Share

5

Setelah Artha menerima KTP dari teman satu kamarnya itu, dia langsung mengambil handphone dari slingbagnya. Dan menfoto KTP itu, sekarang dia tahu nama pria itu. Agha Hasiholan P utra Zerrin, pria dengan postur tubuh tegap dengan tinggi 180cm, rambut pirang, wajah tirus, hidung mancung, mata bulat dengan warna maniknya coklat madu, dan bibir tipis.

Sempurna! Apa? Wait!!! Kenapa Artha baru menyadarinya sekarang? Padahal mereka sudah bersama sejak dua jam yang lalu. Di mobil yang sama dan bahkan sekarang mereka ada di kamar yang sama. 'Kemana mata dan pikiranku? Sehingga makhluk Tuhan paling seksi plus ganteng ini tidak kuperhatikan' bathin Artha.

Artha sudah terlebih dulu membersihkan dirinya. Mandi dengan menggunakkan air panas, tubuhnya sekarang sudah semakin rileks dan ringan. Dan kini dia siap merebahkan diri di sofa. Sesuai dengan kesepakatan di awal dirinyalah yang tidur di sofa untuk malam ini. Sebelum merebahkan diri, Artha mengecek ponselnya untuk mengetahui ada tidaknya pesan masuk. Bukannya membuka Aplikasi berlogo hijau, dia malah membuka galeri ponselnya. Dan sekali lagi dia mengamati foto dilayar ponselnya yang menampilkan KTP Agha. 'Ganteng' gumannya tanpa sadar.

Artha semakin terpesona kala pria yang bernama Agha itu keluar dari kamar mandi dengan handuk membalut pinggangnya dan rambut setengah basahnya membuat kaum hawa dimanapun akan meleleh. Perut kotak-kotak ditambah bulu didada bidangnya menambah kesempurnaan dirinya. Mata Artha tak berkedip melihat pemandangan di kamar itu, hingga air liurnya menetespun tak dirasanya. Panggilan dari pria itupun tak didengarnya yang sudah tiga kali memanggilnya.

"Hei ..." Kata Agha sambil menjetikkan jarinya.

Satu kali.

Dua kali.

Tiga kali.

Barulah Artha tersadar dari lamunannya dihitungan ketiga. Seakan dia baru kembali dari dunia antah berantah.

"A-apa?" Artha menjawab dengan gugup.

"Sudah mandanginnya?" kata Agha dengan santainya sambil menuju lemari. Entah apa yang dicarinya di lemari itu. Padahal dirinya juga sangat gugup sekarang ini, sehingga dia mengalihkan rasa gugup itu dengan berpura-pura mencari sesuatu di dalam lemari

"Apaan sihh ...siapa juga yang mandangin kamu? Ge-er."

"Kalau nggak mandangin saya terus kamu ngapain lihat saya tanpa berkedip sampai ileran lagi?" Kata Agha dengan menahan rasa gugup agar tak terlihat oleh gadis didepannya.

Sebenarnya ini salah Agha juga. Dengan percaya dirinya dia keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk yang melilit dipinggangnya. Apa dia tidak sadar bukan dirinya saja yang berada di kamar ini.

Artha pun mengabaikan pria yang ada disampingnya. Mengambil bantal dari atas tempat tidur dan beranjak ke sofa. Saat akan merebahkan diri, dia teringat kembali akan foto digalerinya. Sontak diapun tertawa dengan terbahak-bahak kala mengingat foto KTP Agha yang sangat jauh berbeda dengan Agha yang sekarang.

"Kenapa kamu? Kesambet setan kamar mandi?"

"Enggak, apaan kesambet, kamu mungkin yang kesambet."

"Lah,,, terus kenapa kamu ketawa tiba-tiba? Ada yang salah dari diriku? Padahal saya sudah berpakaian lengkap saat ini." Kata Agha sambil memeriksa dirinya, takut ada yang robek dari pakaian yang dikenakannya.

"Saya ketawa bukan berarti saya sedang menertawakan kamu. Sudah sana, saya mau tidur." 

Artha hendak merebahkan diri di sofa, tiba-tiba saja pria yang bernama Agha itu berkata,"Tunggu dulu, hanya kita berdua di dalam kamar ini, jika bukan menertawakan saya, terus kamu ketawa karena apa? Pasti kan ada sebabnya, karena kamu tertawa sambil melihat saya. Dan saya menyimpulkan bahwa kamu saat ini sedang menertawakan saya."

"Emang saya enggak boleh lihat kamu? Mata kan fungsinya untuk melihat," jawab Artha dengan santai merebahkan dirinya kembali di atas sofa.

"Ya, boleh. Saya tidak melarang kamu buat melihat saya malahan saya senang kamu lihatin terus. Berarti saya begitu menarik dimata kamu," Agha menjawab dengan mengerlingkan matanya.

