Tak seperti biasanya, Saka langsung menuju dapur membuat minumannya sendiri. Asih hanya terdiam melihat Saka, dengan ujung matanya Asih melirik Pak Saka yang sedang mengaduk minumannya. Asih pun segera memalingkan wajahnya, karena takut Pak Saka melihatnya jika sedang memperhatikan tingkah lakunya.“Kopinya sudah saya tarok dimeja, Pak,” ujar Asih.“Saya lagi enggak pingin minum kopi,” sahut Saka singkat. Asih memilih diam dia benar-benar bingung apa yang harus dilakukannya. “Sarapan Bapak juga sudah siap,” ujar Asih mengalihkan pembicaraan karena bingung melihat sikap Saka.“Kamu makan saja, saya juga enggak pingin sarapan.”DEG! Detak jantung Asih terasa berhenti mendengar jawaban Saka. “E... kalau Bapak enggak selera dengan masakan saya, nanti bisa saya buatkan yang lainnya,” usul Asih. Seketika Saka terdiam mendengar perkataan Asih.“Boleh juga ide kamu. Kalau gitu buatkan saya roti isi saja,” ucap Saka.Asih pun segera membuatkan roti sesuai permintaan Saka, tak butuh wakt
Dirumah Arunika“Ma,” ucap Arun sambil memijat pundak Mamanya.“Tumben kamu di rumah,” tegur Mama sambil mengelus tangan Arun.“Sekali-kali boleh ‘kan Ma. Ada yang mau Arun sampaikan ke Mama,” ucap Arun.Arun pun duduk di samping Mamanya. “Apa ada hal penting yang mau kamu sampaikan. Enggak biasanya kamu seperti ini,” ucap Mama datar.Arun tahu apapun yang Arun lakukan tidak akan pernah membuat Mama senang. Walau Arunika sudah berusaha sekuat tenaga. Karena yang di inginkan Mama selama ini hanya Kak Nanda bukan Arunika anak yang hanya membawa kesedihan dan kesengsaraan dalam hidup Mama. Tapi apapun perlakuan Mama Arunika tak akan merasa sakit hati. Arunika sudah sangat berterima kasih Mama masih mau merawatnya hingga hari ini. Bahkan perjuangan Mama membesarkannya tak akan pernah Arun lupakan. Sebagai anak Arunika tahu mengapa Mama bisa seperti ini.“Apa kamu dapat kabar tentang Nanda?’ tanya Mama yang membuyarkan lamunanku.Benar dugaan Arunika Mama pasti mengira kalau Arunika akan m
Arunika tersenyum lega melihat Mamanya yang asik melayani pengunjung yang datang silih berganti. Kini semua sudah lengkap, Arun mempekerjakan satu orang karyawan di toko rotinya. Di rumah Mama di bantu Bu Ijah membuat kue. Kini tak hanya kue-kue tradisioanl yang aku jual. Beberapa kue kekinian dan minuman juga sudah tersedia.Di depan toko roti kami juga ada beberapa anak muda yang sedang duduk meikmati kopi dan croisan. Kini Arun sudah merasa lega jika ada keperluan lain Arun tak perlu bingung jika ingin meninggalkan toko kuenya. Mama juga tak akan kecapekan membuat kue atau datang ke toko kue untuk membantu Arunika. Sekarang Arunika bisa fokus mencari Kak Nanda.“Ma, mau Arun antar pulang atau masih mau disini?” “Memangnya kamu mau kemana?” tanya Mama yang melihatku membawa tas dan mengenakan jaket.“Arun enggak mau kemana-mana. Cuma takut aja Mama kecapekan, lagian sekarang sudah ada Winda. Jadi Mama enggak apa-apa kalau enggak kesini juga,” jelas Arun“Iya sudah. Biar Mama pulan
Saka menutup teleponnya setelah memberi tahu Ayu kalau dia datang telat ke kantornya. Saka turun dari mobilnya dan melangkah masuk.“Selamat datang di Sweet Bakery,” sapa Winda ramah.Saka tersenyum menjawab sapaan Winda.“Silahkan, Pak biar saya bawakan nampannya. Mata Saka melihat berbagai macam kue yang berjajar di rak, semua sangat menggugah seleranya. Tiba-tiba matanya tertuju pada croisan. Perlahan Saka mendekati rak yang berisi berbagai macam croisan.“Croisanya enak banget lho, Pak,” ujar Winda membuyarkan lamunan Saka.“Ough... saya minta croisannya sepuluh. Tapi bungkusnya di jadkan dua ya,” ucap Saka.Winda nampak terkejut mendengar pesanan Saka. Enggak salah ini.“Ada minuman juga,” ujar Saka begitu melihat cup yang berjajar di sebelah kanan.“Iya, Pak ada,” jawab Winda.“Memangnya enggak repot ya di sini sendiri?” tanya Saka.“Enggak, Pak. Biasanya saya ada teman. Mungkin dia datangnya telat.”Saka menganggukkan kepalanya mendengar penjelasan Winda. Dengan cekatan Winda
