Abian terbangun dengan keadaan yang sulit dijelaskan. Kepalanya pening disertai pandangan setengah kabur. Beberapa saat lelaki itu hanya diam sambil mencerna situasi apa yang sedang ia alami.Setelah merenung saat, dia baru menyadari apa yang terjadi beberapa menit ke belalang. Dia menoleh. dan tepat di sampingnya ada Miranda yang tidak mengenakan pakaian sehelai benang pun. Pelan-pelan lelaki itu berusaha duduk, namun betapa terkejutnya Abian saat menyibak selimut dan mendapati noda darah cukup banyak berada tepat di bawah paha Miranda dan dirinya. "Astaga! Darah apa ini?" Suara Abian menggema panik. Lelaki itu syok bukan main melihat pemandangan janggal yang ada di depannya saat ini. "Apa yang telah aku lakukan pada Miranda? Apa aku telah ---" Pikiran Abian jelas kemana-mana. Dia tidak bisa berpikir jernih saat ini. Pria itu berusaha keras memutar memorinya, tapi tak ada potongan apa pun yang Abian temukan selain momen saat dirinya menyerbu tubuh sintal milik Miranda. Dibay
Orang yang tahu persis betapa liciknya seorang Miranda adalah Alex. Ia tahu persis awal mula Miranda mendekati sosok CEO muda bernama Abian tersebut. Alex tahu persis bagaimana caranya Miranda mendekati laki-laki itu. Sebenarnya Miranda ini golongan wanita yang cukup gigih. Hanya saja gadis itu bisa memoles dirinya selugu mungkin hingga membuat Abian yang berhati malaikat itu terjerat. "Nggak usah kasih uang tips ke aku, Tuan! Ini memang sudah kewajiban aku." "Tapi baju kamu kotor dan basah. Aku harus gimana?" tanya Abian saat itu. Itu adalah kali pertamanya Abian mendatangi club malam dan tak sengaja bertemu dengan Miranda. Miranda yang sudah tahu temptnya bekerja kedatangan tamu VVIP langsung membuat drama seolah dirinya ditabrak oleh Abian. Kemudian Abian merasa iba dan tertarik terhadap gadis lugu yang menolak diberi lembaran uang merah oleh dirinya. "Kalau begitu gini saja. Gimana kalau besok siang aku traktir kamu makan di resto temenku. Ketebulan dia buka cabang baru
"Tunggu dulu!" Kamu dan Diana udah sampai melakukan hubungan yang kaya gitu kan? Apa jangan-jangan kalian berdua selama ini cuma kucing-kucingan doang? Kamu--" "Udah. Aku udah melakukan," jawab Abian singkat dan mematahkan fitnah durjana yang disoroti Doni. Doni menarik napas panjang. Lemas sekali ia mendengar jawaban setan yang keluar dari bibir sahabatnya ini. Kok bisa Abian menjawab dengan begitu santai seolah tidak punya dosa. Laki-laki ini memang benar-benar ya! "Kalau kalian berdua udah sampe ngelakuin anu-anu kenapa kamu malah ngelakuin sama Miranda juga Bian Sayang? Apa kamu ada rencana poligami? Kamu pengin punya istri dua? Jangan serakah Bian. Aku dan Raka saja belum punya satu pun! Kamu sudah mau nambah istri lagi saja!" Doni benar-benar gemas. Rasanya ia ingin memutilasi tubuh Abian menjadi ratusan potong dan memasaknya jadi rica-rica. "Bukan begitu konsepnya Don! Aku dan Miranda nggak ngelakuin atas dasar keinginan kami berdua. Aku ini dijebak!" "Hah? Kok bisa?"
Seharian ini perasaan Diana mendadak tidak nyaman. Padahal sejak pagi Abian sudah menjelaskan kalau dirinya akan menemui Miranda untuk menyelesaikan hubungan mereka yang belum kelar. Harusnya Diana lega karena harapan yang selama ini dinanti akan segera terwujud, tapi gadis itu malah mondar mandir di depan jendela sampai melewatkan acara makan siang dan malam. kakek Bram sudah mengajak Diana makan, namun gadis itu tetap kekeh menunggu sampai Abian pulang. Tepat pukul 9 malam mobil Abian terlihat memasuki halaman rumah. Buru-buru Diana keluar untuk menemui laki-laki itu. “Mas Bian!” pekiknya tepat saat Abian turun dari mobil. Dia sedikit terperanjat saat melihat Diana berlalu dan menubruknya dengan gerakan tak terduga. “Diana, apa yang terjadi? Kamu baik-baik saja kan?” “Aku nggak kenapa-napa, Mas. Tapi seharian ini aku nggak berhenti mikirin Mas Bian. Mas nggak papa?” tanya Diana balik. Abian tergugu sejenak. Bibir laki-laki itu mendadak kelu dan sulit untuk digerakan.
