Share

Maafkan Aku, Mas

Seketika itu juga, mata Arga membulat sempurna, terkejut dan kesal mencampur baur dalam ekspresinya. “Ma!” pekiknya kemudian, suaranya terdengar penuh dengan keputusasaan. “Ini tidak adil! Aku tidak bersalah—”

“Kamu masih terus menyangkal hal ini, Arga. Kamu tahu kan, kenapa papa kamu menutup kasus kecelakaan adikmu? Karena dia masih memliki hati untuk tidak menjebloskan kamu ke penjara! Bukti ada di tangan kami. Dan jika kamu berulah dan tidak mau mengakhiri hubunganmu dengan Marisa, jangan harap kamu masih duduk di bangku kebanggaanmu itu!” potong Maya dengan suara tegas, tatapannya menembus kedalaman hati Arga.

Jani, yang mendengar percakapan itu dari balik pintu, hanya bisa menitikkan air mata. Ia telah menikah dengan pria yang, menurut kata ibu mertuanya sendiri, telah membunuh suaminya. Rasanya dunia seakan runtuh di hadapannya, keputusasaan memenuhi setiap serat jiwanya.

Tanpa berpikir panjang, Jani berlari menuju mobilnya, hatinya berdegup kencang di dalam dadanya. Entah kemana tujuannya, ia hanya ingin menjauh dari keluarga itu, dari semua drama yang memenuhi rumah itu.

Di seberang jalan, di atas jembatan yang melintasi sungai yang mengalir deras di bawahnya, Jani berhenti. Dia berdiri di tepi jembatan, angin malam menerpa wajahnya yang basah oleh air mata dan hujan yang mulai turun.

“Arghh!” Jeritan putus asa terlepas dari bibirnya, mencabik keheningan malam. Sekuat tenaga, ia melepaskan semua kekesalan, kesedihan, dan ketidakadilan yang telah menumpuk di dalam dirinya.

Berteriak sekuat mungkin, seolah ingin membuyarkan semua penderitaannya, agar hatinya bisa lega dan menerima nasib dan takdir yang harus dia alami.

Jani menangis tersedu-sedu di tepi jembatan, hatinya hancur dan pikirannya kacau. "Kenapa harus aku yang menerima nasib seperti ini? Hanya aku yang harus menikah dengan pria yang telah membunuh suamiku. Sebenarnya apa, yang kalian sembunyikan dariku selama ini?" bisiknya lirih, suaranya penuh dengan keputusasaan.

Dalam kebingungannya, ingin rasanya ia lompat saja dari sana, menyusul sang suami yang telah pergi meninggalkannya. Namun, tekad bulat yang telah ia yakini selama ini membuatnya bertahan, keyakinan bahwa Rayhan masih hidup memelihara semangatnya.

“Mas. Maafkan aku karena aku harus menikah dengan kakakmu. Tapi, aku akan memintanya untuk menceraikan aku jika benih yang dia tanam di rahimku tidak tumbuh. Aku hanya ingin menunggumu. Aku hanya ingin bersama kamu selamanya,” ucapnya lirih kemudian, menundukkan kepalanya dengan tulus.

Tiba-tiba, suara keras menggema di sekitarnya, membuyarkan kesunyian malam. "Ngapain kamu di sini, huh?!" teriak seorang lelaki, menyebabkan Jani terperanjat hingga hampir terjatuh.

“Aaaaa!” pekiknya hampir terjatuh, namun Arga dengan cepat menariknya dan mengangkatnya kembali. "Kamu gila, huh? Kalau mau mati, jangan di depanku! Kamu mau menyusul suami tercinta kamu itu?” pekik Arga dengan nada marah, wajahnya memancarkan kemarahan yang mendalam.

“Ngapain kamu tolongin aku kalau tidak ikhlas? Andai aku sudah melihat jasad suamiku, detik itu pula aku akan menyusulnya! Daripada harus bertahan dengan pria tak punya hati sepertimu!” jawab Jani dengan mata yang menatap tajam wajah pria di hadapannya, tanpa ada sepatah kata pun yang terucap dari hatinya yang terluka.

