Air hangat sudah tidak lagi menjadi obat untuk menenangkan diri. Semakin air itu mengenai permukaan kulit yang penuh guratan luka, sakit yang luar biasa langsung menyerbu ke sejujur tubuh. Tubuh ringkih itu bergetar, penuh amarah dan denam di dalamnya. “Segitu hinanya kah aku, sampai-sampai harus diperlakukan seperti ini?” Karina menatap langit-langit kamar mandi. Kepalanya ia sandarkan pada ujung bathtub dan tubuhnya sengaja ia tenggelam di dalam air hangat. “Akhh.” Kadang luka-luka itu terasa sangat perih ketika terkena sapuan gelombang kecil yang diakibatkan oleh pergerakannya. Di tangan kanannya ia menggenggam sebuah tusuk konde berwarna emas yang memiliki ujung yang tajam. Sudah berulang kali ia memikirkan hal ini, berulang kali juga ia meyakinkan diri. Jika bukan jalan ini, jalan seperti apa yang harus ia tempuh untuk mendapastkan keadilan. “Ma, Pah, tunggu Karin, ya.” *** Di lorong panjang menuju kamar Karina sangat ricuh. Para maid berbondong-bondong berlari menuju kama
Karina terbangun dari tidurnya. Wajahnya sangat pucat dan penuh dengan peluh. Kali ini mimpinya menjadi lebih buruk dari hari-hari sebelumnya. Bukan hanya tentang kecelakaan di masa lalu, ia juga melihat sosok yang tak asing di dalam mimpinya.“Lelah sekali.”Gia mengusap dahinya dengan punggung tangan. Ia melihat ke sekitar yang masih sepi. Langit juga belum terlalu terang. Ia melihat lengannya yang masih terpasang jaum infus. Dengan kasar ia mencabutnya dan membiarkan darah di tangannya menetes.Perlahan ia turun dari kasur, kakinya melangkah perlahan keluar dari dalam kamar. Kakinya menyusuri lorong panjang yang masih sangat sepi dari aktifitas orang-orang.“Nona?”Langkah Karina terhenti ketika mendengar suara tuan tangan kanan. Ia menoleh ke sumber suara. Elliot sedang duduk di sofa ruang tengah, ia sepertinya berjaga semalaman.Laki-laki itu berdiri, melangkah ringan ke arah Karina, raut wajahnya menggambarkan kekhawatiran yang besar. Elliot memperhatikan wajah Karina, tatapan w
Mari kita tarik undur dulu sebentar ke kejadian beberapa hari lalu saat Karina ditinggal begitu saja oleh Joshua setelah menghancurkannya untuk yang kesekian kalinya. Karina sungguh putus asa dengan hidupnya. Sekeras apapun ia mencoba untuk melawan, pada akhirnya ia akan dijatuhkan lagi oleh Joshua.Tidak mudah untuk mengumpulkan keberanian untuk melakukan hal itu. Melawan, bukanlah hal yang bisa Karina lakukan. Ia selalu hidup dalam tekanan dan selalu di tuntut untuk selalu menuruti perintah.Namun, kemalangan itu bukanlah akhir dari segalanya. Disaat Karina hampir putus asa dengan perjalanan hidunya. Secercah cahaya muncul dari kegelapan. Sebuah tangan mengulur kearahnya untuk memberikan pertolongan. Sebuah suara familiar menusuk indera pendengarannya dan membuat kepalanya mendongak ke atas.“Izinkan saya untuk patuh kepada Nona, saya berjanji akan menolong Nona dari segala macam penderitaan. Tolong izinan saya untuk patuh pada anda, Nona.”Apa yang sedang manusia gila ini bicaraka
“Aku ingin penampilanku jadi sorotan, aku akan menunjukkan kepada tuan sombong itu kalau aku ini sangat cantik dan penuh karisma.”Wanita bergaun indah itu memutar dirinya beberapa kali untuk melihat penampilan sempurnanya di depan cermin. Wajah cantik yang riasan yang sedikit mencolok, gaun panjang berwarna merah menyala dengan bagian dada yang sedikit terbuka mampu membuat dirinya puas.“Nona sangat menawan, mau pakai apapun Nona tetap jadi juaranya.” Sang kepala pelayan berucap dengan percaya diri, ia melihat sang majikan yang terus memandang dirinya yang sempurna di depan cermin besar.“Benar, aku selalu menawan, aku adalah putri tuan tuan Barnard yang paling cantik.”Rebecca Barnard adalah putri bungsu dari pengusaha ternama bernama Wiliams Barnard. Seorang putri yang selalu menjadi pusat perhatian dan rebutan kaum adam pada abad ini. Namun, walaupun begitu, ia sudah memantapkan hatinya untuk satu pria, Joshua Rionard Carrington.“Oh, ya, Tuan Carrington akan datang ke pesta mala
