Kedua kaki Chloe bergetar hebat selama acara perkenalan jurusan berlangsung. Lebih tepatnya setelah mc memperkenalkan seorang dosen bernama Juanito Alexander.
Sampai-sampai perempuan yang duduk di sebelah Chloe meminta dirinya untuk segera izin pergi ke toilet saja, karena melihat kakinya yang terus-menerus bergetar layaknya sedang menahan ingin buang air kecil. Merasa kalau itu adalah ide yang bagus untuk menenangkan hati juga pikiran, jadi Chloe beranjak dari posisinya dan melangkah keluar dari aula secepat mungkin.
Pasti cuma mirip, batin Chloe berkata. Iya betul. Pasti cuma mirip.
Chloe menangkup kucuran air yang keluar dari dalam keran wastafel. Membasuh wajahnya beberapa kali, kemudian memosisikan kedua tangannya bertopang pada meja wastafel. Dadanya bergerak kembang kempis menghirup udara. Dan untuk yang terakhir kalinya, diambilnya udara begitu dalam, lalu dihembuskan perlahan melalui mulut. Barulah setelah itu napasnya mulai teratur.
Chloe melihat cermin lebar di depannya.
“Ngga mungkin dia grim reaper yang mau bawa gue akhirat, kan?” tanyanya pada pantulan dirinya sendiri. “Grim reaper jadi manusia? Ngga mungkin, kan? Haha, udah gila nih gue kayaknya. Kebanyakan duduk, panasnya jadi lari sampai ke otak!”
Dibasuhnya kembali wajahnya. Kali ini Chloe sampai menggosok-gosok wajahnya hingga merah seperti kepiting rebus.
“Gue yakin pasti cuma mirip,” tegas Chloe untuk kesekian kalinya. Tidak lagi berdiri bertopang pada wastafel, melainkan sudah berganti menjadi berjalan mondar-mandir di depan wastafel. “Lagi pula, mana mungkin sih grim reaper jadi dosen? Udah habis masa kontraknya jadi grim reaper atau gimana? Apa mungkin dipecat gara-gara ngga berhasil bawa gue ke akhirat?”
Belum selesai bermonolog, seseorang tiba-tiba membuka pintu toilet. Sekilas melihat Chloe dengan tatapan aneh, karena Chloe mendadak salah tingkah saat dia masuk. Alhasil, Chloe memilih keluar dari toilet dan kembali ke dalam aula.
***
“Terima kasih untuk semua yang hadir dalam orientasi ini. Meskipun pelaksanaannya cuma satu hari, semoga momen ini terkenang di hati kalian untuk selamanya … ya ampun puitis banget, ya? Hahaha. Okay, untuk agenda selanjutnya adalah agenda bebas. Seharian ini di sepanjang lingkungan Seirios bakal ada banyak stan-stan terkait segala macam kegiatan yang ada di kampus kita. Stan makanan minuman juga ada. Kalian boleh lihat-lihat, tapi kalau untuk stan jurusan matematika, ya pastinya cuma ada di sekitaran gedung kita ini aja. Dijamin seru, dijamin rame, dijamin kece!”
Diiringi dengan tepukan tangan setiap orang yang ada di aula, perkenalan jurusan hari ini resmi ditutup. Semua orang mulai bangkit dari posisinya dan berbondong-bondong pergi menuju pintu keluar.
Dan memang benar. Situasi di luar gedung jurusan sangatlah ramai. Para kakak kelas begitu semangat menawarkan kepada setiap mahasiswa baru untuk mampir ke stan mereka masing-masing.
“Hei, kayaknya lo cocok di tim pecinta alam deh. Ikut gue bentar yuk!”
“Eh, ngga kak, makasih,” tolak Chloe seramah mungkin.
Chloe ditawari dan dibilang cocok untuk masuk ke ekskul pecinta alam? Naik tangga asrama sampai lantai empat saja paru-paru dan kakinya sudah meronta-ronta, apalagi naik gunung?
