Enjoy!
-----
Gavriel dan Daniel hanya menatap lurus pada Liora dan akhirnya membuat wanita itu kembali memaksakan diri untuk menatap foto dalam map itu. Liora menggeleng beberapa kali.
“Ini bukan dirinya,” gumamnya gusar.
Di dalam foto itu tampak sebuah tubuh di dalam galian liang lahat dengan wajah yang telah sukar dikenali karena termakan binatang tanah. Namun, jaket dan kaus yang dikenakan oleh mayat pria di dalam foto itu terasa begitu familiar. Meski pun tanah membuat pakaian itu tampak begitu lusuh.
Namun, bukankah orang lain juga bisa saja mengenakan pakaian yang sama? Pabrik pakaian membuat potongan yang sama begitu banyak. Liora menjejalkan otaknya dengan segala kemungkinan.
“Mayat ini bukan Alex, bukan Alex,” gumamnya lagi.
Namun, gumaman itu seketika menghilang ditelan keterkejutan kala ia melihat mayat itu tak memiliki kelingking kiri. Liora akhirnya tak bisa lagi menyangkal bahwa kenyataannya mayat itu memanglah Alex yang ia kenal selama ini. Liora jelas tak bisa melupakan saat Alex kehilangan kelingkingnya atas kecelakaan yang diciptakan oleh Dexter, ayah Liora.
Leher Liora seketika seakan tercekik, bersamaan dengan hantaman yang terasa pada hatinya melihat foto mengenaskan ini. Jadi Alex selama ini telah meninggal? Bahkan Alex tak dikuburkan secara layak di dalam peti. Sangat terlihat bahwa Alex hanya dibuang begitu saja di dalam galian lubang kuburan.
“Siapa orang yang tega melakukan hal seperti itu padanya?” Air mata Liora menetes bersama dengan bibirnya yang gemetaran. Melihat anggota tubuh yang sudah mulai termakan hewan tanah, jelas menunjukkan bahwa kematian Alex bukan dalam beberapa waktu kemarin.
“Kami,” jawab Gavriel tenang yang seketika membuat Liora menoleh.
“Apa?” Liora berharap ia salah mendengar.
“Alex adalah salah satu orang Prospero. Kami biasa menyebutnya dengan made guy. Ia berkhianat,” terang Daniel. “Ia melarikan diri hampir setengah tahun dan kami berhasil menemukannya beberapa bulan lalu.”
Lidah Liora rasanya terasa kelu mendengar penuturan Daniel. Pria itu tampak begitu tenang dengan raut sedikit tak enak hati, tetapi pun tanpa tersirat rasa bersalah.
Jadi Alex selama ini adalah anggota Prospero? Pria itu pergi dan meninggal secara tragis seperti ini karena bermasalah dengan kelompok mafia ini?
Liora kemudian menoleh pada Gavriel. “Kau sudah tahu hal ini sejak awal dan tetap menjadikannya bagian dari perjanjian bisnis kita?”
“Apa ada yang salah dari tawaranku saat itu? Aku berkata padamu ‘menemukannya untukmu’. Terlepas ia sudah menjadi mayat atau pun tidak.”
PLAAK!
Seketika tamparan Liora melayang pada pipi Gavriel tanpa ada perlawanan dari pria itu. Gavriel menyadari hal ini akan terjadi.
“Kalian benar-benar iblis!” geram Liora.
Pria itu tak terlihat kesal sama sekali dan masih begitu tenang, bahkan tak sungkan untuk kembali menatap mata Liora yang sudah buram oleh lapisan kaca. Liora menggeleng, pria itu seakan tak memiliki hati.
“Kami tak pernah membunuh sembarang orang, Miss Quinton. Kami hanya membunuh orang-orang di lingkaran kami yang telah melanggar aturan,” jelas Daniel.
“Aku tak peduli!” sentak Liora dengan matanya yang turut menyalang pada Daniel.
“Aku mengerti jika kau ingin waktu sendiri beberapa saat.” Gavriel beranjak dari duduknya seraya mengancingkan jas. “Namun, jangan sampai terlambat. Kita memiliki jadwal tanda tangan kontrak yang sedang menunggu.”
“How dare you?” Liora kembali menggeleng tak percaya dengan mata melebar. “Persetan dengan kontrak itu!”