Satu bulan berlalu.Hari ini langit terlihat begitu cerah, seolah ikut merayakan kebahagiaan yang dirasakan oleh Diana. Setelah menempuh perjuangan yang keras dan pantang menyerah, akhirnya gadis itu berhasil meraih hasil maksimal dari jerih payahnya. Diana telah resmi dinyatakan lulus SMA paket C dengan nilai tertinggi yang tak pernah diduga sebelumnya. Senyuman lebar menghiasi wajah Diana yang berbinar, menunjukkan rasa bangga dan lega karena usahanya selama ini akhirnya membuahkan hasil juga."Selamat ya Diana! Akhirnya kamu berhasil mendapatkan nilai. kakek yakin dengan kemampuan kamu yang sekarang kamu akan mudah menyesuaikan diri saat naik ke jenjang universitas nanti," ucap Kakek Bram."Makasih Kek. Tapi jujur Diana masih insecure. Bagaimanapun juga sekolah paket C tidak bisa disamakan dengan sekolah normal 3 tahun. Pasti banyak sekali perbedaan," ucapnya sedikit sendu.Kakek Bram mengusap lembut puncak kepala gadis itu. "Nanti Kakek akan carikan guru les terbaik untuk kamu.
Malam semakin larut, tiba-tiba saja Diana merasa cemas dan gelisah. Pasalnya tadi siang Abian berjanji akan datang ke acara kelulusannya, namun hingga saat ini tak ada kabar sama sekali selain pesan singkat yang katanya nggak bisa datang itu. Sampai detik ini Abian juga tidak menjawab panggilan teleponnya, bahkan nomornya terlihat tidak aktif. Diana pun beralih menghubungi Raka. "Hallo, Mas? Mas Raka lagi sama Mas Bian nggak?""Enggak Diana! Memangnya Abian belum pulang?" Reaksi Raka di balik sana cukup terkejut."Mas Bian belum pulang. Dia juga belum ada menghubungiku dari tadi siang. Terakhir dia cuma bilang nggak bisa ikut ngerayain acara kelulusan aku. Terus sampai sekarang nomornya nggak aktif," cemasnya."Oke ... Oke Diana. Nanti biar aku cari tahu Abian kemana. Untuk sementara jangan hubungi Kakek Bram dulu ya.""Memangnya kenapa?" Diana jadi curiga karena Raka bilang begitu. "Kenapa aku nggak boleh kasih tau Kakek?""Kalau Mas Bian kenapa-napa gimana?""Kalau terjadi sesua
Raka meneguk kopi di dekat restoran Doni, mencoba meredakan pusing yang menyerang kepalanya. Dia merasa bersalah karena telah berbohong kepada istri sahabatnya tentang keberadaan Abian. Namun, ia tidak punya pilihan lain selain menyembunyikan kebenaran itu dari Diana.Doni, yang duduk di seberangnya, juga tampak cemas dan gelisah. Dia sendiri yang menyarankan Raka untuk membohongi Diana demi menghindari masalah yang lebih besar. Kini, keduanya saling berhadapan, mencari jalan keluar dari situasi yang semakin pelik ini."Raka, kita harus segera menemukan cara supaya Abian kembali biar Diana dan yang lain gak curiga. Kamu sendiri tahu Kakek Bram kayak apa kalau sudah bertindak. Abian bisa mati," ujar Doni dengan serius, menatap temannya dengan tajam.Raka menghela napas berat, merasakan beban yang kian berat di pundaknya. "Aku tahu, Doni. Tapi, bagaimana caranya? Abian juga tidak mau memberitahu kita dimana keberadaannya. Kau kong kalikong juga susah kalau konsepnya kayak gini," jawab R
"Uhukkk" Raka langsung keselek ludah sendiri. "Hamil bagaimana maksudnya apa Mir?""Loh Raka? Kenapa kamu yang jawab telepon Abian?"Raka langsung menoleh pada Abian. Ekspresi pria itu terlihat kaget dan pucat. Abian tidak terlihat marah, yang menandakan bahwa apa yang dikatakan Miranda kemungkinan besar Abian paham duduk perkaranya."Abian lagi ada rapat Mir! Coba kamu ceritain ke aku apa maksudnya tadi? Kok bisa kamu hamil anaknya Abian?" tanya pria itu tanpa mengindahkan tatapan Abian di sampingnya.Miranda menarik napas panjang sebelum mengucapkan kata-kata yang akan mengubah hidup mereka semua. "Ceritanya panjang Raka, intinya aku hamil anak Abian. Jadi kamu harus menyuruh Abian menemuiku sekarang juga.""Kalau Abian tidak mau gimana Mir?""Kalau tidak, aku akan berbuat nekat!" ucapnya dengan suara serak.Raka terdiam sejenak, mencoba mencerna informasi yang baru saja didengarnya. Abian, yang kebetulan berada di samping Raka, merasakan denyut jantungnya semakin cepat. Ia segera