“Bagaimana bisa kamu berpikir begitu? Bayi itu, anak kita, mas,” sambung Ziana yang mulai menangis sedih.Mahanta semakin panik lalu berlutut di hadapan Ziana sambil memegang tangannya. “Maafkan aku, sayang. Sungguh, aku juga memaki diriku sendiri karena bersikap egois seperti itu. Tapi akhirnya aku memilih mengikuti kemauan penculik itu.”“Apa kamu tahu siapa penculik itu, Maha?” tanya Juwita.“Sherena. Apa om benar?”Jawaban Tomo membuat Mahanta mengangguk cepat. “Aku berhasil mendapatkan petunjuk dari perawat yang membersihkan bayi kita saat itu. Dia mengatakan kalau salah satu temannya bertemu diam-diam dengan Sherena. Aku juga sudah memeriksa rekaman CCTV di rumah sakit saat itu. Sherena datang ke ruang bayi dengan memakai pakaian pasien, bersama perawat yang menggendong seorang bayi. Dan keluar lagi masih dengan formasi yang sama.”“Apa itu artinya Sherena menukar bayi kalian saat itu?”“Iya, om. Hanya itu kesempatannya.” Mahanta kembali beralih menatap Ziana yang masih sesengguk
“Dia bisa libur satu kali seminggu dan biasanya menyesuaikan jadwal dengan Ziana. Untuk minggu ini, besok liburnya. Biasanya dia pergi keluar mansion pagi-pagi sekali dan baru kembali setelah makan malam,” sahut Juwita.“Kalau begitu, aku akan mengatur seseorang untuk mengikutinya. Dan kalau kita beruntung, mungkin kita bisa menemukan dimana Sherena menyembunyikan bayi kami.”Mahanta kembali menggenggam tangan Ziana yang buru-buru menarik tangannya kembali. “Cepat pergi sana. Aku akan melihat apa yang dilakukan pengasuh itu alias Sherena.”“Hati-hati, sayang. Kita semua tahu kalau Sherena sangat licik. Dia bisa melakukan apa saja untuk mencapai tujuannya.”Mahanta pun terpaksa meninggalkan mansion itu meskipun hatinya masih tidak tenang. Membiarkan Ziana dan Sherena dalam satu atap, sama saja mengumpankan Ziana ke mulut harimau.Sepeninggal Mahanta, Ziana mendekati kamar Ananda. Perempuan itu sengaja tidak mengungkapkan kehadirannya demi mengetahui apa yang sedang dikerjakan pengasuh
“Bos, buka pintunya, bos. Saya mau laporan,” ucap salah anak buah Lintang yang menempel seperti cicak di kaca mobil pria itu.Lintang segera membuka kunci mobilnya lalu membiarkan anak buahnya masuk. Mereka mendengarkan laporan tentang orang yang tinggal di rumah tempat pengasuh Rena masuk tadi.“Selain pengasuh itu, ada dua wanita lain yang tinggal dan seorang bayi. Mereka sudah tinggal disana sejak sebulan yang lalu. Dan sebelumnya ada salah satu dari wanita itu yang hamil besar,” ucap anak buah Lintang.“Lalu, wanita itu melahirkan bayi yang menangis tadi?” tebak Lintang.“Iya, bos. Kok bos tahu?”“Jangan ngelawak. Cepat bilang, apalagi yang kamu dengar?”“Tetangga mereka bilang kalau mereka akan pindah besok.”Mahanta dan Lintang saling pandang lalu mengangguk pelan. Mereka harus bertindak cepat dan menyelamatkan bayi itu sebelum terlambat. Lintang segera mengumpulkan anak buahnya untuk melakukan penyergapan malam ini juga.~~~Ziana menunggu dengan cemas setelah mendapat kabar da
“Mereka berhasil dilumpuhkan. Tapi Sherena berhasil kabur. Sepertinya kita akan menghadapi masalah yang lebih besar lagi setelah ini,” ucap Mahanta sambil melirik Ananda.“Apa maksudmu, mas?”“Aku hanya menebaknya saja. Terlebih nenek Darisa masih sangat menginginkan aku menikah dengan Sherena. Entah apalagi yang akan Sherena rencanakan sekarang.”“Aku rasa dia tidak akan bertindak ceroboh. Senjatanya saja ditinggal disini. Bisa-bisanya dia menukar bayi kalian dengan bayinya sendiri. Sekarang apa yang akan kita lakukan pada Ananda?” tanya Tomo.“Apa maksud, ayah? Ananda akan tetap bersama kita. Dia masih bayi, ayah. Aku akan merawatnya.”Mahanta, Tomo, Juwita, dan Lintang saling pandang, sebelum Tomo bicara lagi. “Kamu yakin, Ziana? Ananda itu bayinya Sherena ‘loh.”“Aku tahu, ayah. Tapi dia tidak bertanggung jawab terhadap perilaku orang tuanya. Kalau memang Sherena ingin mengambil Ananda, aku tidak keberatan sama sekali.”“Ya sudah. Yang dikatakan Ziana ada benarnya. Apa hasil test