Gavriel menatap lurus Liora beberapa saat sebelum akhirnya kembali duduk. Ia hendak menangkup pipi Liora, tetapi wanita itu lebih dahulu menepisnya dengan kasar. Namun, Gavriel tak menyerah. Ia menangkap kedua tangan Liora sehingga ia dapat membingkai sisi wajah itu akhirnya.
Mata keduanya saling tertaut dengan sangat kontras kali ini. Tatapan Gavriel masih begitu lembut, seperti pria itu biasanya, sedang Liora penuh kebencian.
Gavriel menghapus jejak air mata di pipi Liora, lalu membelai pipi itu. Namun, semakin Gavriel membelainya lembut, semakin Liora menatap muak pria itu dengan segala kemarahan yang mendidih di hatinya. Liora berusaha membebaskan kedua pergelangan tangannya dari cengkeraman tangan Gavriel, tetapi pria itu jauh lebih kuat.
“Apakah memindahkannya pada peti mati dan menguburkannya secara layak dapat membuatmu merasa lebih baik?” tanya Gavriel tenang dan lembut. Sedang Daniel memperhatikan perlakuan sang Don-nya sejak tadi dalam diam.
“Dengan cara apa kalian membunuhnya?” tanya Liora tak memedulikan penawaran pria itu.
Gavriel menggeleng pelan. “Jangan tanyakan hal yang akan membuatmu semakin menderita saat kau mendapatkan jawabannya.”
Liora terkekeh rendah seraya tertunduk. Perkataan bernada bijak itu terasa begitu memuakkan saat itu keluar dari bibir pria bajingan seperti Gavriel.
“Oke, Alex akan dipindahkan pada peti mati dan dikubur secara layak hari ini juga,” putus Gavriel.
“Jika kau memiliki permintaan khusus lain, kita bisa menambahkannya dalam surat penjanjian. Kita masih memiliki waktu.” Gavriel melirik singkat pada jam tangannya sebelum kembali bangkit dan memberi isyarat pada Daniel agar mereka segera beranjak dari ruang kerja Liora.
Liora tak mengatakan sepatah kata pun lagi. Ia tak bisa merasakan apa pun saat ini akibat rasa sesak yang begitu mendalam. Bahkan jari-jarinya sudah ingin melempar cangkir tehnya ke dinding dan berteriak kencang. Ia akhirnya hanya menatap kedua pria itu sampai menghilang dari balik pintu.
*****
Tangan kanan Liora menggantung pada armrest meja kerjanya di penthouse dengan segelas whiskey yang telah menemaninya sedari tadi. Liora bukanlah seorang peminum, apalagi penikmat whiskey, tetapi kali ini rasanya ia ingin menjejalkan minuman itu ke dalam perutnya untuk membunuh sesak. Meski logika sudah meneriakinya karena minuman itu justru membuat kepalanya kian berdenyut, tetapi Liora rasanya tak mampu menghentikan tangannya yang sejak tadi terus mengisi gelas itu setiap kali ia selesai menegaknya.
Sementara itu, mata Liora masih saja terpaku pada foto dirinya bersama mendiang sahabat baiknya, Rose yang telah meninggal tertembak sepuluh bulan lalu akibat insiden pencopetan dan juga Alex yang rupanya kini pun telah menyusul pergi.
Mereka bertiga tengah tertawa bersama dengan Liora dan Rose yang mengenakan baju wisuda. Foto itu memang diambil di hari kelulusan S1 mereka, sedang Alex telah lulus terlebih dahulu.
Liora kemudian meneguk kembali whiskey-nya dan memejamkan mata dengan kepala mendongak. Ia sudah akan kembali menumpahkan tangis. Namun, ia berusaha keras menyudahi ini semua.
Berbagai kenangan terus berlarian di kepalanya, mulai dari tawa mereka bertiga, sampai pelukan hangat Alex. Semua itu membuat air mata Liora kembali menitik. Ia cepat-cepat menyekanya. Menarik napas dalam dan memilih beranjak meninggalkan ruang kerja.
Langkah kaki Liora membawanya ke kamar sang putri kecil. Liora bersandar pada bingkai pintu, menatap bayi mungilnya yang tertidur lelap dengan ditemani lampu putar yang memberikan bayangan bintang di sepanjang tembok.
“Maafkan Mommy tak bisa membawanya padamu seperti janji Mommy selama ini, Sayang. Maafkan Mommy,” lirih Liora sampai tubuhnya merosot ke lantai dengan air mata yang tak mampu lagi untuk terus ia bendung.
