Sesorang di balik telepon diam tak menjawab. "Halo, CEO?" panggil Kensky dengan nada pelan.
"Halo, Cantik." Suara laki-laki dari balik telepon akhirnya menyapa. "Selamat ulang tahun, Ratuku."
Kensky terkejut, yang pertama karena sosok CEO itu ternyata bersuara laki-laki, yang kedua karena lelaki itu tahu kalau hari ini adalah ulang tahunnya. "Siapa kau? Kenapa kau tahu tanggal lahirku?" Kensky merasa senang, karena ada orang yang memberikannya selamat untuk pertama kali, tapi di satu sisi ia penasaran.
"Kau pasti akan tahu siapa aku. Percayalah, aku ini orang baik, Sky. Aku orang yang akan selalu menjaga dan melindungimu. Ngomong-ngomong kau ingin merayakan ulang tahun di mana? Katakan saja, biar aku yang akan menyiapkan tempat dan segala keperluannya. Kau juga ingin hadiah apa? Aku pasti akan memberikan apa pun yang .... "
"Dari mana kau mengenal Mommy?" sergah Kensky yang dipenuhi rasa penarasan ol
Para tamu undangan sudah banyak berdatangan. Ada yang dari Kitten Group, ada juga dari instansi yang lain. Mereka terbentuk seperti kelompok. Ada yang berdiri sambil berbincang-bincang bersama kolega, ada juga yang sedang duduk menikmati makanan pembuka. Di sisi lain Dean sedang berdiri di dekat pagar, tepatnya di mana meja minuman berada. Ia menatap wajah-wajah yang hadir di pesta malam ini. Kitten Group bukanlah perusahan biasa, perusahan yang bergerak di bidang properti itu memiliki cabang yang banyak di berbagai daerah dan itu berkat kerja sama antara para karyawan-karyawan itu bersama Dean. Ia sangat bersyukur memiliki karyawan seperti mereka. Karena biar bagaimana pun, tanpa kerja keras mereka Kitten Group tidak akan menjadi perusahan besar dan terkenal di seluruh Amerika dan Eropa. Lelaki yang sering di sapa Dean atau Bernar itu melirik jam tangan. "Matt, suru mereka menutup gerbangnya." Saat ini jam sudah menunjukkan pukul sembil
Ia menatap wajah Kensky yang kelihatannya tertidur pulas. Dengan langkah pelan Dean mendekati bathup dan duduk di pinggirannya. "Sky?" panggilnya pelan seraya mengelus pipi gadis itu. Ia tersenyum saat melihat Kensky tak merespon.Karena tidak ingin gadis itu kedinginan, Dean membopong tubuh Kensky dan membawanya ke atas ranjang. Saat itulah Matt muncul sambil membawa nampan berisi botol anggur yang tadi mereka minum dan dua gelas kristal berbentuk kotak."Matt, pastikan jangan ada yang menganggu. Jika ada yang mencariku, katakan saja aku sedang ada urusan." Dean sengaja tidak mengundang para petinggi-petinggi dari perusahan lain, karena memang niatnya malam ini ingin bersama Kensky."Baik, Pak."Setelah Matt pergi, Dean segera mengunci pintu kamarnya. Perlahan ia mulai membuka jas kemudian kancing kemeja. Rasa panas akibat minuman anggur membuatnya gerah, apalagi saat melihat tubuh Kensky di bagian
Karena saling menginginkan, Dean menuruti semua yang diperintahkan oleh pikirannya. Tubuh mereka hangat oleh gairah yang meluap-luap ingin segera meledak. Perlahan Dean menyusuri tubuh Kensky dengan bibirnya. Mulai dari dada, perut, hingga ke bagian lembut di antara perut dan ... "Kau ingin aku menghentikannya?" tanya Dean. Kensky yang juga sudah diliputi gairah justru tak ingin Dean berhenti. Ia menggeleng pelan. Matanya yang masih terpejam hanya terbuka sedikit seakan mengintip. "Jangan. Jangan berhenti. Kumohon." Dean tak tahan lagi. Perkataan yang keluar dari mulut Kensky justru terdengar seperti desahan yang semakin membuatnya bergairah. Dengan lembut ia membuka kedua kaki gadis itu hingga terkangkang. Balutan kain hitam transparan yang menutupi bagian mulus berwarna kemerahan itu membuat bara dalam diri Dean semakin membara. Tangannya yang kokoh perlahan menyentuh dan membuka kain itu h