Belum lagi Chloe yang tiba-tiba dikerubungi oleh sekumpulan perempuan dan laki-laki, kemudian mereka langsung bernyanyi tanpa Chloe minta. Beruntung suaranya bagus, karena rupanya mereka memang sekelompok tim paduan suara. Suatu bentuk promosi yang unik, tapi sudah jelas akan Chloe tolak, karena memang cuma Grace seorang yang mampu bertahan saat Chloe bernyanyi.
Dari sekian banyak kegiatan yang Chloe temukan, belum ada satu pun yang menarik perhatiannya. Chloe sampai lupa bertanya pada Grace, kegiatan apa yang dia ikuti selama di Seirios?
Sebenarnya kalau kegiatan kampus semacam ini tidak diwajibkan, sudah pasti Chloe memilih untuk tidak ikut apa-apa. Masalahnya untuk kelulusan nanti, mahasiswa juga harus melampirkan bukti keaktifan non akademik selama berada di kampus. Jadi, secara tidak langsung mengartikan bahwa mahasiswa diwajibkan untuk mengikuti setidaknya satu kegiatan yang ada di Seirios.
Saking bingungnya memilih, akhirnya perjalanan Chloe mendarat pada stan milik himpunan mahasiswa jurusannya sendiri. Apa alasan Chloe memilih kegiatan itu? Karena ramai.
“Halo, siapa nih namanya?”
Seorang lelaki yang memakai jaket berwarna abu-abu datang menyapa Chloe saat tengah melihat-lihat brosur. Kalau diamati lagi, terdapat pula beberapa orang menggunakan jaket yang sama. Sudah dapat ditebak, kalau itu merupakan jaket himpunan.
“Chloe,” jawab Chloe sedikit mengulas senyum.
“Ok, Chloe, gue Radit. Ketua Departemen Humas. Singkat aja, pokoknya banyak banget keuntungan yang bisa lo dapat kalau gabung di himpunan dan lo bisa tentuin departemen mana yang lo mau ….”
Selama penjelasan dari seseorang yang bernama Radit, Chloe benar-benar mendengarkan sambil mengangguk-angguk pertanda paham. Matanya pun juga masih mencermati isi dari brosur yang dia pegang. Sampai dirinya tiba-tiba terlonjak kaget layaknya menemukan sesuatu semacam jumpscare di dalam brosur. Radit pun sampai dibuat bingung dengan reaksi Chloe. Padahal yang dia temukan hanyalah foto dari pembina kemahasiswaan yang tak lain dan tak bukan adalah seseorang yang Chloe kira sebagai sang grim reaper pembawa sabit.
“Gimana, apa ada pertanyaan?” tanya Radit.
Apa kerjaan sampingan Pak Juan ini adalah sebagai grim reaper? Batin Chloe bertanya.
“Chloe?” panggil Radit kemudian.
Mata Chloe mengerjap. “Ah, iya, ngga ada kok. Paling nanti kalau mau daftar tinggal isi lewat googe form aja, kan?” tanya Chloe mencoba bersikap serius.
“Yup! Betul banget.”
“Ok, kalau gitu,” ujar Chloe bersiap pergi.
“See you, ya!”
Usai beberapa langkah dari stan, Chloe kembali melihat dengan saksama foto yang terpajang pada brosur. Saking penasarannya, Chloe dengan cekatan mengambil pulpen dari dalam tas. Kemudian pada foto Juan digambar semacam jaket beserta tudungnya, dimana bagian tudung jaket dibuat menutupi rambut gondrong sebahu milik Juan.
Oh, God. Sebut Chloe di dalam hatinya.
Chloe mengucek kedua matanya, lalu kembali melihat foto Juan yang sudah dilengkapi dengan jaket hitam bertudung. Chloe rasa ini bukan sekadar mirip lagi. Ini memang dia! Si grim reaper itu! Namun, bagaimana bisa?