“AARRRGGHHH…!” Benda berbahan dasar kaca itu hancur lebur ketika menghantam dinding. Semua perabotan yang ada di ruangan itu dilempar ke sembarangan tempat. Hancur lembur tidak berbentuk. Para pelayanan hanya bisa menundukkan kepala, takut. Tidak ada yang berani melerai kemarahan dari sang majikan. “Arrghh! Joshua sialan. Akan ku bunuh dia.” Tangan Rebecca menggenggam kuat beling dari pecahan gelas. Ia menggenggamnya kuat sampai tidak sadar tangannya berlumuran darah. “Huh, bagaimana bisa dia melakukan ini padaku? Memangnya aku kurang apa? Aku lebih cantik dan mepesona dari wanita rendahan itu—Arrgh, sialan!” Rebecca kembali melempar benda-benda rawan pecah itu ke dinding dan lantai. Ia melampiaskan kemarahannya dengan sangat brutal. Sampai-sampai melukai dirinya sendiri. Rebecca diselimuti api kemarahan yang besar, ia tida segan menghancurkan apapun yang ada di hadapannya saat ini.“Tunggu saja, kau akan menjadi milikku, apapun yang terjadi. Kau harus jadi milikku, Joshua.” Re
Kaki jenjang Joshua melangkah menyusuri koridor rumah sakit di tengah malam. Langkah kakinya yang santai itu terlihat seolah ia tidak mengkhawatirkan apapun kondisi yang akan menantinya di hadapan.Sampai pada di mana ia tiba di sebuah kamar VVIP yang sudah di hadiri banyak orang yang tengah berduka. Orang-orang tampak bersedih, mereka menangis dan saling berpelukan untuk menguatkan satu sama lain.Namun, Joshua bisa melihat kalau tangisan itu adalah tangisan palsu. Tidak ada yang tulus mencintainya, mengingat perilakunya semasa hidup sangatlah buruk. Tidak ada kesan baik yang ia tinggalkan kecuali hartanya yang melimpah ruah.“Kau sudah datang?” Seseorang menepuk pundak Joshua pelan. Seorang laki-laki memakai setelan jas hitam, berwajah lonjong dengan mata sedikit sipit, kalau tidak salah dia adalah kakak Joshua dari ibu yang bebeda.Joshua menoleh sinis, ia tidak suka di sentuh oleh siapapun kecuali oleh orang yang ia cintai. Tangan itu pun menjauh, merasa tidak nyaman dengan tatapa
“Kau lihat dia? Dia adalah pembunuh kedua orantuamu. Kau yakin ingin hidup bersamanya selamanya, hmm?” “Haha…hahaha, bodoh!”“Karin, tolong kami nak.” “Kemarilah nak, ikut dengan kami.” “Karin…” “Mama!” Napas Karina berantakan usai bangun dari mimpi buruknya. Ia mengubah posisinya menjadi duduk. Matanya basah, tangannya memijat pelipis dengan kuat, rasanya pening menyerbu dan membuat Karina tidak bisa berpikir jernih. “Mimpi itu lagi,” ucap Karina dengan napas yang masih terengah-engah. “Ada apa, sayang?” Tubuh Karina bergetar pelan saat sebuah tangan melingkar di pinggangnya. Kemudian beberapa menit kemudian ia menghela napas pelan. Ia tau, yang memeluknya saat ini adalah Joshua. Mereka baru menghabiskan malam panas bersama dan memutuskan untuk tidur bersama malam ini. Kepala Karina menggeleng pelan, ia tidak ingin membicarakan pasal mimpinya kepala Joshua. Lagian, untuk apa juga laki-laki itu tau tentang mimpinya.“Hanya mimpi buruk biasa.” Karina menepuk-nepuk pelan punggu
Satu minggu kemudian ...Karina duduk di taman bunganya sendirian. Ia sedang menunggu kepulangan Joshua. Ia tau kalau perjalanan bisnis Joshua sudah selesai dan ia akan kembali hari ini. Karina menunggunya karena ia harus tetap mempertahankan image wanita penurut kepada tuannya itu.“Kenapa sendirian di tempat ini, Nona?”Ketika suara familiar itu terdengar, bibir Karina langsung melengkung ke atas dan atensinya berpaling ke sisi kanan untuk melihat sosok yang menegurnya tadi.“Hei Josh, kau sudah kembali?”Karina berdiri dari duduknya, berlari kecil menghampiri Joshua dan memeluknya erat. Tubuh mungilnya diangkat dan diajak berputar 360 derajat, lalu kedua kakinya kembali menginjak rerumputan hijau.“Aku sangat merindukanmu, sayangku.” Joshua mencium pipi Karina, memeluk tubuh wanita itu erat dan tidak ingin melepaskannya untuk beberapa saat ke depan.Karina tertawa melihat reaksi Joshua yang ia anggap sedikit berlebihan. Ia merindukan Joshua, tetapi hanya sedikit. Tidak lebih dari a