Setelah kejadian beberapa hari dulu, sekarang Namiya jadi lebih menjaga jarak atau lebih tepatnya menjauh dariku, sudah aku duga ini akan terjadi namun bagaimana pun aku harus menyadarkan gadis itu akan pasal terakhir dalam kontrak kami.
Aku selalu berusaha mendekati gadis itu dengan perlahan-lahan, walaupun terlihat tidak profesional dalam bekerja, namun aku tetap melakukannya, menarik perhatian seorang gadis bukanlah diriku, namun saat melihat gadis itu menjauh dariku membuat aku risih, contohnya seperti saat ini.
Mereka sedang makan siang bersama klien, namun gadis itu malah mengambil tempat duduk di samping klien, ketimbang di sampingku. Hal itu pun membuat aku kesal dan langsung memerintah kembali gadis itu.
"Namiya, duduk di samping saya."
"Baik, Pak."
Terlihat sekali bahwa gadis itu terpaksa menuruti keinginannya, sebelum gadis itu duduk, ia sengaja mendekatkan kursi di sampingnya ke arahnya, namun gadis itu malah menjauhkannya lagi, hal itu membuatnya menghela nafas kasar dan memilih tetap diam. Walaupun jaga jarak namun kinerja kerja gadis itu tak diragukan lagi, dia sigap dan cepat tangkap akan hal baru, saat pembicaraan penting antara aku dan klien dimulai, dia langsung mengambil buku kecil yang merupakan buku catatannya untuk mulai menulis hal paling penting yang nanti akan ia salin dan ia jadikan satu dengan catatan lain, lalu memberikannya padaku sebagai catatan untukku dan laporan pekerjaannya.
Setelah diskusi akan proyek kerja sama dengan klien, akhirnya pembicaraan santai pun dimulai dan makanan untuk makan siang pun sudah dihidangkan pelayan restoran. Aku melihat ke arah gadis itu yang makan dengan tenang, sebelum akhirnya aku menganggu ketenangan gadis itu dengan menyentuh kaki Namiya yang ada di bawah meja menggunakan sepatunya dengan gerakan perlahan-lahan. Jika biasanya wanita lain akan merespon dengan balas menggoda, maka gadis ini berbeda, ia bisa melihat tangan wanita itu terkepal kuat seakan berusaha menahan amarah dalam dirinya dan berusaha bersikap acuh seakan ia tak melakukan apa pun.
"Sekretaris sangat cantik, dia pun berkompeten di bidangnya, Anda sangat pintar memilih Nyonya ....
Kliennya berhenti sejenak untuk menanyakan nama dari gadis di sampingnya, ia bisa lihat gadis itu tersenyum tipis lalu menyebutkan namanya. Entah kenapa ia tak suka gadis itu ramah dengan pria lain namun tidak dengan dirinya.
"Namiya."
"Nyonya Namiya benar-benar memiliki kualitas tinggi."
"Terima kasih atas pujiannya, Pak Toni."
"Ya, sama-sama."
"Pak Toni, maaf kami ada urusan penting lagi jadi harus segera pergi, kami pamit pergi."
Setelah mengatakan hal itu, ia bisa melihat jika gadis di sampingnya ini terlihat terkejut mendengar kebohongannya karena memang tak ada urusan penting atau pertemuan lainnya setelah makan siang ini. Namun ia bersyukur karena sekretarisnya itu tetap diam untuk menjaga nama baiknya.
"Baik, kalau begitu, senang bisa bekerja sama dengan Anda."
"Saya pun sama. Namiya, ayo kita pergi."
"Baik, Pak."
Aku pun pergi dari restoran ini disusul dengan gadis itu di belakangku, tak ada satu kata patah pun keluar dari bibirnya selama di dalam mobil saat hendak kembali ke kantor. Gadis itu sibuk dengan tugasnya yaitu memeriksa jadwalku dan menandai mana yang sudah selesai. Rasanya aku ingin sekali Namiya berubah menjadi wanita liar seperti sekretarisku yang sebelum-sebelumnya walaupun mustahil.
"Kamu punya kekasih?"
Ia menatap ke arah gadis itu dan bisa melihat tatapan terkejut di kelopak mata indah itu ketika ia bertanya hal privasi dan jauh dari pekerjaan. Namun gadis itu tetap menjawab dengan sopan.
"Belum punya, Pak."
"Kenapa? Kamu cantik, pintar, dan memiliki karir yang cemerlang, pasti semua pria ingin bersamamu."
"Tapi saya tidak punya waktu untuk menjalin hubungan kasih dengan pria mana pun, saya harus bekerja keras untuk bertahan hidup."
Adalah yang lebih menyebalkan dari keseriusan dan profesional kerja seorang Namiya? Maka jawabannya adalah tidak, bahkan saat ia mencoba santai dengan memberi pertanyaan yang santai namun gadis itu tetap kaku, sekaku patung pahlawan.
