Setelah sholat Isya, dan makan malam. Nur membereskan meja makan, dan langsung mencuci semua perabotan yang kotor, dibantu oleh asisten rumah tangga orang tua Wahyu.
"Nur!" Tiba-tiba ibu Wahyu memanggil."Ya Bu." Nur menolehkan kepala, lalu memutar tubuhnya, untuk bisa berdiri berhadapan dengan ibu mertuanya. "Kalau besok mau menengok orang tuamu, atau mau sekalian ke rumah orang tua Cantika, kamu pergi saja ya. Biar nanti Paman Akim yang mengantarmu. Karena besok Wahyu, Bayu, dan Ayah mau meninjau lokasi perumahan yang baru." Ibu Wahyu menatap wajah Nur. Nur adalah menantu pertama baginya."Iya Bu." Kepala Nur mengangguk pelan. Bibirnya menyunggingkan senyuman."Ya sudah, kalau semua sudah selesai, kamu istirahat saja Nur." Ibu Wahyu menepuk lembut lengan Nur."Ya Bu." Nur kembali menganggukan kepala. Kebaikan keluarga Wahyu, menjadi salah satu alasan, ia tetap bertahan dalam pernikahan yang memberinya kesedihan."Ibu duluan masuk ke kamar ya.""Iya Bu."Ibu Wahyu meninggalkan dapur, tinggal Nur, dan Acil Jannah, ART orang tua Wahyu di dapur.
"Kamu beruntung, Nur. Memiliki mertua sangat baik. Tidak cerewet, tidak pemarah, tidak terlalu menuntut, dan tidak ingin mengatur rumah tangga anaknya," ujar Acil Jannah.
"Alhamdulillah, semua sangat baik. Aku memang sangat beruntung bisa menjadi bagian dari keluarga ini," sahut Nur.
Setelah semuanya selesai, Nur langsung masuk ke dalam kamar. Ia tahu Wahyu, Bayu, dan Ayahnya sedang berbincang di ruang tengah. Itu membuat Nur merasa lebih santai perasaannya.Nur membuka lemari, ia mencari selimut, dan seprai. Ia memutuskan untuk tidur di atas lantai saja, dengan alas seprai. Nur membuka lipatan seprai, tapi tidak ia buka seluruhnya. Lalu digelar di atas lantai, di sudut kamar, dekat dengan dinding. Diambil bantal dari atas ranjang, lalu dibaringkan tubuhnya perlahan, tanpa ia melepaskan hijabnya. Nur memilih posisinya sekarang, agar saat Wahyu berbaring di ranjang, pandangannya tidak langsung pada Nur.
Nur memejamkan mata, ia berdoa sebelum mengistirahatkan semua panca inderanya. Nur menarik napas dalam, lalu dihembuskan perlahan. Ia sudah memutuskan, hanya akan mengikuti arus ke mana akan membawanya. Jika Wahyu tak bisa menerimanya, ia tak akan memaksa. Jika Wahyu ingin mereka berpisah, ia pun akan menurut saja. Jika Wahyu ingin hubungan mereka begini selamanya, ia akan bersabar menerimanya. Saat ini ia sedang memikirkan untuk kembali melanjutkan pendidikannya. Ia bisa kuliah setelah pulang dari bekerja, tapi ia harus menabung dulu untuk mewujudkan keinginannya itu.
'Ya Allah, jika takdir hidupku harus begini, aku pasrah pada kehendakMu. Aku hanya ingin memohon, agar Kau lapangkan dadaku untuk menerima semua yang sudah Kau gariskan untukku, aamiin'
***
Nur terbangun dari tidurnya, ditolehkan kepala ke arah ranjang. Keningnya berkerut dalam, karena ranjang itu kosong. Tidak ada Wahyu di sana. Nur mengusap wajahnya, ditarik napas perlahan, terasa sesak di dadanya. Ada air mata yang menggantung di pelupuk matanya.
'Sebenci itukah Kak Wahyu kepadaku, sampai ia tak ingin tidur satu kamar denganku, meski hanya untuk sebuah sandiwara saja'
Batin Nur terasa perih, tapi ia sudah memutuskan untuk bertahan. Mengalah bukan berarti kalah, diam bukan berarti terdiam. Ada hal lebih besar yang ingin dilakukannya, dari pada hanya sekedar bersedih, karena memikirkan sikap Wahyu yang mengabaikannya.
Nur bangun dari berbaring, ia merapikan letak jilbabnya, lalu ia menatap jam yang ada di dinding kamar. 02.15, entah Wahyu tidur di mana, Nur enggan untuk memikirkannya.