Di waktu yang bersamaan, Gavriel tengah duduk di sofa dengan sebuah berkas berisikan foto Liora yang sedang menggendong Vierra beserta serangkaian data pribadi wanita itu. Terdapat pula foto Liora, Rose, dan Alex seperti yang dimiliki Liora.
Mata Gavriel memandang Rose dan Alex beberapa saat. Ia kemudian membelai bagian wajah Liora yang sedang tersenyum begitu cantik dengan pakaian wisuda di sana.
“Kau selalu membawa kejutan Liora,” gumam Gavriel sebelum akhirnya ia membuang berkas itu di meja rendah di depannya. “Fuck!” umpatnya kemudian dengan tertunduk.
...To Be Continued...
Makasi banyak sudah baca sampai bab ini. Novel lain karya saltedcaramel:
- My Devil Bodyguard (orang tua Liora)
- Trapped By Obsession (Jake, sahabat ayah Liora)
- Something Between Us (anak Jake)
Yuk gabung di grup WA pembaca. Link grup WA, segala info dan visual novel, cek
di IG @saltedcaramely_
Enjoy!-----“Sayang apakah kau baik-baik saja? Mommy dari kemarin tak bisa berhenti memikirkanmu,” ujar Vello, ibu Liora di sambungan telepon. Suaranya begitu gusar sejak panggilan itu terangkat.“Aku baik-baik saja, Mom. Jangan khawatir,” jawab Liora dengan helaan napas kasar.“Liora Brylee Quinton!” sentak Vello yang seketika membuat Liora memejamkan mata. Jika sang ibu sudah menyebut nama lengkap yang jarang diketahui orang seperti ini, itu berarti ibunya sedang benar-benar marah. “Jangan coba-coba membohongi Mommy.”Liora kembali mendesah, kali ini pelan, lalu menyandarkan punggungnya pada kursi. Ia menoleh pada jendela kaca mobil yang sedang melaju. Berandai ia dapat melarikan diri dari kenyataan pahit.“Alex telah meninggal, Mom,” terang Liora akhirnya.“Apa? Dari mana kau tahu?” Vello yang sedang
Jam berapa kalian baca bab ini??Enjoy!-----Seluruh keramaian di dalam ballroom terasa sunyi seketika. Reseptor tubuh Liora seolah mati dan hanya menyisahkan reseptor di sekitar bibir yang berbalut lipstick berwarna soft pink itu. Ia dapat merasakan kelembutan dan kelembapan yang hangat pada rengkuhan bibir Gavriel.Tidak, ini kesalahan besar. Berani sekali pria ini menciumnya?Jiwa Liora memberontak, tetapi tubuhnya terasa tak berdaya, terlebih ketika Liora dapat melihat Gavriel terpejam. Bibir pria itu melumatnya lembut seakan Gavriel tengah menyentuh suatu benda rapuh. Rasa ini seolah bukan dari seseorang yang telah melukainya sejak awal. Rasa ini seolah sebuah bahasa atas pengaguman yang terpendam.Cara Gavriel menyelimuti bibirnya terasa begitu mengusik debaran jantung Liora sampai ia dapat mendengar jelas suara genderang di dadanya. Tidak. Ini sala
Enjoy!-----Hunter terkekeh melihat kebingungan Liora yang tampak menggemaskan di matanya. “Aku baru saja menawarimu untuk berdansa. Maukah kau berdansa denganku?”“Y-ya, tentu saja.” Liora mengangguk dan segera menyambut tangan Hunter.Pria berambut brunette dengan bulu tipis di sekitar garis rahang itu tersenyum. Ia membawa Liora ke tengah lantai dansa dan bergabung bersama para tamu lain yang telah mendahului mengisi lantai dansa tersebut.(Playlist Suggest: When I Fall In Love – Céline Dion & Clive Griffin)Liora membiarkan Hunter merengkuh pinggangnya dan merapatkan perut mereka. Sedang jemarinya tenggelam di dalam telapak Hunter yang lebar dan hangat. Serta satu tangannya yang lain memegang pundak Hunter yang terasa begitu keras. Ia dapat membayangkan tubuh atletis di balik tuxedo biru tua yang sedang pria itu kenakan.Mata perak dan hijau itu saling menyatu. Liora tak b
Enjoy!-----Liora membuka salah satu laci di kamarnya dan mengeluarkan sebuah jam tangan Rolex Explorer II: Revenge berwarna hitam. Bibir Liora seketika mengulas senyum, melihat background jarum jam yang bergambar beberapa tengkorak.Wajah Hunter kecil langsung terbayang di depan matanya. Pria itu dahulunya pasti menganggap background itu sangat keren. Ia kemudian menggeleng geli.Ibu jarinya mengusap kaca sapphire crystal yang melapisi jam tangan tersebut. Dahulu, bagian kaca itu pecah dan terdapat noda darah di sekitar pergelangan jam yang putus.Liora masih mengenakan gaunnya yang berwarna hitam ketika ia menjatuhkan bokong di sisi ranjang. Ia memangku jam tangan itu dengan bola mata peraknya yang belum mampu teralih.Ia lalu menghela napas dan menengadahkan kepala, memandang ke arah pintu kamar yang terbuka. Seharusnya, Hunter sedang berdiri di sana saat ini. Namun, tidak.