Namun tanpa ia sadari bahwa saat ini Namiya sedang menahan diri untuk tidak menampar wajah tampan bosnya karena sudah bersikap kurang ajar, mengingat ini ada di kontrak kerja.
"Nanti malam ada acara?"
"Engga ada, Pak."
"Kamu datang bersama saya ke Club untuk mengunjungi pesta ulang tahun teman saya."
"Tapi itu di luar jam kantor, Pak."
"Terus saya peduli? Intinya kamu siap-siap untuk nanti malam dan jangan lupa kirim alamat rumah kamu, saya akan menjemput kamu."
Ia tak mau mendengar apalagi peduli dengan penolakan sekretarisnya itu, gadis itu terus saja menolak setiap perintahnya, padahal setiap wanita yang ia temui pasti bersedia ia ajak kencan walau tahu besoknya akan dibuang.
Ia bisa lihat gadis itu menghela nafas kasar karena frustasi dengan tingkahnya, namun ia memilih untuk tidak melihat dan tidak peduli, nanti malam ia akan memperlihatkan bagaimana kehidupannya di depan Namiya dan membuat gadis itu menghabiskan satu malam dengannya dan dilanjut dengan malam-malam berikutnya.
Entah sudah berapa menit aku berdiri di depan lemari pakaianku yang sudah rusak dan kayunya mulai rapuh oleh rayap, wajar saja karena umur lemari ini sudah sepuluh tahun, ia belum punya uang untuk mengganti lemari usang ini. Tapi bukan itu permasalahannya sekarang, masalahnya adalah isi lemari itu.Ia sedang mencari mana baju yang kayak untuk ia pakai ke Club, meskipun itu tempat yang penuh maksiat, namun ia percaya bahwa pertemuan yang melibatkan Pak Gilbert di dalamnya pasti pertemuan yang mewah dan elegan, yang berisi ratusan orang dengan setelan jas mahal, gaun indah, dan perhiasaan yang berharga fantastis.Membayangkan betapa mewahnya acara nanti malam dan membedakan pakaian semua orang di sana nantinya dengan pakaian di lemarinya membuat ia menghela nafas kasar dan kembali menutup lemari tersebut. Tak ada satu pun baju atau gaun yang layak pakai, dari pada mempermalukan diri sendiri di pesta mahal itu, lebih baik i
Akhirnya kami pun sampai di dalam Club yang sudah dipenuhi lautan manusia yang bergoyang dan berpesta ria dengan minuman dan pasangan mereka. Tanganku dengan sengaja memeluk pinggang sekretarisku, dia terlihat risih dengan keberadaan tanganku di pinggangnya dan beberapa kali menurunkan tanganku dengan halus agar aku tidak tersinggung dengan penolakannya.Namun bukan Gilbert namaku jika dengan cepat mengalah, setiap kali ia turunkan tanganku maka saat itu juga aku naikkan lagi tanganku. Akhirnya dia mengalah karena lelah untuk menurunkan tanganku yang nakal. Diam-diam aku memperhatikan dirinya yang terlihat memukau malam ini, sebenarnya Namiya itu seksi dengan tubuh langsingnya dan beberapa aset unggulan para wanita yang ada di tubuhnya sangat menggoda untuk disentuh. Namun sayangnya dia sepertinya anak rumahan yang lugu sehingga masih memakai gaun selutut yang sopan itu."Ayo kita duduk di pojok.""Duduk di sini saja, Pak. Di
Pagi ini, aku bersiap-siap untuk bekerja ke kantor. Seperti biasanya aku sibuk menyiapkan segala hal dan bersih-bersih rumah agar nantinya saat aku pulang dengan keadaan lelah maka rumah sudah bersih. Aku mulai menyapu, mengepel, mencuci baju, masak, mencuci piring, menjemur dan menyetrika. Sebelum akhirnya aku mandi dan berpakaian dengan kemeja dan rok span yang sama saat aku melamar kerjaan karena aku hanya punya dua setelan baju kerja."Mungkin nanti jika sudah gajian maka aku akan membeli setelan kemeja dan rok untuk kerja," ucapku sambil menatap pantulan diriku di kaca yang terlihat tak menarik dan biasa saja."Apa yang Pak Gilbert lihat dariku? Cantik pun tidak, seksi juga tidak, pintar pun biasa saja. Mungkin mata bosku itu sedang sakit saat memutuskan memilih aku menjadi sekretarisnya.""Tapi seharusnya aku bersyukur jika mata bosku sakit saat itu, sehingga aku bisa dapat pekerjaan dengan gaji yang tinggi."
