun untuk saat ini biarkan dia bersembunyi. Melewati ruang makan, Fasya membungkukkan tubuhnya dan sedikit mengingtip. Saat tidak melihat seorang pun di sana dia langsung berjalan melewatinya dengan cepat. Sialnya dia berjalan tan
Di dalam mobil hanya ada keheningan yang terjadi. Fasya memilih untuk menunduk karena takut melihat raut wajah Adnan. Rahang pria itu mengeras seperti ingin meledak jika ia membuka mulut. Fasya tahu jika dia salah karena bertemu dengan Denis secara diam-diam. Namun tidak seharusnya Adnan melarangnya bukan? Pria itu tidak punya hak untuk mengatur siapa yang boleh bertemu dengannya dan yang tidak. Ini yang Fasya tidak suka. Pria itu selalu protes dan melarangnya ini-itu. Namun Adnan tidak melakukan hal yang sama. Pria itu tidak adil dan membatasi urusan pribadinya. Sekarang Fasya tahu apa masalah Adnan dengan Denis dan itu semakin membuatnya yakin jika dia tidak harus mengikuti aturan Adnan. Denis bersikap baik selama ini padanya dan Fasya juga akan melakukan hal yang sama. Masa lalu Adnan dengan Mitha bukanlah urusannya. Seharusnya Adnan tidak melibatkannya dalam hal ini. Ingat, pernikahan ini hanyalah status belaka. "Mas, jangan ngebut," ucap Fasya saat Adnan semakin memper