“Bunda paham kecemasanmu. Tapi mereka melakukannya untuk menghentikan Sherena. Wanita itu sudah banyak sekali menyakiti orang lain, termasuk keluargamu, Ziana. Seseorang harus menghentikannya dan menjebloskan dia ke penjara.”“Bunda tahu ceritanya?”“Maha sudah menceritakan semuanya. Bunda pikir, kelakuan Sherena hanya sebatas sikapnya yang sombong dan arogan. Tapi ternyata lebih parah dari itu. Pertama toko kuenya Hannah, lalu kakak iparmu difitnah ‘kan? Belum lagi kematian kedua orang tuamu dan kakak iparmu itu juga.”“Apa, bunda?”Juwita langsung gelagapan menyadari dirinya sudah keceplosan. Mahanta memang menceritakan semuanya tentang perbuatan Sherena termasuk dugaan kematian orang tua Ziana, dan Renan yang berhubungan dengan Sherena. Tapi Mahanta meminta Juwita merahasiakan bagian kematian ketiga keluarga terdekat Ziana itu.“Bunda, apa maksud ucapan bunda tadi? Sherena ada hubungannya dengan kematian kedua orang tuaku dan kak Renan? Darimana bunda tahu itu? Katakan, bunda,” des
“Simpan saja wajah memelasmu itu. Siapa suruh menyakiti istrimu disaat dia paling membutuhkanmu. Melahirkan sendirian itu tidak enak, Maha. Ziana pasti merasa tidak punya suami, padahal masih ada.”“Aku tahu, om. Dan aku sangat menyesal. Tapi aku tidak mau berpisah dengan Ziana. Aku tidak bisa hidup tanpa dia, om.”“Bulol memang terdepan, om. Percuma saja menasehatinya sekarang. Satu-satunya yang ia inginkan hanya Ziana,” sambar Lintang.“Kita bahas nanti saja. Lihat kesana.”Mereka bertiga menoleh ke arah yang ditunjuk Tomo. Tampak sebuah mobil yang mereka tunggu sejak tadi, akhirnya lewat di hadapan mereka. Lintang segera menyalakan mesin mobil dan menjalankannya keluar dari tempat persembunyikan mereka. Bukan hanya mobil Mahanta, tapi juga beberapa mobil lain bermunculan mengepung mobil itu.Pengiriman uang memang sengaja dilakukan di pagi hari saat jalanan dipenuhi kendaraan yang berlalu-lalang. Dan kali ini perjalanan mereka sedikit terganggu karena penutupan jalan yang dilakukan
“Maid, cepat kesini. Kenapa meja makan masih berantakan? Cepat bereskan,” omel Juwita.Ziana yang mendengarnya, menghela nafas lega lalu mendorong Arjuna agar berjalan keluar mansion lebih cepat. Mereka segera masuk ke dalam mobil dan pergi dari mansion itu. Masih belum tenang, Ziana terus menoleh ke belakang untuk memastikan tidak ada yang mengejarnya.“Jangan menoleh lagi. Kita keluar seperti biasa. Bukan maling. Apa yang membuatmu khawatir?”“Aku tidak bilang mau pergi pada bunda. Bagaimana kalau bunda tahu aku keluar bersamamu?”“Sebaiknya kau tidak membawa-bawa namaku atau aku tidak mau menolongmu lagi.”“Apa-apaan itu? Kau tidak mau bertanggung jawab?”Arjuna mendengus kesal, “Justru aku sedang melakukan tanggung jawabku sekarang. Sekarang kita mau kemana?”“Apa kau lupa untuk menduplikat handphone ini?” Ziana menggoyangkan ponsel yang masih dipegangnya.“Ya, aku tahu.”Mobil terus bergerak cepat menuju sebuah tempat yang tidak bisa Ziana bayangkan sebelumnya. Saat Arjuna memark
“Bukan. Jay itu anak tante Emma dengan suami pertamanya. Setelah bercerai, tante Emma hidup bersama Jay. Saat itu om Hasan mulai mendekatinya sampai mereka menikah. Tante Intan setuju kok. Bahkan hadir di acara pernikahan mereka. Soalnya sejak awal pernikahan om Hasan dan tante Intan hanya sebatas bisnis keluarga saja. Maha saja dibuat waktu mereka sama-sama mabuk.”“Memangnya adonan,” sambar Ziana sedikit kesal. Sedang serius pembicaraan mereka, Arjuna justru menambahkan hal lucu di dalamnya.“Maha yang bilang gitu. Aku nggak salah dong,” protes Arjuna tidak mau disalahkan.“Lalu bagaimana kelanjutannya?” Pertanyaan dari hacker yang sejak tadi menguping pembicaraan mereka membuat keduanya menoleh. “Lanjutkan ceritanya, sambil aku cari semua bukti kejahatan di handphone ini.”“Aku belum tahu bagaimana rupa Jay dan tante Emma. Apa kau punya fotonya, Arjuna?”“Foto Jay ya...” monolog Arjuna lalu mencari sesuatu di ponselnya. “Sepertinya aku tidak punya yang terbaru. Kami jarang berkumpu