Tiba-tiba sekujur tubuh Chloe merinding. Rasa takut dan panik yang sebelumnya menyerang dirinya saat di aula, kini kembali datang. Hanya saja, masih terlampau mustahil bagi Chloe. Masih tidak masuk ke dalam akal sehatnya. Kalau memang ada yang salah dengan dirinya, karena melihat seorang grim reaper—yang dalam hal ini adalah Juan—di dunia nyata, lantas kenapa semua orang di sini bisa melihatnya juga? Berarti memang tidak ada yang salah dan juga tidak ada yang gila.
Ada.
Chloe tetap merasa ada yang salah.
Jika di dunia nyata dirinya memang bertemu lagi dengan sang grim reaper—walaupun Chloe masih sangat berharap hal semacam itu tidak pernah terjadi—lalu kenapa dia harus panik? Kenapa harus takut? Chloe membencinya semenjak sang grim reaper mengizinkan mamanya bertukar tempat dengannya. Bukankah lebih baik Chloe memakinya untuk sekadar memberinya pelajaran karena main ambil keputusan secara sepihak? Memakinya untuk setidaknya membuat perasaan Chloe lega? Lebih parahnya lagi, membongkar identitasnya yang sebenarnya di depan umum untuk membuatnya minta maaf?
Iya, betul. Seharusnya memang benar seperti itu. Kalau perlu, Chloe menghajarnya habis-habisan karena telah membiarkan mamanya pergi ke akhirat.
Bugh!
Saking begitu konsentrasinya memikirkan grim reaper, Chloe tanpa sengaja menubruk seseorang yang di depannya.
“Sorry, sorry,” ujar Chloe meminta maaf sambil membungkuk untuk mengambil brosur yang terjatuh. Setelah itu dia mendongak dan terlonjak di tempat seraya berkata, “What the f-fu-fun.”
Chloe secepat kilat meralat kata-katanya. Mendadak salah tingkah.
Buat apa dia tiba-tiba muncul di sini?! Batin Chloe menggerutu.
Juanito Alexander berdiri tepat di depan Chloe dengan kedua tangan menyilang di belakang tubuhnya yang proporsional yang berbalut kemeja hitam dan celana chino berwarna krem. Pandangannya menukik dikarenakan Chloe lebih pendek darinya. Entah apa yang mesti Chloe lakukan, yang pasti dirinya tidak mungkin berlari kabur.
Ada setidaknya tiga puluh detik terlewat tanpa berbicara apa-apa. Sampai akhirnya Chloe menyadari kalau bola mata Juan bergulir ke arah brosur yang Chloe pegang, dimana terpampang jelas fotonya yang telah dicorat-coret.
Sigap Chloe menarik brosur hingga ke belakang tubuhnya.
“Hati-hati kalau jalan,” ujar Juan kemudian berlalu.
Sontak napas Chloe tertahan saat Juan melangkah melewatinya. Jantungnya pun berdebar kencang seolah bersiap meledak.
Cih. Memaki dan menghajar apanya? Di depan orangnya saja langsung menciut!
Hayoloohh hihihi. Lanjut ngga nih? Lanjut dong yaa~ makasih banyak yang udah baca sampai Bab 4 ini, makasih juga atas dukungannya, semoga author makin semangat nulisnya dan yang baca makin penasaran bacanya hehe See you in the next chapter! :))
Grace, gue harusnya udah meninggal. Grace, lo harus percaya sama gue. Pak Juan itu mirip banget sama grim reaper yang ditugasin bawa gue ke akhirat! Dan gue merasa kalau itu emang dia!Grace, gue harus gimana?Segala bentuk kalimat pernyataan dan kalimat pertanyaan berkecamuk di dalam kepala Chloe. Membuat semacam rentetan daftar yang Chloe sendiri pun tahu bahwa dia tidak bisa mengatakan hal semacam itu pada Grace. Akan dibilang apa dia nantinya? Gila? Stres? Atau mungkin efek kelelahan? Memang Grace akan mendengarkan cerita Chloe hingga tuntas—karena pada dasarnya Grace adalah seorang pendengar yang baik—namun setelah itu Chloe yakin, kalau teman sekamarnya itu akan langsung memintanya untuk segera periksa ke rumah sakit.Suara jentikan jari seketika berhasil menarik perhatian Chloe dari semangkuk mie instan di atas meja. Lupa kalau dia sedang berada di kantin asrama untuk makan malam.“Wah, jadi dari