' Emang sih kamu menarik' bathin Artha. Tapi dia tidak mengatakan itu malah dia menjulurkan lidahnya. "Blek,,, percaya diri sekali Anda."

"Iya dong, apa kamu enggak sadar sedang berduaan dengan seorang pria yang mirip dengan Aktor Michele Marrone? Sebelas duabelas lah sama saya," kata Agha dengan bangganya.

Sementara Artha sudah malas menanggapi celotehan dari lawan bicaranya.

Saat ini Agha sedang duduk dipinggir kasur, sama dengan Artha hendak merebahkan diri juga. Tapi ada satu hal yang mengganjal dari dalam dirinya. Apa gadis ini tidak takut tidur berdua dengan dirinya? Emang sih, mereka tidur terpisah, tetapi tetap saja kan di dalam kamar yang sama. Semoga saja tidak ada setan sebagai orang ketiga. Kan biasanya jika sedang berduaan yang ketiga itu setan. Memikirkannya saja membuat bulu roma Agha berdiri semua. Segera dia tepis pikiran itu dari dalam dirinya.

Tidur berdua dengan orang asing, ini adalah pengalaman pertama bagi Artha maupun Agha. Berharap ini adalah yang terakhir dalam hidup mereka. Jikapun suatu saat itu terjadi, semoga mereka bukan orang asing lagi, melainkan dua insan yang saling mencinta dan tentunya sudah menikah.

"Nama kamu siapa?" Pertanyaan itu tiba-tiba saja keluar dari mulut Agha. Sudah hampir tiga jam mereka bersama, tapi Agha belum tau siapa gadis yang sedang bersamanya. Obrolan gadis itu dengan Baringin saat di mobil tidak jelas didengarnya. Atau lebih tepatnya dia tak ingin bergabung dengan obrolan yang menurutnya tidak jelas itu.

"Kenapa baru sekarang kamu menanyakan itu? Saya kira kamu sudah tahu nama saya sejak awal. Makanya saya nurut saja saat kamu menarik tanganku ke dalam lift untuk menuju kamar ini."

"Eh... Apa?" Agha menggarut tengkuknya yang tidak gatal. "Maaf soal itu, saya refleks menarik tanganmu. Tapi benaran, saya belum tahu namamu."

"Panggil saja saya Artha," jawabnya dengan singkat. "Sudah ya, saya ngantuk. Lain kali saja kita lanjut ngobrol atau jika ingin tahu nama lengkapnya kamu bisa datang ke rumahku" jawabnya lagi sambil menguap dan menutup matanya.

Benar saja, belum sampai lima menit Artha sudah terlelap dan terdengar dengkuran halus. Namun, Agha belum juga terlelap, dia gelisah. Dari tempatnya tidur sekarang dia terus memandangi Artha. Sebenarnya dia tak tega melihat Artha tidur meringkuk di sofa, tapi tidak mungkin juga dia memindahkannya ke tempat tidur. Logika dan hatinya bertolak belakang saat ini.

Akhirnya dia beranikan diri untuk mengangkat tubuh gadis itu dan meletakkannya dengan hati-hati di atas tempat tidur. Saat ini dia melawan logikanya dan menuruti kata hatinya. Dan diapun ikut merebahkan diri disamping Arha.

Entah perasaan apa yang ada pada dirinya. Yang jelas saat ini gadis dihadapannya sangat menarik perhatiaanya. Tanpa berpikir panjang dia tarik gadis itu ke dalam pelukannya. Tak ada perlawanan dari gadis itu. Justru gadis itu ikut memeluk Agha dan menyerukkan kepala kedada Agha. Sontak Aghapun terkejut, tapi tidak melepaskan tangannya dari tubuh gadis itu. Justru dia merasa nyaman dan muncul perasaan aneh dalam dirinya. Perasaan yang sudah lama menghilang. 

Aghapun ikut tertidur menyusul mimpi gadis yang ada dipelukannya. Terasa nyaman dan hangat. Belum pernah dia merasakan tidur senyaman dan sehangat ini.

**

Dering ponselpun membangunkan Agha, bukan suara alarm melainkan suara panggilan. Diapun menjulurkan tangannya ke atas nakas karena se ingatnya dia meletakkan ponselnya disitu. Semalam dia mencharger ponselnya.

Tapi, tunggu dimana gadis dalam pelukannya? Bukankah semalam mereka tidur bersama? Dan kemana gadis itu pergi?

Pikiran Agha pun semakin tidak fokus kala dering ponsel itu tidak berhenti juga. Tanpa melihat siapa yang menelepon, diapun menggeser ikon warna hijau yang ada di layar ponsel.

"AGHA!!" Teriak orang yang sedang menelepon itu.

Sontak saja Agha menjauhkan ponselnya dari telinga karena tak ingin membuat dirinya tuli karena teriakan dari penelepon itu. Dan betapa terkejutnya dia saat melihat siapa yang telah menghubunginya. 

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status