Nur ke luar dari kamar, ia berniat mengambil minum di dapur. Begitu ia membuka pintu kamar, suara televisi terdengar dari arah ruang tengah. Nur melangkah ke ruang tengah, ternyata ada Wahyu, dan Bayu yang sedang asik menonton sepak bola."Nur!" Bayu adalah orang pertama yang menyadari kehadirannya.
"Kedinginan ya Nur tidur sendirian? Kak Wahyu nih pakai acara ikut nonton bola segala. Sudah Kak, masuk sana!' Usir Bayu ditujukan pada Kakaknya. Tapi Wahyu seperti tidak mendengarkan ucapan adiknya, tatapannya fokus ke layar televisi di depannya."Aku haus, cuma ingin mengambil air minum ke dapur, mendengar suara televisi, aku pikir televisinya lupa dimatikan. Permisi, aku ingin ke dapur," pamit Nur."Nur, tolong buatkan kami kopi sekalian ya," pinta Bayu."Baik Kak." Nur menganggukan kepala. Dilirik Wahyu sekilas, tapi yang dilirik tak menghiraukannya sedikitpun juga.Nur kembali ke ruang tengah, dengan nampan berisi dua gelas kopi, dan sebotol kecil air mineral beserta gelas kosong. Diletakannya dua gelas kopi di atas meja, di depan Wahyu, dan Bayu.
"Terimakasih Nur." ucap Bayu."Sama-sama Kak." Nur tersenyum pada Bayu."Kak Wahyu bilang terimakasihnya nanti di dalam kamar saja, iyakan Kak," goda Bayu."Hmmm" Wahyu hanya bergumam saja."Aku kembali ke kamar ya," pamit Nur, sebelum meninggalkan dua saudara yang tengah asik menonton siaran langsung sepak bola.Nur meletakan nampan berisi air mineral, dan gelas kosong di atas meja. Sebenarnya ia sudah minum tadi di dapur, tapi ia tetap membawa air ke kamar, takut terbangun, dan haus lagi nantinya. Nur kembali membaringkan tubuhnya di tempat semula. Ia berusaha untuk kembali tidur lagi. Tapi pembicaraan siang tadi dengan ibu, dan nenek Wahyu mengganggu pikirannya. Ia kasihan pada nenek Wahyu yang sudah sangat tua, beliau mengharapkan bisa melihat buah dari pernikahan mereka. Tapi kunci dari semua itu ada di tangan Wahyu. Wahyu yang tidak mau memperlakukan dirinya, sebagaimana seharusnya seorang suami memperlakukan istrinya.
Nur terjengkit bangun saat pintu kamar dibuka. Wahyu berdiri di ambang pintu dengan tatapan mengarah kepadanya.
Tatapan mereka bertemu sesaat, kemudian Wahyu menutup, dan mengunci pintu. Ia masuk ke dalam kamar mandi. Nur menarik napas dalam, sebelum kembali membaringkan tubuhnya. Ia berbaring dengan membelakangi ranjang.Wahyu menatap wajahnya di cermin.
'Syukurlah dia tahu diri, tidak tidur di atas ranjangku' gumam Wahyu di dalam hatinya.
Wahyu menatap wajahnya sendiri di dalam cermin dengan sangat intens. Pembicaraan dengan neneknya siang tadi terngiang di telinganya. Neneknya sangat ingin melihat buyutnya, itu satu-satunya harapan beliau saat ini. Wahyu memejamkan mata, menarik napas sedalam-dalamnya.
'Aku bisa saja memenuhi keinginan nenek, tapi masalahnya aku tidak yakin bisa menerima Nur tidur di atas tempat tidurku. Aku tidak yakin bisa membangkitkan hasrat di dalam diriku kepadanya. Nur, tidak ada menarik-menariknya sebagai seorang wanita. Kulit wajahnya hitam, punggung tangannya hitam, dan aku yakin sekuruh tubuhnya juga hitam, meski aku belum pernah melihat bagian tubuhnya yang lain. Hhhh maafkan aku nenek, mungkin aku tidak akan bisa memenuhi keinginanmu'
Wahyu ke luar dari kamar mandi. Tanpa sadar matanya mengarah kepada Nur yang tidur membelakanginya. Wahyu membaringkan tubuhnya, pikiran tentang ucapan neneknya membuatnya terus terjaga, dan begitupun dengan Nur juga. Matanya terpejam, tapi pikirannya berkelana.
