Share

Awal permainan

Hari - 1

Perhatian kami terpusat pada seorang Kakek yang tengah duduk di tengah-tengah bagian depan aula. Aku bisa merasakan ketegangan meningkat di ruangan ini saat kami mendengar suaranya. Meskipun tanpa pengeras suara, tapi kami semua bisa mendengar suaranya yang menyeramkan dengan sangat jelas.

“Bisakah kau menjelaskan siapa dirimu?”

Seorang lelaki berkacamata bertanya pada Kakek itu sambil membenarkan letak kacamatanya.

“Oh, maafkan Aku, Aku belum memperkenalkan diriku... Aku adalah kepala desa dari Desa Tanpa nama, Aku adalah pemilik menara ini dan penguasa tertinggi di sini, kalian bisa memanggilku dengan sebutan Kepala Desa!”

Si Kakek yang menyebut dirinya sebagai Kepala Desa sepertinya tidak berniat menyebutkan nama aslinya pada kami. Karena sepertinya tak ada yang benar-benar ingin mengetahuinya, maka tidak ada yang mau menanyakan hal tersebut.

“Kedua gadis di sampingku adalah pelayan di menara ini, yang berambut Hitam adalah Haruka, sedangkan yang berambut pirang adalah Alice.”

“Haruka!”

“Alice!”

Si Kepala desa juga memperkenalkan kedua gadis yang berdiri di sampingnya, kedua gadis itu sedikit membungkuk saat mereka menyebutkan nama mereka untuk memberi hormat pada kami.

“Nah, bisakah kau menjelaskan alasan kenapa kau mengumpulkan kami di sini?”

Si lelaki berkacamata kembali bertanya.

“Tenanglah sebentar, Aku akan segera menjelaskannya.”

Si Kepala desa mengangkat tangannya untuk menenangkan si lelaki berkacamata yang nampak tak sabaran.

“Seperti yang sudah kusebutkan sebelumnya, nama tempat ini adalah Menara Tanpa Nama, kalian harus tinggal di tempat ini selama 2 minggu, sebelum akhirnya kalian bisa pergi dan tinggal selamanya di Desa Tanpa Nama.”

Semua orang menampakkan wajah bertanya-tanya saat mendengar perkataan si Kepala desa.

“Anu... kenapa kami harus tinggal di sini selama 2 minggu?”

Aku memberanikan diri untuk bertanya. Aku sedikit mengangkat tanganku untuk mendapatkan perhatiannya.

“Kenapa katamu? Tentu saja itu karena kalian harus memainkan permainan bertahan hidup yang menentukan apakah kalian layak untuk tinggal di Desa Tanpa Nama atau tidak.”

Meskipun tak memeriksa wajah setiap orang, tapi Aku yakin banyak di antara kami yang menampilkan ekspresi terkejut saat ini.

“Apa maksudmu permainan bertahan hidup?! Kenapa kami harus melakukan hal seperti itu?”

Seorang gadis cantik bertanya dengan ekspresi tak senang di wajahnya.

“Seperti yang kukatakan sebelumnya, itu untuk mengetes apakah kalian layak untuk tinggal di Desa Tanpa Nama atau tidak!”

Mendengar balasan dari si Kakek, banyak dari kami mulai melancarkan protes.

“Yang benar saja!”

“Aku datang ke sini bukan untuk hal itu!”

“Apa maksudmu? Jelaskan!”

“Jangan bermain-main dengan kami, Kakek tua!”

“Aku ingin pulang!”

Meskipun banyak dari kami yang nampak marah, tapi si Kepala desa tetap saja tenang dan tak bergerak sedikitpun dari tempat duduknya. Bahkan dia tak menampakkan tanda-tanda takut akan diserang oleh kami.

“Aku mengerti jika kalian kesal, karena tiba-tiba Aku mengatakan hal yang tak masuk akal, tapi kalian seharusnya sadar bahwa kalian datang ke sini, karena kalian merasa tak punya tempat di tempat asal kalian, kan? Kalian ingin memulai kehidupan baru di Desa kami, kan?”

Kami tak benar-benar bisa menyangkal hal tersebut.

Dengan senyuman, si Kepala desa melanjutkan ucapannya.

“Aku jamin pada kalian, kalian akan mendapatkan kehidupan yang kalian inginkan, begitu kalian keluar dari Menara ini, kehidupan yang selama ini kalian idam-idamkan, tapi sebelum itu Aku harus memastikan bahwa kalian tak akan membuat kehidupan di Desa kami menjadi kacau dengan kehadiran kalian, maka dari itu Aku membuat permaian bertahan hidup ini.”

Meskipun banyak di antara kami yang masih nampak tidak puas dengan penjelasannya, tapi mereka sudah mulai tenang.

“Kau berkata bertahan hidup, kan? Apa itu berarti akan ada yang mati di antara kami?”

Lelaki berkacamata kembali bertanya dengan tenang. Sepertinya perkataan si Kepala desa tak berarti banyak baginya.

“Ya, tentu saja... kami tak memerlukan orang yang tak dapat bertahan di sini, jadi tentu saja kami harus membuangnya.”

Ekspresi dan perkataan dari si Kepala desa membuat beberapa orang di antara kami menjadi ketakutan, beberapa ada yang marah dan ada yang tetap tak merubah wajah mereka (seperti temanku dan si lelaki berkacamata).

“Aku masih tidak begitu mengerti, sebetulnya apa yang harus kami lakukan? Kenapa bisa ada yang mati di antara kami?”

Seorang gadis yang nampak serius bertanya pada si Kepala desa. Badannya cukup besar untuk ukuran seorang gadis muda.

“Siapa yang peduli dengan itu! Kita hanya perlu menghajar kakek tua itu dan pergi dari sini!”

Sebelum si Kepala desa menjawab pertanyaan dari gadis itu, seorang lelaki berbadan paling besar di antara kami sudah melangkahkan kakinya menuju si Kakek dengan wajah yang terlihat sangat kesal.

Aku segera mengejar si lelaki itu untuk menghentikannya melakukan sesuatu yang berbahaya.

“Tunggu dulu!”

Aku mencengkram bahunya dengan kuat. Lelaki itu menghentikan langkah kakinya, lalu menatapku dengan tatapan yang sangat menakutkan.

“Jangan hentikan Aku!”

“Tenanglah! Kita saat ini hanya berjumlah 29 orang!”

“Hah!? Apa maksudmu?”

“Sebelumnya kita berjumlah 30 orang, tapi orang yang berkumpul di aula ini hanyalah 29 orang!”

Setelah Aku mengatakan itu, lelaki itu menampakkan wajah yang sangat terkejut. Bukan hanya dia, tapi orang-orang lainnya juga menampakkan ekspresi terkejut yang sama. Mereka melihat satu sama lain untuk memastikan jumlah semua orang yang berkumpul di dalam aula dan apakah yang kukatakan memang benar.

Aku bisa melihat wajah beberapa orang memucat saat menyadari bahwa apa yang kukatakan tadi memang benar apa adanya.

Kami kemudian mengalihkan perhatian kami ke arah si Kepala desa yang saat ini tengah menyeringai dengan menakutkan. Aku bisa merasakan hawa ketakutan yang berasal dari orang-orang yang berada di belakangku bahwa tanpa Aku berbalik untuk melihat mereka.

“Aku lupa mengatakannya, tapi permainan ini sudah dimulai!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status