Suara dentingan menyambut ketika tombol pada lift berpendar di angka tiga. Beberapa orang yang berdiri berdempetan di depan Chloe mulai melangkahkan kakinya ke luar lift, kemudian menyebar ke arah yang berbeda. Sementara Chloe bergerak ke arah kiri mengikuti seorang lelaki yang sempat menoleh ke arahnya. Chloe tebak, lelaki ini juga memiliki urusan yang sama dengannya.Ini adalah kali pertama Chloe datang ke lantai tiga gedung jurusannya, setelah saat orientasi kemarin hanya berada di lantai dua—tempat dimana aula sekaligus ruang para dosen berada. Sedangkan lantai tiga hingga lantai lima diperuntukkan untuk ruang kelas kuliah dan lantai enam difungsikan khusus untuk beberapa laboratorium jurusan.Usai beberapa langkah terlewati, Chloe berbelok masuk ke salah satu ruangan. Menemukan deretan bangku kuliah berwarna hijau yang tampak begitu kontras dengan ruangan yang bernuansa putih. Entah kenapa Chloe masih merasa mual setiap kali melihat deretan kursi. Bokongnya
“Maaf Pak, itu betul toilet laki-laki kan, ya?” Pertanyaan itu bergaung di dalam rongga telinga Chloe. “Iya betul. Perempuan ini cuma ….” Kedua mata Chloe dan Juan bertemu. “… salah ruangan.” Di sela-sela suara debaran jantungnya yang makin menjadi-jadi, Chloe masih sempat mendengar suara pergerakan tangga lipat aluminium di belakangnya. Saking paniknya, Chloe berharap orang di belakangnya tidak benar-benar pergi dan meninggalkan dirinya hanya berdua dengan Juan dalam situasi yang teramat canggung. Juan meletakkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Saking dekatnya, Chloe bisa melihat rambut-rambut halus tersebar rata di sekitar lengan Juan dikarenakan lengan kemejanya tergulung hingga siku. “Masih betah diam di situ?” tanya Juan menanggapi posisi Chloe yang masih membungkuk memandangi area pinggang ke bawah miliknya. Mendengar pertanyaan bernada sarkastis itu, perlahan Chloe menegakkan posisi tubuhnya yang tak seberapa tinggi jika d
Semalam, setelah mengecek ulang jadwal kuliahnya di hari ini, Chloe justru tidak bisa tidur.Sepanjang malam yang dilakukannya hanyalah telentang memandangi langit-langit kamar—yang membuat Chloe ingin menempelkan hiasan bintang-bintang glow in the dark di atas sana—sambil mengetuk-ngetuk jari-jari yang saling berkaitan satu sama lain di atas dada.Entah apa tepatnya yang menjadikan Chloe tidak bisa tidur, sebab ada begitu banyak hal yang berseliweran di dalam kepalanya dan Chloe tidak bisa memilih satu saja yang bisa disalahkan sebagai penyebab insomnia-nya. Mulai dari memikirkan mamanya, papanya, beasiswanya, bagaimana dirinya menceritakan semuanya pada Grace, hingga memikirkan Juan.Bahkan seorang Juan yang notabene adalah seseorang yang baru saja dikenal Chloe beberapa hari belakangan pun, ikut berkontribusi dalam penghalang tidur malamnya. Dan pastinya, bukan memikirkan tentang wajahnya yang tampan, bola matanya yang jernih, tubuhnya ya