“Enak banget, Mas kuenya,” celetuk Pak Senin sambil mengunyah croisan.“Iya, Pak. Tadi Asih yang beli di toko roti dekat swalayan biasa saya belanja,” jawab Saka.Pak Senin langsung terdiam dia berhenti mengunyah croisan di tanganya. “Ada apa, Pak kok bengong?”“Kata Mas Saka tadi Asih yang beli roti ini . Mas enggak takut kalau Asih kasih obat tidur?”“Tenang, Pak. Kayaknya Asih udah beda, tapi tetap saya selalu waspada. Nanti saya mau ajak bicara Asih baik-baik.”Tanpa sepengetahuan mereka berdua ternyata Asih sedang menguping pembicaraan.Ternyata Pak Saka sudah tahu semuanya, tapi kenapa dia masih bersikap baik padaku? Asih tertegun saaat ini dia benar-benar bingung. Apa yang harus dilakukannya. Tiba-tiba sebuah vas bunga jatuh tanpa sengaja Asih menabraknya. Sontak Saka dan Pak Senin pun berdiri dan melihat Asih yang masih terdiam di dekat puing-puing vas bunga yang berserakan.Kepanikan terlihat di wajah Asih, Kaki Asih terasa kaku dia tak bisa berbuat apa-apa lagi.“Kamu mengup
Mayla turun dari mobil merahnya, ia hanya mengamati rumah yang berada tepat di hadapannya. Entahlah Mayla langsung jatuh cinta ketika melihat rumah bercat putih dengan halaman yang tidak begitu luas tapi terlihat sangat nyaman. Apalagi halaman rumah itu di tanami berbagai macam tanaman yang menambah kesejukan mata.Rumah ini terlihat bertema minimalis modern. Aku harus mencari informasi kemana tentang rumah ini. Tidak ada nomor telepon atau alamat yang bisa aku datangi atau hubungi. Apa jangan-jangan rumah ini tidak di sewakan. Mayla masih berdiri sejak tadi masih berharap ada yang bisa ditanyainya. Pos satpam kenapa juga tak ada yang jaga, atau mungkin satpam perumahan ini sedang keluar. Cobalah aku tunggu siapa tahu aku bisa dapat informasi tentang rumah ini.“Sedang apa berdiri disini?” Sontak Mayla terjaga dari lamunannya. Dia langsung menengok kearah suara yang menegurnya.“Maaf, Pak saya cuma mau tanya informasi tentang rumah ini,” jawab Mayla sopan pada laki-laki yang berdiri d
Tak seperti biasa Saka keluar ruangan lebih cepat dari jam kerja yang di tentukan di kantornya. Kebetulan Ayu yang nerjalan dari pantry melihat Saka yang berjalan menuju lobi.“Pak Saka udah mau pulang,” teriak Ayu begitu melihat Saka.Saka menghentikan langkahnya karena mendengar suara Ayu yang mengurnya.Dia menghembuskan nafasnya kasar. “Lain kali engak usah teriak bisa enggak. Lagian kamu ini enggak sopan banget,” jawab Saka.“Ma---maaf, pak tadi saya spontan saja menegur Bapak.”“Iya sudah kamu ikut saya sekalian. Ada yang mau saya bicarakan dengan kamu,” ucap Saka.Seketika semua mata tertuju pada Ayu. Ayu terlihat salah tingkah di tatap seperti itu oleh karyawan lainnya. Tapi Ayu juga tak mampu menolak perintah Pak Saka. Perlahan Ayu melangkahkan kakinya.“Baik, Pak saya ambil tas dulu.”Ayu pun segera berjalan menuju ruangannya dari pada menjadi pusat perhatian. Ayu pun meyadari akan kesalahan sikapnya yang barusan ia lakukan.Sepanjang perjalanan Ayu lebih banyak diam, dia ma
“Tumben kamu di rumah?” sapa Mama yang melihat Arun masih berdiam di rumah.“Arun agak enggak enak badan,” jawab Arunika.“Kalau sakit cepat minum obat atau berobat ke dokter. Jangan suka melihara sakit,” saran Mama datar.“Cuma kecapekan, Ma. Nanti juga baikan. Arun mau ke kamar dulu ya, Ma.”Katanya enggak enak badan. Di suruh berobat enggak mau.TOK! TOK! TOK!“Pasti itu Bu Ijah.” Mama Arun langsung melengkah dan membukakan pintu.“Sudah saya tunggu dari tadi, Bu. Bu, Arun lagi di kamarnya jadi nanti kita harus hati-hati buat kuenya jangan sampai dia tahu rencana kita,” bisik Bu Erika.Bu Ijah dan Bu Erika segera ke dapur dan segera mempersiapkan suprise buat Arunika. Beruntunglah Arunika tak keluar sama sekali.“Akhirnya selesai juga ya, Bu.b Sekali lagi makasih ya atas bantuannya. Pokoknya bulan ini gaji Bu Ijah saya kasih dobel,” ujar Mama dengan wajah sumringah karena rencananya berjalan lancar.“Bu, tapi saya kok kawatir ya sama Mbak Arun,” celetuk Bu Ijah.Bu Erika mengeryit