"Arrggh! Aku tidak peduli! Memangnya kamu saja, yang ogah menikah? Aku pun sama! Dan sekarang aku harus mengakhiri hubunganku dengan Marisa," desak Arga dengan nada yang penuh dengan ketidakpuasan.

Jani menatap tajam wajah suaminya itu. “Itu artinya, kamu memang merasa, jika kamulah yang telah membunuh Mas Rayhan?”

“Tidak!” pekik Arga menyangkal dengan keras. “Aku tidak membunuhnya, Jani! Apa yang dikatakan oleh Mama itu tidak benar.”

Jani tersenyum dengan pahit. “Jika kamu tidak merasa telah membunuhnya, kenapa harus takut dengan ancaman Mama? Bukankah seharusnya kamu tak perlu takut dan tak perlu mengakhiri hubunganmu dengan Marisa jika memang bukan kamu yang telah membunuh suamiku?”

Napas Arga tercekat mendengar ucapan dari Jani. Seolah apa yang telah ia ucapkan itu benar.

“Pulang! Mama mencarimu,” ucapnya lalu menarik paksa tangan Jani dan membawanya masuk ke dalam mobilnya.

Sementara itu, mobil yang dibawa oleh Jani dikemudikan oleh sopir yang dikirim oleh Arga sebelumnya untuk mencari Jani. Tentu saja, itu adalah perintah Maya yang telah memerintahkan Arga untuk mencari menantunya itu.

“Ngapain kamu cari aku?” tanya Jani dengan suara yang tetap tenang meskipun penuh dengan kekecewaan.

“Jika bukan Mama yang memintaku mencarimu, mana mungkin aku mengejarmu!” ucap Arga dengan suara datarnya.

Jani menghela napasnya dengan panjang, merasakan kelelahan dan keputusasaan merayapi dirinya. “Kamu sangat patuh kepada mamamu. Tapi, selalu membantahnya juga. Dan sekarang, semua yang Mama katakan, selalu kamu turuti. Takut sekali rupanya kamu masuk hotel prodeo!” ujarnya dengan nada yang penuh dengan ironi dan kekecewaan.

Rahang Arga mengeras menahan gelombang emosi yang memuncak akibat ucapan dari Jani. Dalam benaknya, terbersit keinginan untuk mencekik perempuan itu saat itu juga. Namun, ia menyadari betapa berisiknya jejak kriminalnya akan semakin bertambah jika ia melakukan hal tersebut.

Sementara itu, Jani memasuki rumah dengan langkah lebar, menatap Maya yang berdiri di ambang pintu. Tatapan datar sang mertua bertemu dengan pandangan lelah Jani.

“Kenapa kamu pergi, Nak?” tanya Maya, mencoba memahami alasan di balik kepergian Jani.

Jani menghela napas panjang, mencoba menemukan kata-kata yang tepat. “Aku hanya ingin mencari angin segar saja, Ma. Paru-paruku terasa sesak karena kejadian yang menimpaku hari ini dan kemarin,” ucapnya, tatapan matanya memancarkan rasa sedih yang mendalam.

"Mungkin jika Mama tidak melarang aku untuk pergi dari rumah ini, kejadian ini tidak akan terjadi 'kan, Ma?" lanjut Jani, air matanya menetes perlahan.

Maya mendekati Jani, mengusap lembut lengan menantunya. “Memangnya jika kamu pergi dari rumah ini, kamu mau ke mana? Rumah peninggalan orang tua kamu saja habis dilalap si jago merah. Perusahaan papa kamu bangkrut oleh kakak kamu. Ke mana, kamu pergi jika bukan di sini tempat untuk kamu bertahan hidup?” ujarnya dengan suara lembut, mencoba memberi pengertian pada Jani.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status