“Kenapa? Apa ada yang salah sama ucapan gue?”Bermodalkan seringai yang menyeramkan serta tatapan mata yang kosong, Mike perlahan-lahan makin mendekati Chloe, sementara Chloe makin menempelkan punggungnya pada pintu darurat. Berharap dirinya memiliki kekuatan tersembunyi seperti mampu menyerap ke dalam pintu yang padat, kemudian muncul di sisi yang lain.Perasaan Chloe sungguh tidak enak. Agak mual. Seakan sekumpulan organ di dalam tubuhnya tahu bahwa akan ada hal buruk yang menimpanya saat itu juga apabila dirinya tak kunjung membuka pintu. Namun, jari-jarinya yang sudah menggenggam erat gagang pintu, mendadak kaku. Tidak bisa diajak bekerja sama. Terlebih seperti ada yang tidak beres dengan pita suaranya. Ingin rasanya berteriak, tapi suaranya justru teredam, bukannya keluar dengan lantang.“Chloe … hei, Chloe,” panggil Mike berkali-kali. “Chloe, lo ngga apa-apa?” tanyanya lagi dengan raut wajah panik. Aura menakutkan
Sepasang sepatu boots hitam berderap pelan di atas aspal. Berjalan menembus keramaian tanpa seorang pun menyadari keberadaannya. Diperhatikannya orang-orang di sekitar yang hanya berdiam diri, saling berbisik, memotret, merekam, tanpa ada niatan membantu—ada, lima orang, setidaknya. Satunya tampak sedang menelepon. Mungkin menelepon rumah sakit terdekat untuk meminta agar segera mengirimkan ambulans.“Hei, Juan,” sapa seorang lelaki yang tiba-tiba muncul dari seberang jalan. Lelaki yang berpenampilan sama dengannya.“Bareng lo ternyata.”“Aduh, sibuk banget kayaknya sampai ngga sempat liat di aplikasi siapa yang ikutan jemput.”Juan menyeringai tipis sambil melihat ponselnya yang menampilkan deretan informasi perihal orang yang akan dijemputnya kali ini. Seorang remaja perempuan berumur tujuh belas tahun yang masih mengenakan seragam sekolah. Juan menggelengkan kepala melihatnya.“Uhh, sw
Jadi, Chloe harus mengabari Juan via apa? Telepon kah? SMS? Atau mungkin chat?Sebuah kartu nama milik Juanito Alexander masih dipuntir-puntir di jemarinya. Tak henti-hentinya dipandangi sambil merebahkan diri di atas tempat tidur selagi menunggu Grace membeli camilan larut malam di kantin asrama. Masih ingat betul bagaimana rupa muka Grace ketika Chloe meminta untuk dibelikan mie instan saja.Lagi pula, apakah Juan menunggu kabar darinya? Apakah Chloe akan dimarahi apabila tidak langsung mengabari Juan nomor ponselnya? Membayangkan seberapa penting nomornya bagi Juan, membuat bibir Chloe mengulas senyuman tipis. Sampai dirinya tidak sadar kalau Grace sudah mengamatinya yang tengah senyum-senyum sendiri sejak beberapa detik lalu.“Kesambet apaan lo?” tanya Grace agak takut.Diletakkannya kantong belanjaan di atas karpet, kemudian ikut duduk di sana. Disusul Chloe yang dengan cekatan bangkit dari posisinya.“Apaan nih?&rdq
“Pak, bakso merconnya satu ya. Ngga perlu pakai mie kuning, jadi mie bihun aja. Kalau boleh sawinya banyakin ya, Pak, tapi daun sawinya aja. Jangan pakai tangkainya. Oh, sama jangan lupa taburin bawang goreng.”Bapak penjual bakso mengangkat jempol kanannya ke arah Chloe. Terlalu sibuk menyendok beberapa bakso dari dalam panci besar, sampai tidak ada waktu untuk menoleh. Merasa pesanannya telah tersampaikan dengan baik, Chloe pun pergi. Pipinya berangsur memanas akibat terhempas sekumpulan uap panas dari dalam panci.Chloe melewati beberapa bangku dan meja makan yang bertebaran di kantin pusat, sampai akhirnya berhenti pada salah satu meja kosong yang tak jauh dari penjual aneka soto. Di situlah Chloe menemukan Grace yang tampak begitu tak sabaran menunggu pesanan sotonya. Entah soto jenis apa yang dia pesan, yang pasti yang porsinya banyak, sebab dia sudah mengeluh lapar sejak beberapa jam yang lalu.Di atas meja, Chloe meletakkan