Share

Bab 12 Manajer Yenni

Brian duduk di sofa dengan malas dan santai.

Bisa dilihat, suasana hatinya saat ini lumayan bagus.

Sementara wanita yang duduk di sampingnya justru wanita di kafe tadi malam.

Saking pendeknya rok wanita itu sudah sampai pangkal paha.

Nova melirik kaki wanita itu yang menempel pada Brian, lalu mengalihkan pandangan.

Sepertinya dia datang tidak tepat pada saatnya.

Ekspresi wajah wanita itu sontak menjadi muram ketika melihat Nova masuk.

Namun, dia tidak mengatakannya di depan Brian.

Brian agak mengangkat alis mata sambil menatap Nova.

"Bu Nova, ada masalah?"

Nova menatap wanita di sisi Brian.

"Memang ada sedikit masalah."

Brian bersandar di sofa. "Kalau masalah resign, Bu Nova bisa langsung berurusan dengan Departemen HR saja."

Nova terdiam sejenak, lalu berkata, "Bukan masalah resign."

Brian tersenyum simpul. "Kalau begitu, masalah apa? Aku pikir Bu Nova cari aku hanya karena urusan resign."

Nova mengabaikan sindirannya. Dia menatap wanita yang duduk di samping Brian.

"Aku mau berbicara berdua dengan Pak Brian.

Brian menatapnya dengan diam, seperti sedang mempertimbangkan apakah masih perlu berbincang secara pribadi dengannya.

Nova merasa gelisah.

Dia sangat jelas dengan sifat Brian.

Sebelumnya Nova mempermalukannya di klub, ditambah dengan begitu tegas saat mengatakan resign, Brian pasti tidak akan memaafkannya dengan mudah.

Benar saja, Brian tersenyum simpul. "Apa yang perlu dibincangkan antara aku dan Bu Nova?"

Nova mengatupkan bibir dan menarik napas dalam-dalam. "Pak Brian, aku nggak berencana resign."

Ekspresi wajah Brian tidak berubah. "Jadi?"

"Aku mau membicarakan gajiku di masa depan dengan Bapak."

Brian menyilangkan kedua tangan dan akhirnya berkata pada wanita di sampingnya, "Bu Yenni, maaf, lain kali baru kita bicarakan bisnisnya."

Manajer bernama Yenni itu menatap Nova dan raut wajahnya tampak agak marah.

Namun, dia tetap tersenyum pada Brian. "Baik, kalau begitu Pak Brian urus masalah Bu Nova dulu."

Usai berbicara, dia memelototi Nova dan keluar dengan penuh amarah.

Setelah Yenni keluar, Brian mengalihkan pandangan kepada Nova.

"Bu Nova, apa yang mau dibincangkan?"

Nova terdiam dan tidak tahu bagaimana memulainya.

Brian seperti sangat sabar. Jika Nova tidak buka suara, dia akan menunggu seperti ini.

"Pak Brian, aku mau pinjam uang sama kamu." Akhirnya Nova berkata di bawah tatapannya. Dia tidak lagi mengungkit hal resign, melainkan berbicara tentang pinjam uang.

"Puft."

Brian sama sekali tidak menutupi senyumannya yang penuh sindiran.

"Apa Bu Nova merasa perusahaan ini adalah organisasi amal atau kamu merasa aku bakal meminjamkan uang kepadamu karena hubungan kita yang erat?"

Wajah Nova sangat muram, karena kenyataan benar-benar seperti yang dia bayangkan.

Namun, dia tetap berkeras kepala untuk buka suara.

"Aku akan menggantinya."

Brian menyilangkan kedua tangan. "Bu Nova, kalau masih belum berpikir dengan matang, jangan datang dulu. Keluar!"

Ekspresi wajahnya sangatlah dingin.

Nova berdiri diam.

Beberapa lama kemudian. akhirnya dia berkompromi dan berkata dengan suara kecil, "Aku nggak bakal resign."

Akhirnya ekspresi wajah Brian agak mereda. "Aku nggak kedengaran."

Nova bertatapan dengannya. "Aku nggak bakal resign. Sebelumnya aku terlalu ceroboh, semoga Pak Brian bisa memaafkanku."

Brian tersenyum dan kedinginan di wajahnya pun menghilang. "Kemari!"

Nova tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Namun, sekarang dia sudah tidak ada jalan mundur.

Setelah ragu-ragu dua tiga detik, dia berjalan menghampiri Brian.

Brian menariknya dengan keras.

Setelah berputar, Nova sudah ditunggangi oleh Brian.

"Apa benar-benar nggak bakal resign?"

Nova mengelak dari tatapannya dan mengiakannya.

"Jawab aku sambil menatapku!" Brian memutar wajahnya secara paksa.

Nova menahan getir dan tersenyum paksa. "Benar, nggak bakal resign."

"Kenapa berubah pikiran? Coba katakan!" Brian tetap enggan memaafkannya.

Nova terdiam sejenak, lalu berkata dengan keras kepala, "Aku butuh uang. Selain Pak Brian, juga nggak ada yang dapat memuaskanku di ranjang sekaligus memberiku uang."

Brian tersenyum simpul, lalu tangannya meraba ke bagian bawahnya.

"Kamu punya pikiran yang sangat jernih. Kalau begitu, coba Bu Nova katakan, berapa imbalan yang diinginkan?"

Nova berusaha berbicara dengan suara normal. "Hari ini satu kali 2 miliar."

Tangan Brian yang sedang membuka kancingnya tertegun, lalu menyunggingkan senyuman dingin. "Apa kamu merasa kamu sebanding dengan hari itu?"

Nova mengerutkan bibir dan berusaha dirinya tersenyum tanpa hari nurani.

"Apa Pak Brian merasa nggak sebanding? Kalau Pak Brian merasa nggak sebanding, aku bakal mencari investor lain."

Comments (2)
goodnovel comment avatar
paijah08771622
jijik saya dngn nova yng bodoh, ibunya klo mati ya sudah takdir , yng harus di lakukan cpt mengundurkan diri dn pergi jauh Cari kehidupan baru dasar wanita tolol
goodnovel comment avatar
Cindy Listiyani Aprilian
dasar pelacur sebel klo baca novel kaya gini
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status