Tok! Tok! "Soraya!" teriak Rebecca, "Soraya, buka pintunya!" Tok! Tok! "Soraya?!" "Hmmm," gumamnya dari dalam kamar. Ia menggeliat di atas ranjang. Suara ibunya membuat gadis itu terbangun dari tidurnya yang nyanyak. "Soraya, ayo cepat buka pintunya!" "Iya, iya!" balasnya sambil bergerak dari kasur. Ia menepiskan selimutnya, kemudian berjalan menuju pintu. Clek! "Ada apa? Kenapa___" "Di mana Kensky? Kenapa Mama periksa kamarnya tidak ada. Kasurnya bahkan masih rapi. Kalian sama-sama ke pesta tadi malam, bukan?" Soraya mengucek matanya dengan punggung tangan. "Aku tidak tahu, Ma," balasnya malas lalu kembali ke atas kasur. Rebecca mengekor. "Bukannya tadi malam kalian berdua pergi ke acaranya Bernar?" Soraya meng
Dalam perjalanan Kensky terus memikirkan Dean. Perlakuan pria itu terhadapnya sangat membuat Kensky penasaran. "Jika dia benar-benar menginginkanku, kenapa dia tidak melakukannya seperti di film-film; sengaja membuatku mabuk, kemudian meniduriku?" pikirnya, "Padahal kan aku juga ingin diperlakukan begitu." "Miss Oxley, kita sudah tiba." Suara Matt mengejutkan Kensky. "Oh, iya! Maaf." Ia melihat pria itu keluar dari pintu kemudi, kemudian mengintari mobil untuk membukakan pintu untuknya. "Oh iya, nama kamu siapa?" tanyanya pelan sambil keluar dari mobil. "Namaku Matthew, Miss." "Oke, Matt, terima kasih banyak, ya." Pria itu menunduk hormat. "Anda akan dijemput jam berapa, Miss?" Kensky terkejut. "Dijemput?" "Iya, tadi Tuan Dean menyuruhku untuk menjemput Anda kembali jika urusan Anda sudah selesai." Ken
"Memangnya berapa total hutang Daddy, Mr. Lamber?" Pria itu menggeleng. "Maaf, Miss Oxley, tapi saya kurang tahu. Sebulan lalu saat menyerahkan lembaran ini, beliau hanya bilang bahwa jika beliau sudah jatuh sakit, tolong berikan surat ini pada Anda selaku ahli waris untuk diminta tanda tangan. Tapi saat saya bertanya soal hutang di dalam surat ini, beliau hanya bilang bahwa beliau sudah ada perjanjian dengan yang bersangkutan bila mana Kapleng Group sebagai jaminan dari hutangnya." Rebecca tersentak. "Jika perusahaannya sebagai jaminan, berarti utang Eduardus sangat banyak, dong? Lalu," ia menatap Kensky, "uang sebanyak itu dilakukannya untuk apa? Sementara dia tidak pernah membangun atau memberikan apa-apa pada kami. Iya kan, Sky?" Mr. Lamber menatap Rebecca saat tatapan wanita itu tertuju padanya. "Aku minta maaf, Nyonya, meskipun aku pengacara Mr. Oxley, tapi semuanya masalah pribadi beliau diberitahukan kepada
Di dalam kamar, Kensky teringat akan masalah yang ia hadapi saat ini. Kenangan-kenangan masa kecilnya kembali hadir dalam benaknya. Dengan tubuh yang masih dibalutkan gaun putih yang ia pakai saat pesta semalam, gadis itu berdiri menghadap jendela melihat indahnya Kota. "Mom, seandainya Mom masih hidup, Daddy pasti tidak akan seperti ini," lirih Kensky dengan air mata yang mulai menetes, "Daddy sedang sakit, Mom. Sky takut kehilangan Daddy. Sejahat-jahatnya perbuatan Daddy, dia tetap Ayah Kensky, Mom. Meski Sky marah, tapi Sky juga sangat mencintai Daddy, sama seperti Sky mencintai Mommy." Ia terdiam sesaat, kemudian menarik cairan hidungnya, "Seandainya Mommy dan Daddy hidup akur sejak dulu, Sky yakin kalau Mommy pasti masih bersama kami dan hidup kita akan sangat bahagia." Mata Kensky beralih ke nakas di mana ada foto dirinya yang masih anak-anak. Foto itu diabadiakan oleh Barbara saat ulang tahun Kensky yang ke enam tahun. Di dalam foto itu terlihat ia seda
Kensky pun menurut. "Baiklah, aku siap-siap dulu." Rebecca pun meninggalkan kamar itu. Setelah memastikan wanita itu benar-benar sudah pergi, Kensky segera menutup pintu kamarnya dan kembali mengambil ponsel yang ternyata sudah habis batrei. Ia masih penasaran dengan kalimat terkahir yang diucapkan pria itu. Tapi karena benda itu mati total, Kensky pun mengisi dayanya kemudian pergi ke kamar mandi. Di sisi lain. Karena hari ini adalah hari minggu, Dean bermalas-malasan di dalam kamar mensionnya. Biasanya pagi-pagi pria itu sudah bergegas mandi dan pergi ke kantor. Tapi karena libur, ia pun memanjakan dirinya seharian dalam kamar. Sekarang sudah pukul dua siang, Dean baru saja keluar kamar mandi dengan handuk yang melingkar di pinggang. Rambut cokelatnya bahkan masih meneteskan air hingga berjatuhan ke dadanya yang bidang. Karena tak suka tubuhnya basah, Dean pun melepaskan handuknya untuk men