Jam berapa kalian baca bab ini?Dilarang jadi silent readers di novel ini. Komen yang banyak di paragraf ya! Wkwkw Anyway, happy reading :*Enjoy!-----Sebuah karangan bunga putih berbentuk hati baru saja Liora letakkan di bawah batu nisan. Ia pagi ini datang mengunjungi pembaringan Alex bersama dengan Vierra yang berada dalam gendongannya.Beberapa helai surai golden blonde-nya terbang bersama embusan angin pagi yang terasa halus. Seolah mencoba menjadi penawar kepedihan hati yang sedang Liora rasakan saat ini.Mata peraknya tak mampu terus menopang buliran kristal yang akhirnya menjatuhi pipi. Liora kemudian berjongkok, mendudukkan Vierra di atas rumput. Bayi mungil berpakaian warna merah muda dengan celana bermotif floral itu pun berceloteh riang oleh bahasa-bahasanya yang masih belum jelas, tetapi selalu membuat Liora tersenyum geli, bahkan di tengah tangisnya
Haloo MVG kembaliiJam berapa kalian baca bab ini?Jangan lupa komen yang banyak di paragraf yaa :*Enjoy!-----Liora menatap kosong pada pemandangan gedung-gedung pencakar langit yang terhimpit keramaian jalan raya di bawah sana. Ia bersedakap di depan dinding kaca ruang kerjanya.Sudah beberapa hari berlalu sejak pertemuannya dengan Gavriel di ruangan ini, tetapi suasana hatinya tak kunjung membaik. Tiap kata memuakkan yang Gavriel ucapkan terus berdegung di telinganya, beserta rambatan asing yang selalu mengusik.Liora kemudian mendesah berat, sampai pundaknya meninggi. Lalu ia berbalik badan, mengambil ponsel di meja. Jemarinya sedikit ragu sesaat kala akan menekan layar ponsel, tetapi kemudian ia tetap melanjutkan niat awalnya.“Apa yang sedang kau lakukan sekarang?” tanya Liora datar kala panggilan tersebut terangkat.“Aku menginginkanm
Haii haiii! Aku bawa calon novel kelimaPlease welcome, Gwen Arvezio and Grayden Ryver!*BLURB*"Racing Your Heart"Gwen Arvezio (29 tahun), sang model seksi papan atas dengan segala kesempurnaan dan perilaku dominan serta angkuhnya. Ia selalu dapat membuat para pria matang rela merangkak demi menyenangkannya. Di mata Gwen, Grayden hanya bocah kemarin yang sedang belajar menjadi pria berengsek dengan gaya sok tampannya itu. Grayden jelas bukan mangsa yang lezat bagi Gwen.
Jangan lupa tinggalin jejakmu di kolom paragraf ya :) (Cara komen di paragraf tinggal tekan lama di bagian paragraf yang diinginkan) Enjoy! ----- Las Vegas, Nevada-USA Gavriel baru saja keluar dari Roll Royce Ghost hitam legam miliknya di depan lobi hotel bintang lima keluarga Crossleight. Sesungguhnya, tak sepenuhnya milik Crossleight karena saham kedua terbesar dimiliki oleh Prospero. Area kasino di hotel ini dan beberapa hotel lain di sekitar Las Vegas berada di bawah tangan Prospero. Mantel hitam sepanjang bawah lutut Gavriel, membungkus langkah pria itu menyusuri lobi. Paduan setelan jas hitamnya membuat setiap derap sepatu berkilau itu seolah pijakan kaki iblis yang bersembunyi menggunakan wibawa dan karisma. Tatapan mata Gavriel lurus nan tajam, seakan membelah lobi karena setiap orang dengan sendirinya memberikan jalan. Sedang satu tan