Waktu jam istirahat pun dimulai, aku memilih tetap berada di mejaku saja karena aku bawa bekal jadi tak perlu turun ke lantai bawah yang terdapat kantin. Pandanganku sejenak tertuju ke arah pintu ruangan bosku yang belum terbuka sejak tadi, dia pasti sedang melakukan kegiatan mesum sehingga lupa waktu dan membatalkan makan siang dengan rekan kerja. Aku memilih tak mempedulikan mereka dan hendak makan namun gerakan tanganku terhenti ketika melihat seorang pemuda cukup tampan dengan senyum ramah berdiri di depanku dengan berkas di tangannya."Selamat siang, Namiya.""Selamat siang, Pak Andres.""Lagi makan siang ya?""Iya, Bapak ada keperluan apa di sini? Mau kirim berkas ke Pak Gilbert?"Keningku berkerut bingung saat pria itu menggelengkan kepalanya dan malah menarik kursi di depanku lalu duduk di depanku. Aku yang canggung dengan keadaan ini pun jadi tak enak hati lanjut makan saat ada Manajer
Waktunya jam pulang pun tiba, semua karyawan kantor mulai berjalan keluar dari kantor, aku pun hendak pulang dan ingin masuk ke dalam mobil namun tak jadi lalu kembali menutup pintu mobil saat melihat sekretarisku dengan salah satu bagian manajer yang tadi siang menjadi alasan aku kesal. Tadi siang makan bersama, sekarang ingin pulang bersama. Tak akan aku biarkan."Namiya!"Perempuan itu menoleh ke belakang dan terkejut sekaligus bingung saat melihat aku yang memanggilnya. Andres juga tak menyangka jika aku ada lagi di antara mereka, dia terlihat kesal namun berusaha tetap sopan karena aku atasannya."Pak Gilbert, ada apa memanggil saya?""Pulang bareng saya, ada tugas yang harus kamu selesaikan."Tak pernah aku berbohong hanya untuk menahan seorang perempuan, pasti sekretarisku ini bingung dengan apa yang aku ucapankan. Apalagi Andres yang terlihat tak percaya jika yang ucapan kan benar. Aku
Sudah seharian penuh ini aku dirawat di rumah sakit. Aku sudah bisa pulang karena tak ada luka dalam, hanya luka kecil di keningku. Aku pingsan karena syok dengan kecelakaan yang menimpaku. Adikku, Nasya sedang menyuapi aku bubur rumah sakit karena dia mau aku makan dulu sebelum pulang agar ada tenaga.Tadi aku sudah menolak makan karena aku tahu bubur khas buatan rumah sakit benar-benar tidak enak karena rasanya hambar namun adikku memaksaku untuk memakannya demi kesehatanku. Dia pun tak akan mengizinkan aku pulang jika belum makan. Alhasil aku pun terpaksa makan bubur ini dengan ekspresi cemberut."Oh ya, kau belum memberitahu aku tentang bagaimana kau bisa ada di sini dan mengetahui jika aku mengalami kecelakaan.""Bosmu mengantar supir untukku ke rumah sakit dan memberitahu aku ketika sudah sampai di rumah sakit."Kening berkerut bingung mendengar jawaban adikku, aku sebenarnya berharap jika Gilbert akan m
Pagi-pagi aku sudah bangun untuk melakukan aktivitasku seperti biasanya namun aku terkejut saat melihat adikku tak ada di sisi kasur di sampingku. Aku pun berjalan keluar kamar dan mencarinya di ruang tamu, kodnisi rumah yang sudah bersih serta semua macam cucian yang sudah bersih membuat aku bingung siapa yang mengerjakan semua ini. Bahkan sarapan sudah terhidang di atas meja, makanan sederhana berupa tempe, tahu, ikan, dan sayur namun terlihat lezat dan nikmat."Dimana, Nasya?""Siapa yang melakukan semua ini?""Apakah Nasya yang melakukannya?"Semua pertanyaan dalam diriku terjawab saat aku melihat adikku sudah rapi dengan seragam sekolahnya, dia tersenyum saat melihat aku sudah bangun lalu menuntunku untuk duduk di lantai untuk makan bersama kemudian memindahkan makanan dari meja ke lantai. Senyum manis menghiasi bibirnya, lalu dia menaruh nasi dan lauk di piringku."Hari ini aku sengaja ba
Aku masih terdiam di tempat sambil menatap bangunan tinggi di depanku ini yang merupakan perusahaan Jagat Sejahtera, tempat aku akan melakukan tes wawancara. Dalam hatiku sedikit ada keraguan untuk melangkah masuk ke dalam, entah kenapa hati kecilku mengatakan bahwa aku ini jahat, berbohong untuk mengkhianati perusahaan lamaku yaitu Pradipta Group. Tanganku sedikit meremas tali tas selempang yang terlampir di bahuku, berusaha menyangkal kata hatiku dan lebih mengutamakan logikaku."Aku tak akan melakukan ini jika Pak Gilbert adalah bos yang menghormati bawahannya. Ini bukan salahku."Aku hendak melangkah masuk ke dalam namun langkahku tertahan saat mendengar suara dering ponsel dari tasku, aku pun langsung mengambil ponselku dan mematikan ponselku saat tahu yang meneleponku adalah bosku."Entah bekerja atau tidak, di kantor atau di luar kantor, dia terus saja mengganggu aku. Sangat menyebalkan, untungnya aku akan segera menda