BERSAMBUNG
Wahyu terbangun dari tidurnya, ia mendengar suara air jatuh ke lantai dari kamar mandi. Ditengok jam yang ada di dinding. Saatnya sholat subuh akan segera tiba. Wahyu memijit kening, rasa pusing menyergap kepalanya. Mungkin karena ia kurang tidur, akibat menonton pertandingan sepak bola dini hari tadi. Refleks Wahyu menolehkan kepala, saat pintu kamar mandi terbuka. Nur muncul di sana dengan setelan baby doll lengan panjang, dan celana panjang. Rambutnya yang masih terlihat basah tergerai di atas bahu. Ini pertama kalinya Wahyu melihat rambut Nur.Tanpa sengaja Nur juga menatap ke arah ranjang, tatapan mereka bertemu. Cepat keduanya membuang pandangan mereka. Nur berjalan ke arah di mana tasnya berada. Ia mengambil sisir, dan hijab. Setelah menyisir rambut, Nur langsung memasang hijabnya.Suara ketukan di pintu mengagetkan mereka, cepat Nur beranjak untuk membuka pintu."Ibu.""Kalian sudah ditunggu yang lain untuk sholat subuh. Mana Wahyu?"
"Kita harus bicara soal keinginan nenek. Ini memang rumit, dan ....""Ini bukan masalah rumit, Kak. Kakaklah yang membuat ini jadi rumit" potong Nur cepat."Apa maksudmu?" Wahyu membalas tatapan Nur yang terarah tepat ke matanya."Pilihan ada di tangan Kakak. Jika Kakak tidak menginginkan memiliki anak dariku, kita bisa berpisah, dan Kakak bisa mencari wanita la ....""Kau gila, Nur!" Wahyu menatap tajam bola mata Nur. Ia tidak menyangka, Nur akan berani mengatakan hal itu."Aku gila? Selama ini aku diam, karena aku tidak ingin ibuku juga tersakiti, kalau pernikahan ini berakhir. Tapi tadi siang ibu mengatakan, apapun yang bisa membuatku bahagia, ibu akan mendukungku. Kalau Kakak merasa jijik terhadapku, untuk apa ....""Tidak!" Wahyu bangkit dari duduknya, Nur ikut bangkit juga. Tatapan mereka berkonfrontasi."Kenapa tidak, selama ini Kakak tidak pernah memberi aku kesempatan untuk melakukan tugasku sebagai seorang istr
"Aku mau lewat, Kakak mau ke ...." Nur menghentikan ucapannya, saat Wahyu berbalik dan pergi meninggalkannya. Wahyu ke luar dari kamar tanpa mengucapkan apa-apa. Nur menatap punggung Wahyu dengan resah di dalam dadanya. Sampai subuh Nur tak bisa memejamkan matanya, dan Wahyu kembali lagi ke dalam kamar saat waktu azan subuh sudah terdengar dari musholla.Tak ada pembicaraan di antara mereka berdua. Saat sarapan Nur sesekali melirik ke arah Wahyu, ia sungguh penasaran apa yang sebenarnya ada di dalam benak Wahyu semalam."Nur, hari ini kamu dan Wahyu harus memeriksakan diri ke dokter. Ibu yang akan menemani kalian" ucapan ibu Wahyu membuat keduanya terjengkit kaget. Tatapan mereka bertemu, lalu keduanya sama-sama mengalihkan pandangan mereka."Aku rasa itu tidak perlu, Bu" ujar Wahyu menanggapi ucapan ibunya."Itu perlu Wahyu" sahut Neneknya."Bagaimana kalau salah satu diantara kami bermasalah?" Tanya Wahyu.Ibu Wahyu d
Nur dan Wahyu sudah berada di dalam mobil Wahyu. Sikap keduanya lebih canggung dari biasanya. Tak ada satupun yang bersuara, bahkan diantara mereka berdua, seperti tak ada yang terdengar bernapas saja. Sunyi senyap di antara mereka berdua. Wahyu memarkir mobilnya di garasi rumah orang tuanya. Nur ke luar dari mobil diikuti oleh Wahyu. Ini malam terakhir mereka menginap di rumah orang tua Wahyu. Karena besok Nur harus kembali bekerja, ia hanya ijin tidak masuk kerja tiga hari saja.Nur langsung menuju dapur, untuk melihat apakah ada yang bisa dikerjakannya. Tapi semua pekerjaan sudah selesai, akhirnya Nur menemui nenek Wahyu di dalam kamar beliau."Assalamuallaikum Nek" salam Nur setelah ketukannya di pintu mendapat sahutan agar ia masuk."Walaikum salam, sini Nur" nenek Wahyu menggapaikan tangannya. Nur duduk di tepi ranjang, tangannya bergerak memijit kaki nenek tanpa diminta."Sebenarnya nenek ingin kalian tinggal di sini saja, Landa
