Share

Bab 7

Hari masih pagi ketika Niki sampai di restoran. Seperti biasa dia sampai lebih dahulu dari teman-temannya. Sengaja dia selalu datang lebih awal, 'biar bisa istirahat dulu' alasannya setiap ada yang bertanya kenapa dia selalu datang lebih awal. Dan juga dia bisa sarapan bubur ayam favoritnya yang setiap pagi mangkal di dekat restoran. Padahal setiap pagi mamanya selalu menyiapkan sarapan untuknya. Tapi dia tidak pernah menyantapnya.

"Kalau kenyang, nanti nggak enak saat di angkot, ma. Nanti aja sarapan di dekat restoran." Itu alasannya kepada mamanya setiap kali di suruh sarapan.

Awalnya mama selalu memaksa sarapan di rumah, dengan alasan lebih higienis dan lebih hemat. Tapi karena alasan Niki cukup masuk akal, akhirnya mama mengalah dan membiarkan Niki sarapan di luar.

Seperti pagi ini, Niki sedang duduk menunggu pesanan bubur ayamnya ketika dia melihat mobil Arga masuk ke parkiran restoran. Hatinya seketika itu juga langsung berdegup kencang tak beraturan. 'Ah Niki, kamu jangan GR,' bisik hatinya. 'Nggak mungkin Arga datang menghampirimu.' Matanya diam-diam terus mengikuti gerak gerik Arga. 'Kenapa nggak mungkin? Bisa aja dia menghampiri dan menyapaku.' Hatinya terus bergejolak. 'Stop, Niki! Jangan macam-macam, dia suami sahabatmu.' Hatinya terus berperang. Antara harapan dan kenyataan yang harus dia hadapi. 'Sudahlah Niki, kamu fokus aja sama sarapanmu, jangan berfikir macam-macam. Ingat pesan mama, jangan main api.' Niki berusaha membuang pandangannya ke tukang bubur yang sedang meracik bubur untuk para pembeli termasuk dirinya. Tak berapa lama menunggu pesanannya datang, Niki berusaha menikmati bubur pesanannya dan mengalihkan perhatiannya pada sarapannya itu. Tapi baru saja suapan pertama masuk kemulutnya dia dikejutkan dengan kedatangan Arga yang tiba-tiba sudah ada di sebelahnya dan langsung menyapanya.

"Selamat pagi, boleh aku gabung?"

"Eh, mas Arga. Sarapan mas?"

"Aku tadi udah sarapan di rumah. Tapi kayaknya enak juga bubur ayamnya."

"Enak banget mas, coba deh sekali-sekali, pasti mas ketagihan. Ini bubur ayam favorit aku dan Anggi dari dulu."

"Oh ya? Aku nggak pernah perhatiin kalau disini ada bubur ayam. Bubur ayam itu salah satu makanan favorit aku dan Anggi."

"Iya mas, makanya dulu hampir setiap pagi aku dan Anggi sarapan disini."

Akhirnya Arga ikut memesan bubur ayam juga. Mereka sarapan bersama. Sambil sesekali berbincang dan bercanda. Ternyata Arga teman bicara yang cukup menyenangkan menurut Niki. Niki semakin mengagumi Arga.

Sejak Arga mengantar Niki pulang, mereka jadi suka mengobrol. Tidak seperti sebelumnya, jangankan untuk ngobrol, bertegur sapa saja hampir tidak pernah. Hubungan mereka sebagai atasan dan bawahan terasa kaku walau Niki adalah sahabat Anggi.

***

Waktu terus berjalan, seiring berjalannya waktu Niki dan Arga semakin akrab, sekarang Arga mulai berani mengantar Niki pulang. Mereka sering sekali pulang bersama. Sedangkan dahulu Arga selalu pulang sebelum restoran tutup. Sedangkan Niki pulang setelah restoran tutup, itupun Niki masih harus beres-beres peralatan dapur. Arga senang berbincang-bincang dengan Niki karena menurutnya Niki adalah gadis yang sangat menyenangkan untuk teman bicara. Pembawaannya supel, baik, lucu dan Niki cukup pandai untuk di ajak bertukar pikiran. Niki juga sangat senang berbincang dengan Arga. Menurut Niki Arga adalah seorang laki-laki yang dewasa, cerdas dan menyenangkan.

Mereka tahu kalau hubungan mereka bisa mendatangkan fitnah, tapi apa salah kalau hanya sekedar pulang bareng dan berbincang? Toh, mereka tidak berbuat apa-apa.

Tapi akankah akan terus seperti itu? Hanya sekedar pulang bareng dan berbincang?

***

Seperti hari ini, hari Jum'at dimana restoran tutup dan mereka libur kerja. Mereka mengobrol melalui handphone. Saat itu Anggi sedang ke rumah orangtuanya. Kangen dengan bapak dan ibu alasan Anggi. Arga di ajak tapi menolak, alasannya capek dan mau istirahat.

"Ayolah mas, sudah lama kita nggak nengokin bapak dan ibu," ajak Anggi pagi tadi.

"Kamu ajalah, aku capek mau istirahat."

"Sebentar aja, mas," rengek Anggi lagi.

"Jangan cengeng, udah aku bilang aku capek, mau istirahat! Denger nggak sih kalau aku  bicara?"

"Kamu aja sendiri sana," lanjut Arga.

Anggi tidak berani lagi membantah, takut kata-kata Arga nanti akan menyakiti hatinya.

Akhirnya Anggi pergi sendiri. Pikirannya terus mencari-cari alasan apa yang akan dia katakan nanti kepada kedua orangtuanya. Orangtuanya pasti menanyakan kenapa Arga tidak ikut?

Anggi tidak tahu kalau saat ini suaminya sedang berbincang melalui handphone dengan sahabatnya.

Mereka sudah mulai berani berhubungan melalui handphone. Semakin lama mereka semakin akrab. Akankah hubungan mereka akan berlanjut? Apakah mereka berdua akan mengkhianati Anggi?

***

"Awas loh mas, nanti ketauan Anggi kalau mas telepon aku."

"Nggak kok, Anggi lagi pergi ke rumah orangtuanya."

"Mas nggak ikut?"

"Malas, aku capek. Pengen istirahat."

"Pengen istirahat atau mau telepon aku?" goda Niki.

"Kamu bisa aja." Terdengar tawa renyah Arga di sebrang sana.

"Sebenarnya ada yang mau aku ceritakan tentang rumah tanggaku kepadamu, tapi aku takut kamu nggak bisa jaga rahasiaku."

"Cerita aja mas, aku janji akan jaga rahasia mas sampai kapanpun, percaya deh sama aku," janji Niki meyakinkan Arga.

"Aku percaya sama kamu."

"Nah, gitu donk!" Jawab Niki disertai tawa yang sedikit manja.

"Ok deh, nanti kita cari waktu yang tepat."

"Ok!" rasa penasaran memenuhi hati Niki, akankah Arga akan menceritakan tentang Anggi yang sudah tidak suci lagi saat mereka menikahi? Atau ada masalah lain dalam rumah tangga mereka?

Akhirnya obrolan mereka di telepon berakhir. Dan mereka merasakan hal yang sama. Hati yang berbunga-bunga. Arga juga tidak tahu sejak kapan dia merasakan rasa itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status