"Baiklah, aku pergi. Tapi jika Kak Wahyu membutuhkan bantuanku kapanpun juga, aku akan selalu siap membantu" tanpa rasa malu sedikitpun, Henny bangkit dari duduknya. Wahyu tetap diam di kursinya."Aku pergi""Hmmm" Wahyu menganggukan kepalanya. Ditatapnya punggung Henny yang ke luar dari ruangannya. Sepupunya itu usianya dua tahun lebih muda darinya, Henny lama tinggal di Jakarta, gaya hidupnya bak sosialita, barang branded menempel dari ujung kaki sampai ujung rambutnya. Kekayaan yang ia dapat dari harta gono gini perceraiannya dengan seorang pengusaha kaya raya dua tahun lalu.Wahyu tahu Henny jatuh cinta padanya sejak lama, tapi akhirnya ia memilih menikah dengan pria kaya yang merupakan rekan bisnis boss tempatnya bekerja. Yang Wahyu tidak mengerti kenapa Henny memilih pulang kembali, dan seakan kembali berusaha mengejar cintanya lagi.Wahyu menepati janjinya, untuk pulang dan makan siang di rumah, meski hujan lebat tengah me
Listrik belum menyala juga. Nur meletakan di atas meja 3 batang lilin yang masing-masing ia tempatkan dibekas kaleng kue berwarna biru tua yang berukuran kecil. Kue kering yang di atasnya bertabur gula, kue kering paling digemari oleh Wahyu. Nur tahu itu, karena Wahyu selalu membuang kalengnya di tempat sampah. Dan Nur memungutnya untuk tempat lilin.Dua mangkok sop daging yang masih mengepulkan asap, dua piring nasi, dua gelas air putih, semangkok besar nasi, semangkok kecil sambel, beberapa iris jeruk nipis di atas piring kecil, dan sebotol kecap manis tertata juga di atas meja. Siap untuk di santap mereka berdua.Keduanya menikmati makanan mereka dalam diam. Keadaan cahaya yang remang menciptakan suasana yang berbeda, bukan hanya berbeda pada keadaan ruang makannya, tapi juga terasa berbeda di dalam hati mereka. Suara hujan dan petir masih terdengar dari luar, namun tak mengganggu mereka dalam menik
Suara ketukan di pintu kamar mengagetkannya. Nur membuka pintu kamar dan menemui Wahyu yang berdiri di depannya."Oleskan salep ini di kulitmu yang terkena air panas tadi" Wahyu mengangsurkan salep di tangannya pada Nur."Terimakasih Kak" Nur menerima salep yang disodorkan Wahyu."Aku kembali ke kamarku""Ya Kak" Nur menganggukan kepalanya. Ia menunggu Wahyu masuk ke dalam kamarnya, baru ia menutup pintu kamarnya sendiri.Wahyu duduk di sofa kecil yang ada di dalam kamarnya, ada segelas kopi dan sekaleng kue kering bertabur gula kesukaannya. Ditangannya ada ponselnya yang menyala, ia tengah berselancar di dunia maya untuk mengusir keresahannya.Kejadian di kamar mandi tadi adalah hal yang tak pernah ia bayangkan akan terjadi di dalam hidupnya.Meski selama ini ia mencintai Cantika, tapi ia cukup bandel juga. Meski ia selalu mengatakan cintanya untuk Cantika, tapi ia suka bermain mata dengan wanita lain juga. Sejak SMA, Wahyu s
Nur menatap mobil Wahyu sampai hilang dari pandangannya.Nur masuk lewat pintu yang ada di samping butik."Assalamuallaikum" Nur mengucap salam begitu membuka pintu."Walaikum salam, diantar siapa Nur?" Tanya Bunda Aira."Kak Wahyu" jawab Nur dengan rona merah di wajahnya."Tumben diantar suami""Karena hujan Bunda, jadi diantar""Ehmm, ayo Nur masuk ke ruanganku. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu" Bunda Aira menggamit lengan Nur."Ada apa ya Bunda?""Jangan tegang dan cemas begitu, ayo duduk" Bunda Aira mempersilahkan Nur untuk duduk di depannya."Begini Nur, butik kita akan meluncurkan produk terbaru, dan aku butuh bantuanmu untuk itu" "Butuh bantunku bagaimana ya Bunda? Aku kan kerja di sini, sudah pasti aku akan membantu Bunda semampu aku bisa" "Ini bukan tentang pekerjaanmu memasang payet, kancing, dan sebagainya, Nur""Lalu tentang apa, Bunda?""Aku ingin kau jadi model produk terbaru butik kit